Mohon tunggu...
Syarif Muzaki
Syarif Muzaki Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hope we always have a great day

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kain Tenun Sumba, Tren Kaum Milenial

2 Oktober 2020   00:06 Diperbarui: 2 Oktober 2020   00:16 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram: therealdisastr

[tulisan dan gambar saduran oleh : Ni Komang Yuli, Mahasiswa IPB angkatan 2019]

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang berlimpah. Inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat luar terhadap negara kita. 

Salah satu tujuan wisata yang menjadi destinasi bagi masyarakat negara kita maupun luar negeri adalah Sumba. Sumba terkenal akan kecantikan dan keindahan alamnya yang luar biasa.

Sumba merupakan sebuah pulau yang terletak di Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah sekitar 10.710 kilometer yang memiliki beragam tempat wisata yang menarik dikunjungi. 

Berdasarkan tren data pencarian yang dikeluarkan oleh Google Search, Sumba termasuk ke dalam tiga daerah tujuan wisata yang paling popular dan mengalami pertumbuhan yang cepat.

Salah satu tempat wisata yang menjadi tren bagi pengunjung untuk mendatanginya adalah Bukit Warinding. Bukit Warinding menjadi destinasi yang harus dikunjungi saat berada di Sumba. 

Bukit Warinding terletak di Desa Pambota Jara, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur. Keindahan lanskap hamparan padang savana ini mampu memanjakan mata kita. 

Selain Bukit Warinding, masih banyak tempat yang menjadi tujuan destinasi wisatawan ketika berkunjung ke Sumba. Tidak hanya menjadi destinasi wisata bagi para wisatawan, Sumba juga masih memegang erat kebudayaannya yang kental. Salah satu budayanya yang terkenal adalah kain tenun Sumba.

Kain tenun Sumba merupakan tenun ikat bukan tenun biasa. Tenun ikat  adalah kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami. 

Berbeda dengan songket yang motifnya hanya terlihat pada salah satu sisi kain, motif kain tenun ikat terlihat pada kedua sisi kainnya. Kain tenun Sumba menjadi identitas yang melekat pada budaya masyarakat Sumba. 

Proses pembuatan satu helai kain biasanya dilakukan oleh tiga sampai sepuluh orang. Pewarnaan benang untuk kain tenun Sumba bersumber dari bahan alami. 

Bahan yang digunakan antara lain akar mengkudu untuk warna merah, biru dari nila, cokelat dari lumpur, dan kuning dari kayu. Warna putih menjadi dasar benang dan kuning dari sogan kayu kuning. 

Bahan pewarna alami inilah yang sudah menjadi tradisi selama ribuan tahun dan yang membuat kain tenun itu unik serta diminati banyak orang.

Sumber: liputan6.com
Sumber: liputan6.com
Pembuatan kain tenun Sumba memakan waktu yang cukup lama. Pembuatan sehelai kain tenun Sumba itu sendiri dapat memakan waktu lebih dari 6 bulan bahkan ada yang  mencapai tiga tahun. 

Waktu yang lama ini disebabkan karena proses pembuatannya melalui 42 tahap mulai dari mencari kapas untuk bahan pembuatan benang, memintal kapas menjadi benang yang dilakukan secara manual (pahudur), pemintalan benang hingga berbentuk bola benang (kabukul), menata benang di alat tenun (pamening), pembuatan tenun ikat (karandi), pengikatan benang (hondu),merendam kumpulan benang yang telah diikat ke dalam pewarna alami (ngiling), pelepasan ikatan tali gewang (ketahu), memisahkan benang yang sudah direndam dan dikeringkan beberapa hari (wallahu), benang diatur sesuai dengan susunan yang benar untuk membentuk motif (pameirang), sebelum ditenun (tinu) benang memlalui proses kawu dan pawunang, dan setelah ditenun akan melalui proses kabakil yaitu merapikan ujung kain tenun ikatsupaya terikat kencang dan tidak terlepas. 

Cukup banyak bukan proses pembuatannya? Inilah yang menyebabkan pembuatan kain tenun sumba membutuhkan waktu yang lama. 

