Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

3 Kisah "Perampasan" Hak Belajar Murid Sekolah

29 Juli 2018   21:56 Diperbarui: 1 Agustus 2018   10:03 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari di tahun 1971, kami murid-murid sebuah SD Negeri di punggung Bukit Barisan Tanah Batak, diwajibkan berangkat ke Parapat.  

Kata Kepala Sekolah, Pangeran Bernhard dari Negeri Belanda, negara penjajah Hindia Belanda dulu, hendak berkunjung ke Danau Toba. Kami diwajibkan hadir di Parapat untuk menyambut kedatangannya.

"Pangeran Bernhard datang naik helikopter," kata Pak Manurung, Kepala Sekolah, membuat kami bersemangat. Soalnya, tidak  seorangpun  dari kami yang pernah melihat helikopter. Inilah saatnya.

Berangkat ke Parapat naik truk, kami diturunkan  di sebuah areal lapangan golf.  Ternyata kami tidak sendiri. Semua murid sekolah yang ada di Parapat dan sekitarnya dikerahkan  untuk menyambut Pangeran Bernhard.

Bermodal bendera merah-putih dan merah-putih-biru kecil di tangan, kami semua bersiap dari pagi di lapangan golf itu. Tak seorangpun  yang tahu pukul berapa helikopter Pangeran Bernhard tiba.

Ketika perut kami sudah "kriuk-kriuk", dan itu berarti sudah lewat pukul 12 siang, barulah kami melihat dua titik hitam bergerak di udara di arah utara.

"Itu helikopternya! Helikopter!" anak-anak berteriak riuh-rendah. Tidak ada yang meneriakkan nama Pangeran Bernhard.  

Dan ketika dua helikopter itu mendarat di lapangan golf, kami lebih tertarik mengamati   capung besi itu, ketimbang Pangeran Bernhard. Lagi pula, dari kejauhan, kami tidak tahu mana Pangeran mana pengawalnya.

Begitulah. Hari itu kami kehilangan satu hari belajar demi menyambut Pangeran Bernhard. Dan kami pulang ke rumah memvawa cerita tentang helikopter.

Foto: supervba.com
Foto: supervba.com
***

Suatu hari di tahun 1985,  saya terbawa dalam rombongan Pak Atar Sibero, Dirjen PUOD Depdagri dan Pak Bambang Ismawan, Direktur Binaswadaya Jakarta, ke Desa Sidajaya, Subang Jawa Barat.

Tujuan rombongan itu untuk meresmikan proyek pompanisasi irigasi persawahan yang diprakarsai Binaswadaya di desa tersebut.  

Kebetulan saya terlibat dalam studi evaluasi proyek  pompanisasi itu. Pompa mengangkat air untuk irigasi dari Sungai Cipunagara, yang mengalir di bawah permukaan sawah.

Tapi ini bukan cerita tentang irigasi pompa. Ini cerita tentang murid-murid sekolah di Sidajaya.

Hari sudah tengah hari saat rombongan kami tiba di Sidajaya dan meluncur di jalan berdebu melewati sebuah komplek SD.  

Mengejutkan, sekaligus mengharukan, berbaris di tepi jalan depan SD itu adalah murid-murid yang menghormat kepada kami yang lewat dengan mobil. Pasti karena di dalam rombongan kami ada Pak Atar Sibero.

Kami melambaikan tangan pada murid-murid yang polos itu, yang bertahan menghormat pada kami dalam kepulan debu jalanan.  

Sepulang sekolah, murid-murid itu mungkin bercerita pada orangtuanya telah melihat seorang Dirjen tadi siang. Dan orangtuanya mungkin menasihati agar rajin belajar, supaya kelak bisa menjadi Dirjen.

Tapi yang jelas, hari itu murid-murid SD tersebut telah kehilangan satu hari belajar demi menghormati kunjungan Pak Dirjen PUOD.

***

Bulan Juli 2018 di Jakarta,  Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengumumkan peliburan 34 sekolah yang terdampak  oleh perhelatan Asian Games, selama 21-31 Agustus. Tujuannya untuk memastikan Asian Games berjalan lancar.

Kata Gubernur, keputusan peliburan itu sudah melalui kajian matang. (Sebaliknya di Palembang yang juga ketempatan Asian Games, sekolah berjalan seperti biasa).

Sekolah-sekolah yang diliburkan berada  di kawasan Wisma Atlet Kemayoran dan di jalur menuju venue pertandingan. Selama diliburkan, para murid wajib diberi tugas rumah oleh guru-guru mereka.

Menurut Wagub Jakarta Sandiaga ada kemungkinan jumlah sekolah yang diliburkan akan bertambah. Mengingat GOR Bulungan juga ditencanakan menjadi venue pertandingan.

Murid-murid dari 35 sekolah itu mungkin sudah diberitahu mereka diliburkan demi menjamin kelancaran pergerakan para atlet pergi-pulang ke/dari venue pertandingan.

Satu hal yang pasti,  mereka akan kehilangan  9 hari hari belajar, demi kenyamanan para atlet Asian Games lalu-lalang di jalanan.

***

Tiga cerita kecil di atas pada intinya adalah cerita tentang eksploitasi murid-murid sekolah.  Terjadi berulang dari tahun 1971 hingga 47 tahun kemudian.

Begitu mudahnya penguasa merampas hak belajar para murid untuk keperluan yang tak bersangkut-paut dengan pendidikan secara langsung.

Memang dalam struktur kekuasaan, murid sekolah tergolong sebagai lapis bawah. Makanya, mereka sangat mudah dimobilisasi atau dieksploitasi untuk mendukung kepentingan penguasa.

Sejatinya tugas murid adalah belajar, dan itu sekaligus haknya yang tak boleh dikebiri untuk keperluan non-pendidikan.

Karena itu saya, Felix Tani, petani mardijker, menyerukan "hentikan eksploitasi murid sekolah".***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun