Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tolak Angin, Solusi Pening di Kala Genting

14 Agustus 2018   22:26 Diperbarui: 14 Agustus 2018   23:08 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh hari sebelum Pak Dahlan Iskan rajin mengiklankan jamu "Tolak Angin" cair di televisi, aku sudah getol mempromosikannya. Bedanya, Pak Dahlan mungkin dapat imbalan, entah dalam bentuk apa. Sedangkan aku tidak.

Di pelataran Gereja Katolik St. Johanes Penginjil di Jalan Melawai, Jakarta, aku pernah melihat Pak Irwan Hidayat, pemilik Sido Muncul, penghasil "Tolak Angin" itu, dan ingin menyapanya untuk minta bayaran atas aksi promosiku.  

Tapi aku urungkan niat karena khawatir ditertawakan. Sebab aku hanya promosi lisan kepada isteriku dan dua anak perempuan kami. Promosi lingkup keluarga.

Si Kuning dan Si Biru

Lupakan saja soal harapan imbalan promosi tingkat domestik itu. Gratisanlah untuk Pak Irwan. Aku ikhlas. Sebab sudah mendapat imbalan sepadan dari "Tolak Angin" cair.  

Imbalannya, pening di kepalaku langsung hilang, bila satu dua sachet cairan "Tolak Angin" kuning sudah mengalir ke dalam lambung. Terutama di saat-saat genting pekerjaan.

Sampai-sampai aku bikin jargon sendiri, "Tolak Angin, solusi pening di kala genting".  Itu faktual, bukan isu, untukku.

Fakta, jika harus bekerja dari pagi sampai larut malam di ruang berpendingin, maka sorenya aku pasti mulai masuk angin, dan malamnya mulai flu. Padahal target kerja tak bisa mundur.

Maka solusinya, di saat genting seperti itu, minum Tolak Angin kuning sore hari. Lalu Tolak Angin biru tengah malam menhelang tidur. Dijamin pening kepala hilang, karena masuk angin ditolak dan flu gagal masuk saluran nafas.

Tentu hilangnya  pening di kepala tidaklah secepat cerita  iklan.  Perlu waktu 1-2 jam untuk benar-benar merasakan khasiatnya.  

Sejujurnya, solusi ideal untuk kepala pusingku sejatinya adalah kerokan dari isteriku. Tapi  isteri kan bukan diciptakan untuk mengerok suami setiap kali pening kepala.

Karena itu, boleh dibilang,  'Tolak Angin' cair hadir sebagai substitusi bagi kerokan.  

Dia hadir  dalam dua varian fungsi. Si Kuning, Tolak Angin untuk solusi  pening kepala akibat "masuk angin". Dan Si Biru, Tolak Angin untuk solusi pening akibat flu, sekaligus solusi flunya.

Sebenarnya ada varian ketiga, Si Emas, Tolak Angin linu rasa madu. Tapi ini jarang aku minum, karena rasanya kurang cocok di lidah dan aromanya kurang cocok di hidungku.

Oh ya, ada "aturan"-nya juga  minum Tolak Angin.  Si  Kuning, walau bisa diteguk sembarang waktu, sebaiknya dilapis dulu dengan makanan, sekurangnya sekerat kue atau apa sajalah yang layak makan.  Biar dinding lambung tidak kaget.

Sedangkan Si Biru, karena khusus untuk flu, sebaiknya diminum sebelum berangkat tidur malam hari.  Pasti tidurnya nyenyak dan besoknya bangun lebih segar.  

Si Biru ini memang bikin ngantuk.  Karena itu aku tidak pernah menenggaknya kalau harus nyopir.  Bisa-bisa mobil nyungsep karena supir ngantuk.  Bukannya sembuh, malah tambah pening, bukan?

Solusi dalam Ransel

Aku sudah menggunakan "Tolak Angin" cair sejak tahun 2000, kalau tak salah. Sudah 18 tahun, Tolak Angin menjadi solusi  setia untuk pening kepalaku..  

