Perhatikan frasa “agar tak tertipu memilih Ahok yang tak bersih KKN”. Bukankah itu motif yang sangat terpuji? Sebab, pada akhirnya, jika mereka tak menemukan satu pun fakta positif (secara hukum) untuk menyimpulkan “Ahok tak bersih KKN”, maka sejatinya tak ada alasan obyektif apapun bagi mereka untuk menolak Ahok sebagai calon gubernur atau gubernur.
Klimaks dukungan barisan Anti-Ahok kepada Ahok sebagai calon gubernur adalah ketika pada akhirnya mereka tiba pada tahap “jenuh” (redundant), karena setelah berjuang sekian lama, ternyata tidak menemukan satu pun fakta positif yang membongkar kepalsuan klaim “Ahok bersih”. Tegasnya, satu fakta positif tentang KKN Ahok, yang kemudian menjadi fakta hukum entah di KPK ataupun Bareskrim/Kejaksaan.
Mengapa itu disebut klimaks dukungan? Karena kegagalan menunjukkan kepalsuan klaim “Ahok bersih” oleh barisan Anti-Ahok, pada hakekatnya adalah pembuktian terkuat terhadap kebenaran klaim itu.
Jika situasi seperti itu tercapai, maka sesungguhnya upaya verfikasi “Ahok bersih” oleh barisan Pro-Ahok tak diperlukan lagi.
Dengan jalan pikiran seperti itu, selayaknya jika upaya falsifikasi klaim “Ahok bersih” oleh barisan Anti-Ahok didukung sepenuhnya.
Pada waktunya nanti, jika upaya falsifikasi itu tak menemukan fakta “palsu”, rakyat DKI Jakarta harus berterimakasih kepada mereka. Sebab, berkat mereka, rakyat DKI Jakarta telah menemukan seorang calon gubernur atau gubernur yang bersih dari KKN pada sosok Ahok.(*)
[NO TEXT-LITTERING, PLEASE]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H