Suatu hari di tahun 1968, bersama nenek dan ayah, saya menyambangi kerabat di kampung Silosung, Tapanuli Utara. Kampung itu berada di sebuah teluk kecil di pantai luar-timur Danau Toba. Â
Garis pantai luar-timur Danau Toba umumnya sangat curam. Elevasinya bisa sampai 90 derajat.  Untuk mencapai Silosung, kami harus menuruni jalan setapak pada tebing dengan kecuraman sekitar  70 derajat sepanjang  kurang-lebih  100-an meter. Â
Berada di lokasi sulit semacam itu, bisalah dipahami, jika pelayaran dengan kapal danau menjadi satu-satunya moda transportasi yang paling efisien  untuk warga Silosung.
Hal itu  juga berlaju bagi warga kampung tetangganya yang tergabung dalam Desa Sirungkungon. Serta bagi warga  kampung-kampung lainnya di garis pantai Danau Toba.
Muatan Berlebih dan Absennya Pengawasan
Tiba di  Silosung, kami  masuk ke dalam rumah kerabat.  Nenek langsung  menabur  beras di atas kepala nyonya rumah, Namboru (bibi, tante) saya. Itu  boras si pir ni tondi (beras penguat ruh). Tanda syukur karena Namboru telah lepas dari mara bahaya.
Ya, Namboru  adalah salah seorang survivor. Salah seorang penumpang yang selamat dari  karamnya  sebuah kapal danau pada suatu hari Sabtu  di tahun 1968. Kapal danau itu sedang dalam pelayaran menuju onan (pasar), kalau tak salah ingat,  Tigaraja, Parapat. Â
Kapal  kayu itu berkuran sedang, bikinan pandai kayu lokal. Menurut Namboru usia kapal sudah terbilang tua.  Kelengkapan alat navigasi dan alat keselamatannya  tidak ada.
Hari masih pagi buta ketika kapal tua itu melaju menuju Tigaraja.  Kapal penuh dengan penumpang, termasuk Namboru.  Sarat pula dengan muatan ragam hasil bumi dan ternak,  bertumpuk  hingga ke atap kapal. Â
Pemandangan "biasa" sebenarnya. Â Sebab saat berangkat ke onan, warga kampung-kampung pesisir Danau Toba lazim membawa hasil bumi dan ternak kecil seperti babi dan unggas untuk dijual di pasar. Â
Nanti hasil penjualannya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok selama seminggu. Â Seperti garam, gula, ikan asin, dan tembakau. Â Atau perlengkapan dapur semisal ember, cangkir, piring, gelas, dan sendok. Â Atau alat pertanian seperti parang, cangkul, tajak, dan sabit.