Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Katolik, Saya Berzakat

28 Juni 2016   13:49 Diperbarui: 29 Juni 2016   14:09 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebijakan THR ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling.  Masalahnya ada  delapan orang tenaga kontrak di unit kerja saya.  Penghasilan mereka tak seberapa.  Sehingga, bagi mereka,  sedikit THR adalah rejeki besar yang dapat meringankan langkah dan memekarkan senyum menyambut Idul Fitri.

“Mereka harus mendapat THR, berapapun jumlahnya.  Tapi bagaimana caranya?”  Saya berkonsultasi pada tiga orang staf senior saya.  Semua diam, saling berpandangan, seolah otak sudah buntu.

“Bagaimana kalau kita terapkan zakat profesi, Pak,” tiba-tiba salah seorang staf saya memberi saran solusi, memecah kebuntuan.  “Apa itu zakat profesi,” tanya saya, bingung, baru dengar istilah itu.

Lantas staf saya menjelaskan apa itu zakat profesi.  Saya tak yakin paham akan penjelasannya.  Saya juga tak yakin penjelasannya benar atau tidak.  Yang saya tangkap adalah intinya, yaitu menyisihkan sebagian pendapatan dari profesi kita untuk mereka yang sedang  berkekurangan.

Saya pikir, itu dia solusinya.  Staf lainnya juga setuju.  Itu sangat mengharukan, sekaligus mengagumkan.  Karena saya tahu persis, di tengah kondisi keuangan perusahaan yang sulit, pendapatan mereka, seperti saya juga, sebenarnya serba pas-pasan.

“Apakah saya boleh ikut memberikan zakat profesi untuk keperluan THR?”  Saya bertanya pada staf saya, takut kesalahan.

“Boleh Pak.  Asalkan ikhlas,” jawab staf saya dengan raut muka sedikit heran.  “Tapi, apakah agama bapak membolehkan?” Dia bertanya lanjut.  Saya jadi mengerti keheranannya.

“Oh, boleh,” jawab saya tanpa menjelaskan lebih lanjut.  Saya tahu, dalam agama Nasrani ada istilah perpuluhan, menyisihkan 10% pendapatan untuk disumbangkan bagi sesama yang berkekurangan. 

Tapi saya tak menjelaskan dalil perpuluhan  ini.  Selain itu tak penting, saya sendiri juga tak paham bagaimana formulanya.  Yang penting, keikhlasan.

Singkat cerita, sejumlah zakat profesi untuk dana THR akhirnya terkumpul.  Setiap staf tetap, termasuk saya, memberikan zakat profesinya.  Jumlahnya, menurut staf saya yang puny ide itu, tak sesuai rumus.  “Rumusnya keikhlasan saja,” katanya seolah meminta permakluman.

Saya sungguh tak paham apakah memberikan zakat profesi untuk THR itu benar atau salah, terutama berkenaan dengan saya yang Katolik.  Saya hanya berpegang pada dalil staf saya, “keikhlasan”.  Agar apa yang kita berikan, menjadi sumber kegembiraan bagi yang menerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun