Sebuah tulisan lazimnya mengandung dua jenis fakta: Â yang tersaji atau tersurat, dan yang tersembunyi atau tak tersurat.
Fakta tak tersurat itu bersembunyi di belakang fakta tersurat. Butuh sedikit saja kecerdasan khusus untuk dapat membacanya.
Saya akan ambil artikel Pak Tjiptadinata Efendi, "Inikah yang Kita Kejar dalam Hidup?" (K.12.07.2016), sebagai contoh untuk menjelaskan soal tersebut.
Kebetulan artikel itu jugalah yang memicu saya untuk membahas masalah ini.
Artikel Pak Tjip pada intinya mengungkap daya rusak uang (kekayaan) terhadap ikatan persahabatan yang sudah dibuhul sejak kecil (miskin).Â
Lalu ada satu komentar kritis dari Pak A begini: "Seperti biasa saya akan berkomentar secara negatif ... Sebelum Anda memperoleh FAKTA sebenarnya mengenai penyebab sebenarnya dari perubahan sikap sahabat yang menunjukkan kesan seakan-akan ia melupakan janji 'masa kecil'nya, seyogianya Anda tidak menghakiminya dengan "extreme prejudice" begitu karena faktor "X" dalam hidup ini sangat banyak yang TIDAK kita ketahui daripada yang kita sangka ketahui berdasarkan "ukuran baju" kita sendiri. ..."
Sebelum Pak Tjip membalas komentar itu, Pak F sudah keburu nimbrung: "... kritik yang bagus. Tapi, menyimak ceritanya, saya berpikir Pak Tjip pasti tahu apa itu "Faktor X". Tapi dia tidak mengungkapkannya karena pertimbangan etika. ..."Â Pak Tjip mengamini komentar Pak F ini.
Kemudian kepada Pak A dia berujar: "Terima kash kritikannya ... Ada hal hal yang patut disebutkan dalam menampilkan cuplikan biogarafi hidup kita sendiri. Â Namun hal-hal yang mengacu atau mengarah atau memberikan petunjuk siapa sosok yang saya maksudkan, tentu tidak etis bila semua saya paparkan disini. Yang penting bukan siapa sosok tersebut dan mengapa, tetapi terlebih pesan moralnya adalah bahwa uang dapat mengubah hati orang. ..."
Kritik Pak A tidak salah, walau sebenarnya tak diarahkan pada gagasan pokok artikel Pak Tjip. Itu khas kritik positivistik, yang selalu mempertanyakan bukti terukur yang valid. Dia mempertanyakan Faktor X yang membuat Adi, teman Pak Tjip, memutus tali persahabatan.
Pak A hanya membaca apa yang tersurat, sesuatu yang positif tersaji. Maka tak bisa lain, kritiknya ya begitulah.
Padahal kalau Pak A berusaha membaca yang tak tersurat di artikel itu, dia pasti bisa menangkap gambaran Faktor X yang dipertanyakannya.