Maka jangan heran kalau ada sesuatu faham radikalisme menyusup ke kampus langsung mendapat sambutan dari mahasiswa yang jenuh dengan proses fabrikasi atas diri mereka. Itu memang "mahasiswa banget". Menjadi masalah kemudian karena faham radikalisme yang merasuk itu dari jenis "negatif", dalam arti anti-Pancasila dan anti-NKRI. Tapi mengapa kemudian harus menyalahkan mahasiswa dan atau dosennya? Mengapa tidak merevolusi sistem pendidikan tinggi kita untuk menangkal perkembangan radikalisme negatif?
Maksud saya, mengapa Menristekdikti hanya sekafar mau utak-atik kurikulum? Mengapa tidak berpikir untuk mengganti sistem pendidikan tinggi berpola fabrikasi manusia itu, dengan suatu sistem baru yang memerdekakan dan memfasilitasi dosen dan mahasiswa untuk mengoptimalkan potensi radikalisme positif dalam diri mereka? Dengan cara itu niscaya civitas kampus itu telah membentengi diri mereka sendiri dari pengaruh faham-faham radikalisme negatif yang selalu datang menggoda.
Bagaimana caranya membangun sistem pendidikan tinggi yang memfasilitasi pertumbuhan bibit radikalisme positif mahasiswa, silahkan Pak Menristekdikti tanyakan kepada para staf ahlinya yang sudah pasti sangat mumpuni.
Jangan tanya saya, Felix Tani, petani mardijker!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H