Katakan sejujurnya walau sepahit apapun. Anda akan mempertanyakan nasihat ini kalau sudah membaca kisah konyol ini.
Suatu hari, di sebuah desa di sekitar pinggiran Danau Toba, Sumatera Utara, seorang mahasiswa semester akhir dari Perguruan Tinggi setempat, mewawancarai sepasang suami-isteri, dalam rangka penelitian untuk skripsi.
Semula wawancara berlangsung lancar, santai, penuh canda tawa, lengkap dengan sajian kopi dan singkong rebus yang maknyus. Sampai kemudian tiba pada nomor pertanyaan ini:
"Jawablah secara jujur, apakah Bapak/Ibu membeli pakaian dalam tujuh hari terakhir?"
"Tidak," jawab Sang Isteri dengan cepat. Sebagai bendahara tunggal keluarga, memang dialah yang tahu soal pengeluaran keluarga.
"Eh, ada," sela Sang Suami, "tiga hari yang lalu saya menjahitkan sepasang pakaian."Â Sang Suami menjawab dengan jujur, karena memang diminta agar menjawab secara jujur.
"Apaaa..!!!??? Kau berani jahit pakaian tanpa bilang-bilang sama aku!!??" Sang Isteri langsung meradang demi mendengar jawaban jujur Sang Suami.
"Berani-beraninya kau bohong sama aku, ya," lanjut Sang Isteri tanpa jeda. "Bilang tidak ada uang! Tidak ada uang! Kau tahu anak kita sampai mogok sekolah karena sudah tiga bulan tidak bayar SPP!? Eeeeh, ternyata diam-diam kau pakai duit untuk jait baju. Baah, bapak macam apa kau!? Suami macam apa kau!?" Sang Isteri menumpah-ruahkan kemarahannya persis rentetan tembakan senapan mesin.
Sang Suami yang mendadak merasa berdosa hanya bisa duduk mengkeret di kursi, pucat-pasi, persis murid SD Kelas 1 dimarahi gurunya.
"Ibu, maaf Ibu, sudah Ibu, bukan maksud saya ...," Sang Mahasiswa mencoba melerai.
"Eeh, diam kau anak muda, jangan ikut campur! Ini urusan keluarga," bentak Sang Isteri sengit.