Ricky percaya, bukan orang lain yang akan menentukan apakah dirinya akan berguna atau tidak di Indonesia, tapi dirinya sendiri. Dalam sebuah puisi berjudul “Saya Merasa Bersalah” a yang sungguh mengetarkan, dia menulis dengan keyakinan penuh “…saya adalah tokoh utama dari hidup saya dengan penulis skenario Sang Maha Guru ..”.
Tuhan, Sang Maha Guru itu selalu menulis “skenario hidup berguna” untuk setiap individu umatNya, tak terkecuali untuk Ricky. Dengan religiositasnya, Ricky percaya, dia hanya menjalankan skenario yang dituliskan Tuhan untuknya.
Tak perduli dia soal fasilitas yang tak memadai. Dia adalah manusia Minang yang khas pemecah masalah, dengan filosofi “indak ado kayu, janjang dikapiang”.
Maka pertanyaannya bagi Ricky berubah menjadi “Bagaimana aku bisa berguna untuk Indonesia?” Ricky sendirilah yang kemudian menjawabnya, bukan dengan kata-kata melainkan dengan tindakan.
Tindakan berupa pendidikan, riset, dan pengembangan listrik berbasis energi angin di padepokan LAN Ciheras. Serta tindakan berupa pengabdian membangun hamparan-hamparan Taman Listrik Tenaga Angin bersama warga desa-desa terpencil di Pulau Sumba. Itulah jawaban yang membuktikan betapa bergunanya seorang Ricky bagi kemajuan bangsa dan negara ini.
Dari padepokan LAN, melalui proses pendidikan informal, sampai sekarang Ricky telah membantu seribuan anak muda untuk keluar dari “zona nyaman”, untuk menjadi “penyimpang-penyimpang sosial” baru yang humanis dan progresif. Ricky membagikan ilmu-pengetahuan listrik tenaga angin kepada mereka, dengan harapan mereka akan menyebar ke berbagai penjuru nusantara, untuk mengamalkan ilmu-pengetahuannya bagi kemaslahatan masyarakat.
Tapi bukan hanya ilmu-pengetahuan. Lebih penting dari itu, Ricky menularkan semangat humanismenya, untuk meyakinkan para anak muda itu, bahwa manusia Indonesia mampu menentukan nasib dan memajukan diri sendiri dengan kemampuan sendiri. Inilah hakekat pendidikan sejatinya. Memanusiakan manusia dengan menjadikannya kreatif dan mandiri.
Tidak hanya di padepokan LAN, Ricky juga rajin menyambangi ratusan sekolah dan perguruan tinggi di seantero negeri, untuk menularkan semangat yang sama kepada para anak muda, pengemban masa depan bangsa ini.
Di pedesaan Sumba, humanisme Ricky diamalkan melalui penegakan prinsip “listrik demi kemanusiaan”, dengan membangun Taman-Taman Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Bukan membangun sendirian, tetapi membangun bersama masyarakat setempat. Sehingga masyarakat desa-desa Kemanggih, Palindi, dan Tanarara lebih memiliki harga diri dan kebanggaan, bahwa mereka bisa menyediakan dan mengurus sendiri kebutuhan listriknya.
Listrik akan meningkatkan harkat kemanusiaan warga desa itu. Karena dengan listrik mereka bisa meraih kebaikan-kebaikan hidup, yang sebelumnya tak terbayangkan. Senyum warga tiga desa itu kini lebih lebar.
Sudah pasti Ricky tidak puas dengan tiga desa saja. Dia sudah bertemu dengan Sudirman Said, Menteri ESDM, yang sangat terkesan menyaksikan koreografi “Penari Langit” di Bumi Marapu Sumba. Atas permintaan Pak Menteri, seperti dikatakannya dalam akun facebook (11/4/2015), dia menyanggupi untuk membangun TLTA di 1,700 “titik gelap” (blank point) Indonesia yang tak terjangkau PLN.