Matahari baru saja muncul di ufuk timur Aceh. Langit berwarna biru cerah, dan suara ombak dari kejauhan terdengar seperti biasanya. Pagi itu, di tanggal 26 Desember 2004, semuanya penuh ketenangan.Â
Di sebuah desa kecil di tepi pantai, Zainab---seorang gadis remaja berusia 15 tahun---bersiap-siap pergi ke pasar bersama ibunya. Hari itu seperti hari-hari lainnya. Â
Namun, semua berubah dalam hitungan detik. Â
Tanah di bawah kaki mereka tiba-tiba berguncang keras. Pohon-pohon bergoyang seperti akan roboh, dan rumah-rumah mulai berderak. Zainab terhuyung-huyung, berusaha mencari pegangan. "Gempa!" teriak seseorang. Orang-orang berhamburan keluar rumah. Beberapa jatuh, lainnya berusaha membantu orang-orang terdekatnya. Â
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, gempa berhenti. Desa yang tadinya tenang kini porak poranda. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa gempa itu hanyalah awal dari mimpi buruk yang lebih besar. Â
Hanya selang beberapa menit setelah gempa, terdengar suara gemuruh dari arah laut. Orang-orang yang penasaran mulai mendekat ke pantai. Zainab ikut berjalan ke arah itu bersama teman-temannya. Namun, saat mereka tiba di tepi pantai, sesuatu yang aneh terlihat---air laut surut dengan cepat, seperti ditarik ke tengah. Dasar laut yang biasanya tersembunyi kini tampak jelas. Â
"Kok aneh ya, air lautnya surut?" tanya seorang teman Zainab dengan nada bingung. Â
Namun, sebelum ada yang sempat menjawab, terdengar teriakan dari kejauhan, "Lari! Tsunami datang!" Â
Zainab menoleh, dan pandangannya langsung tertuju pada gelombang raksasa yang bergerak cepat ke arah mereka. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang begitu besar, begitu menakutkan. Orang-orang mulai panik, berlari secepat mungkin menjauh dari pantai. Zainab menggenggam tangan adiknya yang lebih kecil dan berlari sekuat tenaga. Â
Namun, gelombang itu terlalu cepat. Dalam hitungan detik, air menghempas semuanya---rumah, pohon, dan orang-orang yang tidak sempat menyelamatkan diri. Â
Ketika Zainab sadar, ia menemukan dirinya terdampar di atas puing-puing. Ia basah kuyup, tubuhnya penuh luka, dan di sekelilingnya hanya ada air yang menggenang. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar isakan kecil dari beberapa orang yang selamat. Â