Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Jokowi, Jangan Rumahkan Penjaga Hutan Terakhir

2 November 2015   18:03 Diperbarui: 2 November 2015   20:37 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi, kalau boleh usul Pak Presiden, tolong jangan rumahkan komunitas SAD di pemukiman menetap.

Alasannya, program yang dulu dikenal sebagai “resettlement” atau “pemukiman kembali” itu, bias faham dualisme atau modernisme. Faham itu menganggap komunitas SAD itu tak punya pola mukim. Mereka dianggap “berkeliaran” di hutan sana.

Para modernis itu melihat kemajuan sebagai sebuah proses tunggal dan linear. Tahapannya, terkait pola mukim, bergerak dari “pemukiman berpindah di hutan” ke “pemukiman menetap di desa” sampai ke “pemukiman menetap di kota”.

Bagi penganut faham modernis, tinggal berpindah-pindah di hutan berarti tradisional, terbelakang dan miskin. Sedangkan tinggal menetap di desa/kota berarti modern, maju dan kaya.

Berdasar cara pandang itu, dulu komunitas peladang berpindah di Sumatera dan Kalimantan, melalui program resettlement, pernah dipindah pemerintah ke rumah-rumah di pemukiman menetap di pinggir hutan?

Tapi apa yang kemudian terjadi? Mereka mengalami “kemiskinan” di rumah-rumah “pemberian” pemerintah itu. Lalu akhirnya kembali lagi ke “hutan”, ke dalam rumah sejatinya, tempat mereka mengalami “kekayaan” yang sesungguhnya.

Lalu, dengan usulan ini, apakah saya “anti-pembangunan”? Tidak! Saya hanya mencoba berpikir di luar kotak. Bahwa jalur kemajuan itu tidak bersifat tunggal seperti yang dipikirkan kaum modernis, termasuk Presiden Jokowi.

Komunitas SAD bisa berkembang lebih maju tanpa harus dipindah ke pemukiman menetap untuk bertani menetap di situ. Mereka bisa lebih berkembang dan maju sebagai “penjaga kelestarian hutan” di dalam rumah mereka sendiri yaitu di hutan.

Maka, kebijakan dan program yang perlu dikembangkan adalah pengembangan sistem sosial, termasuk pola mukim, komunitas SAD di hutan. Khususnya dalam konteks peran besarnya sebagai “pelestari sejati” sumberdaya hutan.

Dalam rangka itu, potensi “nilai budaya kehutanan” dan “struktur sosial kehutanan” pada komunitas SAD harus dilihat sebagai potensi modal sosial-budaya kreatif. Itulah yang harus didaya-gunakan, sebagai inti kekuatan komunitas SAD menuju kemajuan dan kesejahtera.

Bagaimana persisnya kebijakan dan program pendaya-gunaan tersebut? Mari kita duduk bersama merumuskannya dengan komunitas SAD. Jangan cuma ngomong di Jakarta.(*)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun