Targetnya untuk membentuk generasi yang sehat reproduksi, baik biologis maupun psikologis dan sosiologis. Sehingga kelak tumbuh menjadi generasi yang hebat dalam produksi.
Untuk itu, sudah pasti, diperlukan revisi terhadap kurikulum pendidikan SD sampai SMA. Masalahnya kurikulum tersebut bias produksi, dalam arti bertendensi mencetak generasi berorientasi kehebatan produksi. Sedangkan orientasi kesehatan reproduksi nyaris tak terbaca di situ.
Karena itu, setiap tahun ajaran baru orangtua berjuang agar anaknya masuk sekolah terbaik. Tujuannya hanya satu. Agar anaknya kelak bisa kuliah di Perguruan Tinggi terbaik. Dan akhirnya mendapat pekerjaan terbaik.
Pertanyaannya, mungkinkah membentuk sebuah generasi yang hebat di bidang produksi, tanpa dasar kesehatan reproduksi?
Jawabannya pendek: “Mustahil!”
Karena itu sekolah, atau dunia pendidikan umumnya, harus menempatkan aspek reproduktivitas dan produktivitas secara setara.
Dengan begitu, barulah sekolah dapat membentuk generasi yang sehat reproduksi dan hebat produksi.
Tentu saja ini pekerjaan rumah untuk semua. Tapi secara khusus BKKBN dan Kemendikbud harus tampil di depan.
Sasaran besar kita: “Sehat reproduksi, hebat produksi!” Atau, “Reproduksi sehat, produksi hebat!” Mana suka saja. (*)