Tahapan lain yang membutuhkan waktu cukup lama adalah penyimpanan dalam keranjang tertutup untuk mematangkan warnanya. Pada tahap ini, kain dibiarkan dalam posisi tertidur dan penenun membiarkan 'alam' ikut berperan agar kain menjadi lebih indah.

Sumber: gerainusantara.com
Sumber: gerainusantara.com

Motif dari kain tenun sumba bermacam-macam, salah satunya yang paling terkenal adalah motif kuda. Motif kuda dalam kain tenun sumba melambangkan kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan karena kuda dianggap sebagai simbol harga diri bagi masyarakat Sumba. Kuda dianggap hampir sejajar dengan arwah nenek moyang masyarakat Sumba. 

Motif yang terkenal lainnya adalah ayam. Ayam dianggap selalu berjalan di depan dan menjadi teladan bagi anak-anaknya. Motif burung kakatua melambangkan persatuan karena perilaku burung kakatua yang terbang bersama-sama dianggap sebagai hal yang patut ditiru oleh masyarakat Sumba. 

Kain tenun sumba di samping didominasi oleh motif Mahang dan Habak. Motif Habak (motif di bagian tengah kain) memiliki simbol perempuan pekerja keras. 

Motif Mahang katinku tau (singa berkepala manusia) menyimbolkan kekuasaan. Motif ayam jantan dan kuda memberikan simbol persatuan dan kesatuan.

Kain tenun Sumba ini tidak hanya digunakan dalam keperluan sehari-hari oleh masyarakat sumba, melainkan juga untuk keperluan penyambutan kelahiran, perayaan pernikahan bahkan untuk pengantar orang yang sudah meninggal. 

Pemakaian kain tenun ini untuk orang yang sudah meninggal yaitu dengan cara membaluti seluruh tubuhnya dengan kain bermotif udang. Motif udang bermakna sebagai kebangkitan setelah kematian dan kehidupan abadi setelah keluar dari dunia fana. 

Sebagian masyarakat sumba juga bertumpu kepada kain tenun ini sebagai mata pencahariannya. Dengan membuat dan menjual kain tenun, mereka dapat menyekolahkan anaknya dan memberi makan keluarga.

Pembuatan kain tenun sumba ini biasanya dibuat oleh remaja perempuan dan ibu-ibu. Anak-anak berusia 8-10 tahun sudah mulai diajarkan membuat kain tenun agar mahir dalam membuatnya.

instagram: therealdisastr
instagram: therealdisastr

Saat ini, kain tenun Sumba semakin marak dipakai oleh masyarakat khususnya kaum milenial. Motif kain tenun Sumba yang unik dan bahannya yang berbeda dengan jenis kain yang lain berhasil menarik perhatian masyarakat. 

Selain itu, sekarang masyarakat lebih tertarik menggunakan pakaian yang berbahan dasar alami agar tidak merusak lingkungan. Bahkan sudah banyak pameran yang menampilkan kain tenun Sumba ini. 

Tahun 2017 kemarin, pameran kain tenun Sumba timur diselenggarakan oleh Dian Sastrowardoyo. Acara tersebut bertajuk ‘Lukamba Nduma Luri – benang yang memberi ruh, kain yang memberi hidup’. 

Harapan Dian Sastrowardoyo melalui acara yang telah dilaksanakan tersebut, masyarakat modern terutama di perkotaan bisa lebih mengapresiasi kain tenun Sumba. 

Tidak hanya di Indonesia, kain tenun Sumba juga melenggang sampai ke benua Eropa. Museum Basel di Swiss memiliki 5000 lembar kain tradisional di Indonesia dan 2000 di antaranya merupakan kain tenun Sumba. 

Kain tenun Sumba juga banyak dimiliki sejumlah kolektor dan museum di Belanda, Australia, dan Amerika Serikat. Hal ini dapat menjadi pembelajaran bagi bangsa kita untuk selalu melestarikan budaya kita. 

Budaya kita memiliki potensi yang tinggi untuk bersaing dengan negara lain dan juga dapat dijadikan salah satu komoditas untuk meningkatkan perekonomian negara. Yuk kita sama-sama lestarikan budaya kita!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun