Alhasil, kini, terjadi ketimpangan pembangunan bidang reproduksi dan produksi. Kondisi reproduksi ada di belakang produksi.Â
Bidang produksi digenjot terus. Tapi bidang yang menjadi syaratnya, Â reproduksi, kurang mendapat perhatian.Â
Satu hal dilupakan, peningkatan produktivitas kita kini sebenarnya sudah mencapai titik jenuh. Karena tak mendapat dukungan optimal dari reproduktivitas. Sebab kondisi dan kinerja reproduksi kita terbelakang.
Idealnya kondisi dan kinerja reproduksi setara dengan produksi. Ringkasnya, reproduksi harus sehat. Dengan begitu, dia bisa memberi dukungan optimal, untuk mewujudkan produksi yang hebat.
Di situlah letak perlunya pengarus-utamaan kesehatan reproduksi dalam pembangunan nasional.
Meluruskan Dua Bias Kesehatan Reproduksi
Sudah disepakati, kesehatan reproduksi merujuk pada suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, dan prosesnya. Batasan ini sama berlaku untuk perempuan dan laki-laki.
Tapi, beda dari batasan, faktual kesehatan reproduksi itu mengandung dua bias mendasar.
Pertama, bias fisik atau biologis. Dalam prakteknya, program kesehatan reproduksi lebih dititik-beratkan pada kesehatan alat reproduksi manusia.Â
Padahal kesehatan reproduksi juga mencakup aspek psikologis dan sosiologis, mental dan moral atau nilai-nilai sosial.
Ambil contoh sederhana, pengasuhan anak. Ini proses penempaan mentalitas sekaligus penanaman nilai-nilai sosial atau moralitas. Aspek ini kurang mendapat perhatian dalam program kesehatan reproduksi.