Lalu, mendahului kendaraan lain harus dari jalur kanan, bukan dari bahu jalan, yang dikhususkan bagi kendaraan mogok atau bermasalah. Berhenti hanya di rest area, kecuali keadaan darurat. Memastikan tekanan angin ban sesuai standar, dan muatan kendaran tak melampaui batas maksimum.
Masalah cultural lag terjadi ketika pengemudi memasuki tol Cipali dengan pola pikir tradisional, yang terbawa dari perilaku berkendara di jalan non-tol, misalnya jalur konvensional pantai utara. Dalam pola pikir tradisional ini, tak ada aturan baku yang wajib dipatuhi. Kecepatan, jarak antar kendaraan, cara mendahului kendaraan, posisi berhenti, dan muatan kendaraan semua serba "seenak perut sendiri".
Maka, ketika seorang pengendara berpola pikir tradisional memasuki jalur tol, ia akan terkena sindrom "rusa masuk kampung", slanang-slonong sana-sini, menabrak semua aturan atau etika berkendara di jalur tol, baik saat kepadatan lalu-lintas rendah mau pun tinggi. Inilah gejala nyata cultural lag yang tidak saja membahayakan diri sendiri, tetapi juga pengendara lain.
Perilaku memacu kendaraan di atas 100 km/jam juga termasuk salah satu bentuk sindrom "rusa masuk kampung". Di tol Cipali yang lurus dan mulus, kecepatan 120 km/jam bisa menimbulkan efek "buaian" yang membawa kantuk. Harusnya, jika mengantuk, pilihannya adalah masuk rest area untuk tidur sejenak.
Tapi si "rusa masuk kampung" lebih memperturutkan hati untuk berlari terus. Walau tak selalu terjadi, mengantuk di belakang setir pada kecepatan 120 km/jam tentu bisa mengantar mobil ke pantat truk atau tengah sawah. Upahnya, mungkin, "cuti" di rumah sakit atau bahkan "pensiun" di kapling mini "rumah masa depan".
Â
Fallacy of Composition
Fallacy of composition atau "kekeliruan karena komposisi" adalah konsep ekonomi untuk menjelaskan apa yang baik di aras individu atau mikro belum tentu baik di aras kelompok atau makro. Ini merupakan bentuk sesat pikir yang menyebabkan keputusan individual menjadi tindakan mudarat, karena keputusan serupa ternyata dilakukan banyak orang juga pada saat bersamaan.
Dalam kasus mudik lewat tol Cipali, keputusan individual untuk berangkat dari Jakarta selepas sahur Rabu 15 Juli 2015 yang lalu tampaknya cerdas. Asumsinya belum banyak orang yang bergerak mudik pada titik waktu yang sama.
Tapi ternyata banyak orang yang berpikir serupa pada waktu bersamaan. Akibatnya tol Cipali padat dan gerbang masuk di Cikopo serta gerbang keluar di Palimanan macet hingga belasan kilometer. Kepadatan dan kemacetan seperti itu jelas menjadikan perjalanan tidak nyaman.
Untuk menghindari ketaknyamanan akibat masalah fallacy of composition semacam itu, ada baiknya mempelajari pola arus mudik dan balik-mudik. Misalnya dengan cara survei informal. Tanyakan pada setidaknya 30 orang yang mudik menggunakan kendaraan pribadi, kapan berangkat dan kapan pulang. Jika jawaban menumpuk pada satu tanggal tertentu, maka sangat mungkin itu bukan "hari baik" untuk bepergian. Sebaiknyan pilih tanggal lain yang paling sedikit peminatnya.
Â