Sebelumnya, setiap kali kepala pening, aku minum jamu seduhan di warung jamu. Atau beli dari Mbok Jamu Gendong, bila kebetulan ketemu saat pening.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa aku minum jamu? Oh, itu karena aku alergi pada obat-obatan kimiawi. Tiap kali pakai obat kimiawi saat masuk angin, bengekku malah kambuh, bikin kepala tambah pening.

Begitulah, selama 18 tahun ini, aku selalu menyiapkan  "Tolak Angin" cair  di kantobg ransel kerja. Dua jenis, biru dan kuning, untuk flu dan masuk angin.  

Aku beli Tolak Angin dari toko obat di pasar. Sekarang ini harganya Rp 30,000 per pak, isi 10 sachet.  Lebih murah Rp 5,000- Rp 10,000  ketimbang beli di apotik atau toserba. Apalagi kalau beli di ruang tunggu bandara, beda Rp 20,000 per pak.

Aku selalu siap dengan Tolak Angin di ransel katena  jenis pekerjaanku  berisiko tinggi masuk angin. Pekerjaan duduk mikir solusi atas masalah dan peluang pengembangan agribisnis yang aku tekuni. Kurang gerak sepanjang siang, kadang sampai malam, ya,  berisiko masuk anginlah. Apalagi, aku rada anti-olah raga.

Aku pikir, Pak Irwan itu memang cerdas luar biasa, untuk tidak bilang jenius. Dia tahu persis banyak orang seperti aku. Orang-orang yang sibuk duduk mikir untuk berakhir dengan kepala pening. Tapi ingin solusi efisien dan efektif melenyapkan peningnya. Maka "diciptakan"-nyalah "Tolak Angin" cair yang legendaris itu.

Sedikit gila, aku membayangkan Pak Irwan itu berseru begini: "Datanglah padaku, hai kamu orang yang menanggung pening berat di kepalanya. Reguklah jamu "Tolak Angin" buatanku, maka pening kepalamu akan lenyap terangkat!"

Aku percaya, maka telah kujadikan "Tolak Angin" cair, kuning dan biru, sebagai "solusi pening dalam ransel di kala genting". Hanya "Tolak Angin" yang tahu mengatasi pusing yang mendera kepalaku saat masuk angin. Juga melegakan lubang hidungku dari ingus kental saat flu.

Begitulah, relasi "Tolak Angin" dan "Kepala Pening"-ku sudah "terstruktur, sistematis, dan masif", meminjam ujaran politisi tentang kecurangan Pemilu.  

Inilah Efeknya ...

Seorang teman  bertanya, "Apakah terlalu sering minum Tolak Angin tidak ber-efek pada kesehatanku?" Oh, itu sudah pasti. Efeknya, pening kepalaku  hilang.  

"Bukan, maksudku ada gak efek sampingnya pada kesehatan," kejar temanku, lebih spesifik.  Oh, kalau itu, saya tidak tahu pasti.  Apalagi kalau yang dimaksud  efek  negatif.  

Tapi sepanjang tak berlebihan menenggaknya, apalagi tidak diimbuhi dengan kopi atau tuak, aku pikir tak adalah efek buruknya.  

Aku sendiri meneguk "Tolak Angin" paling banyak 3 sachet dalam 24 jam.  Itupun hanya jika masih masuk angin atau flu.   Yang penting, ikuti saja petunjuk minum "Tolak Angin" yang dibikin   Pak Irwan.  Pasti aman.  

Memang pernah aku baca, perusahaan Empire International, distributor Tolak Angin di Amerika Serikat sempat memberi label Prop 65 untuk Tolak Angin. Itu peringatan bahwa suatu produk bisa mengakibatkan kanker dan gangguan pada rahim.  Tapi itu ternyata  sebuah kesalahan dan sudah diluruskan. Aman.

Oh ya, hampir lupa, tidak semua jenis pening bisa diatasi Tolak Angin. Misalnya, kalau pening karena lapar, solusinya adalah warteg terdekat. Bukan jamu Tolak Angin cair.

Begitulah arti penting Tolak Angin dalam hidupku, Felix Tani, petani mardijker, yang kerap pening kepala. Matur nuwun sanget lho, Pak Irwan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun