Mohon tunggu...
@Bapaksocio_
@Bapaksocio_ Mohon Tunggu... Penulis - Pengajar dan juga Pembelajar Aktif

Menyukai kajian seputar isu pendidikan, sosial, budaya, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bunga Rampai dari Kenduri Buku di Sukma Bangsa

6 Desember 2023   12:48 Diperbarui: 6 Desember 2023   12:51 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi penulis

PERINGATAN Hari Guru Nasional (HGN) yang ke-78  di Sekolah Sukma Bangsa Aceh, yang bertempat di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, berlangsung begitu meriah. Acara peringatan yang mengusung tema “Guru Menulis Guru Abadi” itu dikemas dalam dua kegiatan keren; kenduri buku dan syarah literasi.

Terdapat 44 buku yang ditulis oleh siswa dan guru, terdiri dari Sekolah Sukma Bangsa Pidie berjumlah 13 judul, Sekolah Sukma Bangsa Bireuen berjumlah 7 judul, Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe berjumlah 14 judul, dan Sekolah Sukma Bangsa Sigi (Sulawesi Tengah) berjumlah 10 Judul. Selain itu, Sekolah Sukma Bangsa Pidie juga melaksanakan Syarah Literasi yang menghadirkan wartawan senior Serambi Indonesia, Yarmen Dinamika; penulis populer sekaligus wartawan, Azhari Aiyub; aktivis perempuan dan pegiat literasi, Cut Asmaul Husna; dan Siti Sarayulis, yang merupakan guru Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe yang sudah terakui dedikasi dan praktik baik dalam membangun dan menggerakkan semangat literasi para guru dan siswa di sekolah.

Mengutip apa yang disampaikan oleh Marthunis yang merupakan Direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie, dalam sambutan saat acara berlangsung, Kenduri Buku ini, memang, menjadi agenda tasyakuran bersama empat Sekolah Sukma Bangsa atas capaian dari upaya para siswa dan guru dalam menuliskan buku dan juga  ikhtiar para warga Sukma Bangsa dalam mengembangkan ragam kegiatan literasi di sekolah.

Sejatinya, Kenduri Buku ini merupakan agenda rutin tahunan empat Sekolah Sukma Bangsa di Indonesia dalam rangka mendukung dan mengembangkan geliat literasi di sekolah. Kenduri Buku pertama dan kedua telah digelar di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe dan Bireuen pada 2021 dan 2022.

Minat baca rendah, tapi cerewet di Social Media

Ya, literasi dewasa ini merupakan topik yang sudah mulai hangat dibicarakan oleh para pegiat pendidikan. Hal ini tak lain, karena, realitas masyarakat kita (Indonesia) sekarang yang bisa dikatakan sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Survei terbaru, sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Yarmen Dinamika dalam Syarah Literasi, menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. 

Kemudian, yang membuat miris, sebuah hasil riset yang dilakukan oleh Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris, menyatakan bahwa meski minat baca buku rendah, orang Indonesia gemar menatap layar gadget dalam waktu yang lama –kurang lebih 9 jam sehari. Dan, dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Tentu kenyataan ini sangatlah paradoks; malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget dalam durasi waktu lama –ditambah pula paling cerewet di media sosial. Karena demikian, tidak heran kita, jika provokasi, hoax, dan fitnah begitu menjamur di kalangan masyarakat kita.                            

Maka itu, untuk mengatasi hal itu, literasi merupakan sebuah keniscayaan di era sekarang, khususnya untuk masyarakat kita Indonesia.

Batu bata untuk Peradaban

Hal menarik lainnya, disampaikan oleh Bang Azhari, yang merupakan sastrawan dan penulis buku fenomenal Kura-kura Berjanggut. Dalam syarahnya beliau memaparkan, bahwa semua entitas masyarakat di Aceh mesti melihat dan mempertimbangkan utnuk membangun peradaban Aceh melalui literasi. Sayangnya, masyarakat kita belum memahami akan pentingnya membangun peradaban melalui dunia literasi. Masing-masing kita harus mampu mengirim satu batu bata –mengutip istilah Bang Azhari– agar peradaban kita menjadi baik dan jaya di masa akan datang.  Alhamdulillah, sekolah Sukma di HGN tempo hari lalu, sudah menyumbang 44 batu bata untuk pembangunan peradaban Aceh.

Setali dengan itu, peradaban Aceh sejatinya dibangun oleh orang-orang yang literat di masa doeloe. Kejayaan masa dulu ada karena orang-orang di masa dulu memiliki tingkat literasi yang tinggi. Laksamana Malahayati, Ratu Safiatuddin, dan beberapa perempuan pesohor Aceh merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan literasi tinggi. Laksamana Malahayati misalnya, sebagaimana disyarah oleh Kak Cut Asmaul Husna, tidak mungkin membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara besar masa itu, baik dengan Spanyol, Inggris, dan beberapa negara besar lainnya pada masa itu kalau itu tidak memiliki kemampuan dalam berliterasi yang tinggi.

Membangun kesadaran orang dalam berliterasi

Lantas, bagaimanakah membangun kesadaran pada orang-orang agar menyukai kegiatan literasi, seperti yang paling mendasar, membaca dan menulis? Hal ini ada ditanyakan oleh peserta yang ikut aktif dalam kegiatan Syarah Literasi tempo hari.

Menjawab hal itu, Sekolah Sukma Bangsa yang dedikasi dalam kegiatan literasinya bisa dikatakan sudah membaik –menghindari kata tinggi, dengan segudang best practice nya yang dapat dicontohi, diulas dengan baik oleh Ibu Siti Sarayulis. Beliau yang hadir dalam kegiatan Syarah itu, mengungkapkan bahwa beberapa hal yang dilakukan oleh Guru Sukma agar kegiatan literasi di sekolah dapat berjalan dengan baik antara lain itu, membuat lapak baca, membuat reading day, memotivasi para siswa dan guru menulis dengan menggandeng media-media atau surat kabar agar mau menerbitkan tulisan para siswa dan guru, juga kemudian membukukan dan menerbitkan dalam bentuk buku. Agak menyusahkan memang, jika guru yang menghandle nya sendiri, namun dengan semangat dan visi agar generasi mendatang lebih baik dari generasi sekarang dalam hal literasi, ditunjang oleh ikhtiar bersama maka hal itu menjadi mudah dikerjakan.

Kita harus yakin, bahwa Literasi merupakan ‘mesin’ terbaik dalam membangun batu bata peradaban, karena melalui literasi –mengutip istilah Bang Azhari lagi, seseorang dapat mengembangkan pengetahuan, kreativitas, dan pemahaman yang mendalam tentang dunia di sekitarnya. Literasi memberikan kesempatan kepada individu untuk memperoleh pengetahuan yang luas; tentang sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan banyak hal lainnya.

Melalui kegiatan literasi, individu dapat melatih pikiran analitis dan kritis, sehingga dapat memahami isu-isu kompleks yang ada di dunia. Oleh karena demikian, sudah sepantas dan sepatutnya, literasi menjadi visi bagi semua orang dalam berkegiatan. Agar batu bata peradaban –megutip istilang Bang Azhari lagi- dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang tidak lama.  Sebagai guru, sebagai warga masyarakat, kita patut memulai dan memberikan peran yang selayaknya agar batu bata peradaban itu, dapat disumbang oleh banyak orang.

Mari bergelut dengan dunia literasi, agar kita menjadi insan yang literat; insan yang hebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun