Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Jokowi, Jangan Rumahkan Penjaga Hutan Terakhir

2 November 2015   18:03 Diperbarui: 2 November 2015   20:37 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengusaha perkebunan dan hutan, penganut faham dualisme paling fanatik, akan menjadi pihak yang paling bergembira jika komunitas SAD dirumahkan.

Bagi entitas bisnis tersebut, manusia sah mengeksploitasi hutan, untuk mendapatkan surplus darinya. Maka bagi mereka paling baik kalau tak ada komunitas SAD di dalam hutan. Soalnya keberadaan mereka akan menyulitkan aksi para kapitalis itu untuk menguras sumberdaya hutan.

Jadi lihatlah, dengan gagasan merumahkan komunitas SAD, apakah Presiden Jokowi sungguh berpihak kepada kepentingan komunitas itu?

Jawabnya, menurut saya, “Tidak!” Tindakan merumahkan komunitas SAD adalah pemihakan kepada kapitalis kebun/hutan. Merumahkan komunitas SAD berarti membuka pintu masuk bagi pebisnis hutan untuk mengeksploitasi hutan.

Jika kapitalis perkebunan/kehutanan masuk hutan, maka jangan pernah berharap hutan akan lestari. Bagi entitas ini, yang penting bukan kelestarian hutan, melainkan kelestarian bisnis. Tak soal jika itu harus memusnahkan hutan.

Kita bisa melihat bencana asap dari perspektif dualisme kapitalis dan monisme komunitas SAD itu. Bagi kapitalis perkebunan, api adalah alat produksi yang sangat efisien dalam proses pembukaan lahan skala luas, karena memungkinkan perolehan surplus lebih besar.

Karena itu menurut para kapitalis perkebunan tersebut, “Gunakanlah sumberdaya api seluas mungkin.” Soal asap? “Emangnya gue pikirin?”

Sebaliknya bagi komunitas SAD, api adalah “sahabat” yang membantu pembukaan ladang berpindah dalam skala subsisten. Api digunakan secara terkendali, sehingga tak bakal berujung “bencana asap”.

Dulu komunitas peladang berpindah di Sumatera dan Kalimantan, seperti komunitas SAD itu, pernah dipersalahkan sebagai penyebab bencana asap. Tapi kemudian terbukti, komunitas itu cuma dikambing-hitamkan. Karena “kambing” yang sebenarnya adalah entitas bisnis perkebunan.

Jadi, tindakan merumahkan komunitas SAD, juga komunitas-komunitas setipe lainnya di Sumatera dan Kalimantan, menurut hemat saya justru bertentangan dengan kebijakan dan program-program anti-asap dari Presiden Jokowi.

Merumahkan para pelestari hutan terakhir di bumi Indonesia itu, berarti mengundang para “produsen asap” untuk masuk hutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun