Kebijakan THR ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling. Masalahnya ada delapan orang tenaga kontrak di unit kerja saya. Penghasilan mereka tak seberapa. Sehingga, bagi mereka, sedikit THR adalah rejeki besar yang dapat meringankan langkah dan memekarkan senyum menyambut Idul Fitri.
“Mereka harus mendapat THR, berapapun jumlahnya. Tapi bagaimana caranya?” Saya berkonsultasi pada tiga orang staf senior saya. Semua diam, saling berpandangan, seolah otak sudah buntu.
“Bagaimana kalau kita terapkan zakat profesi, Pak,” tiba-tiba salah seorang staf saya memberi saran solusi, memecah kebuntuan. “Apa itu zakat profesi,” tanya saya, bingung, baru dengar istilah itu.
Lantas staf saya menjelaskan apa itu zakat profesi. Saya tak yakin paham akan penjelasannya. Saya juga tak yakin penjelasannya benar atau tidak. Yang saya tangkap adalah intinya, yaitu menyisihkan sebagian pendapatan dari profesi kita untuk mereka yang sedang berkekurangan.
Saya pikir, itu dia solusinya. Staf lainnya juga setuju. Itu sangat mengharukan, sekaligus mengagumkan. Karena saya tahu persis, di tengah kondisi keuangan perusahaan yang sulit, pendapatan mereka, seperti saya juga, sebenarnya serba pas-pasan.
“Apakah saya boleh ikut memberikan zakat profesi untuk keperluan THR?” Saya bertanya pada staf saya, takut kesalahan.
“Boleh Pak. Asalkan ikhlas,” jawab staf saya dengan raut muka sedikit heran. “Tapi, apakah agama bapak membolehkan?” Dia bertanya lanjut. Saya jadi mengerti keheranannya.
“Oh, boleh,” jawab saya tanpa menjelaskan lebih lanjut. Saya tahu, dalam agama Nasrani ada istilah perpuluhan, menyisihkan 10% pendapatan untuk disumbangkan bagi sesama yang berkekurangan.
Tapi saya tak menjelaskan dalil perpuluhan ini. Selain itu tak penting, saya sendiri juga tak paham bagaimana formulanya. Yang penting, keikhlasan.
Singkat cerita, sejumlah zakat profesi untuk dana THR akhirnya terkumpul. Setiap staf tetap, termasuk saya, memberikan zakat profesinya. Jumlahnya, menurut staf saya yang puny ide itu, tak sesuai rumus. “Rumusnya keikhlasan saja,” katanya seolah meminta permakluman.
Saya sungguh tak paham apakah memberikan zakat profesi untuk THR itu benar atau salah, terutama berkenaan dengan saya yang Katolik. Saya hanya berpegang pada dalil staf saya, “keikhlasan”. Agar apa yang kita berikan, menjadi sumber kegembiraan bagi yang menerima.