Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menertawakan Inkonsistensi Sendiri

27 April 2016   08:38 Diperbarui: 27 April 2016   10:18 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda lagi dengan Soeharjo, temanku yang satu lagi.  Dia keberatan dipanggil Yo, menurut pelafalan van Ophuijsen.  Dia minta dipanggil Jo, seturut pelafalan EYD.  Lha, tapi suku pertama namanya kok “Soe-“, ya.

Tapi tawaku mendadak terhenti.   Soalnya, terasa, aku selayaknya sedang menertawakan diri sendiri.  

Menertawakan diri sendiri?  Ya, karena tersadar, aku juga mengidap banyak inkonsistensi  dalam perilaku sosial.

Contohnya.   Aku mengaku menerima Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai dasar berbangsa dan bernegara.  Tapi enggan menerima tokoh dari luar etnisku atau agamaku untuk menjadi bupati, gubernur, atau presiden.

Contoh lainnya. Aku menista para pejabat korup hingga ke tulang sumsum.  Tapi, sambil aku juga tetap korupsi, sekurangnya korupsi waktu, atau korupsi informasi kepada atasan, alias “Asal Bapak Senang”.

Lagi, contoh.  Aku  meyakini setiap orang selalu punya sisi gelap dan sisi terang dalam hidupnya.  Tetapi aku memperlakukan seorang calon gubernur, misalnya saja, sebagai sosok yang sepenuhnya gelap.  Atau sebaliknya sebagai sosok yang sepenuhnya terang.

Masih ada lagi.  Aku suka membawa-bawa masa lalu ke masa kini.  Misalnya,  mengritik pemerintah masa kini berdasar pengalaman pemerintah masa lalu.  

Intinya, kerap kali pikiran dan hatiku tidak konsisten. Kerap kali mata, telinga, dan mulutku tak konsisten.  

Kesimpulannya, aku sebenarnya mengidap perilaku munafik yang laten. Dengan kesimpulan ini, maka aku berhenti menertawakan “ROEMAH KULINER”, “Sutedjo”, dan “Soeharjo”.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun