Lifestyle prostitut ini, kalau bicara yang "kelas atas", lalu berjumbuh dengan lifestyle koruptor (juga kelas "atas"). Lifestyle prostitut memerlukan uang besar. Sementara koruptor memerlukan unusual sexual experiences, antara lain kencan semalam atau seminggu dengan seorang perempuan cantik, putih, mulus, lagi bahenol, sebagai bentuk status symbol untuk mengukuhkan lifestyle-nya. Di mana koruptor dapat memperolehnya, kalau bukan membeli dari seorang prostitut?
Pada titik jumbuh itu, terjadilah sinergi lifestyle antara prostitut dan koruptor. Keduanya saling-butuh dan saling-menguatkan. Maka, sebagai resultannya, terjadilah pelestarian tindakan prostitusi dan korupsi sebagai tindakan ekonomi illegal rasional.
Saya tak hendak menyimpulkan adanya hubungan interaktif yang bersifat dinamis antara prostitusi dan korupsi di negeri ini. Mungkinkah ada Kompasianer yang berminat menelitinya? Hipotesanya: prostitusi dan korupsi adalah dua tindakan sosial yang saling menguatkan. Dengan catatan, biaya risetnya bukan hasil dari kegiatan prostitusi atau korupsi. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI