Mengapa sangat buruk? Karena, pertama, putusan Anies dan Sandiaga itu sebenarnya tidak perlu, andai dari halte ke sisi jalan dibuat jalur conblock. Â
Kedua, putusan-putusan itu menimbulkan konsekuensi biaya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena berangkat dari kesalahan kerja yang tak perlu.
Kasus ini menampakkan indikasi keamburadulan manajemen penggunaan anggaran oleh gubernur dan wagub. Tidak terencana dan tidak efisien. Dengan kata lain, boros, untuk tidak mengatakan bocor.
Indikasi serupa terbaca juga pada kasus pewaringan Kali Item yang bersifat temporer, karena bukan solusi untuk sumber pencemaran. Â
Atau pada rencana Anies membongkar JPO Bundaran HI, hanya karena menghalangi pandangan ke patung Monumen Selamat Datang. (Kenapa gak dibiutifikasi aja, kan hobi).
Atau pada ujaran Anies yang tak mempermasalahkan warga menginjak-injak rumput lapangan Monas sampai mati, karena bisa ditanam lagi. Â
Kalau sudah begitu, apakah bisa mengharapkan kemajuan Jakarta di bawah kekuasaan "matahati kembar" yang tak koordinatif, boros anggaran, dan terperangkap dalam pola hubungan rivalry laten?
Saya, Felix Tani, petani mardijker, skeptis pada janji "maju kotanya bahagia warganya".***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H