PERINGATAN Hari Guru Nasional (HGN) yang ke-78 di Sekolah Sukma Bangsa Aceh, yang bertempat di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, berlangsung begitu meriah. Acara peringatan yang mengusung tema “Guru Menulis Guru Abadi” itu dikemas dalam dua kegiatan keren; kenduri buku dan syarah literasi.
Terdapat 44 buku yang ditulis oleh siswa dan guru, terdiri dari Sekolah Sukma Bangsa Pidie berjumlah 13 judul, Sekolah Sukma Bangsa Bireuen berjumlah 7 judul, Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe berjumlah 14 judul, dan Sekolah Sukma Bangsa Sigi (Sulawesi Tengah) berjumlah 10 Judul. Selain itu, Sekolah Sukma Bangsa Pidie juga melaksanakan Syarah Literasi yang menghadirkan wartawan senior Serambi Indonesia, Yarmen Dinamika; penulis populer sekaligus wartawan, Azhari Aiyub; aktivis perempuan dan pegiat literasi, Cut Asmaul Husna; dan Siti Sarayulis, yang merupakan guru Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe yang sudah terakui dedikasi dan praktik baik dalam membangun dan menggerakkan semangat literasi para guru dan siswa di sekolah.
Mengutip apa yang disampaikan oleh Marthunis yang merupakan Direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie, dalam sambutan saat acara berlangsung, Kenduri Buku ini, memang, menjadi agenda tasyakuran bersama empat Sekolah Sukma Bangsa atas capaian dari upaya para siswa dan guru dalam menuliskan buku dan juga ikhtiar para warga Sukma Bangsa dalam mengembangkan ragam kegiatan literasi di sekolah.
Sejatinya, Kenduri Buku ini merupakan agenda rutin tahunan empat Sekolah Sukma Bangsa di Indonesia dalam rangka mendukung dan mengembangkan geliat literasi di sekolah. Kenduri Buku pertama dan kedua telah digelar di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe dan Bireuen pada 2021 dan 2022.
Minat baca rendah, tapi cerewet di Social Media
Ya, literasi dewasa ini merupakan topik yang sudah mulai hangat dibicarakan oleh para pegiat pendidikan. Hal ini tak lain, karena, realitas masyarakat kita (Indonesia) sekarang yang bisa dikatakan sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Survei terbaru, sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Yarmen Dinamika dalam Syarah Literasi, menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Kemudian, yang membuat miris, sebuah hasil riset yang dilakukan oleh Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris, menyatakan bahwa meski minat baca buku rendah, orang Indonesia gemar menatap layar gadget dalam waktu yang lama –kurang lebih 9 jam sehari. Dan, dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Tentu kenyataan ini sangatlah paradoks; malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget dalam durasi waktu lama –ditambah pula paling cerewet di media sosial. Karena demikian, tidak heran kita, jika provokasi, hoax, dan fitnah begitu menjamur di kalangan masyarakat kita.
Maka itu, untuk mengatasi hal itu, literasi merupakan sebuah keniscayaan di era sekarang, khususnya untuk masyarakat kita Indonesia.
Batu bata untuk Peradaban
Hal menarik lainnya, disampaikan oleh Bang Azhari, yang merupakan sastrawan dan penulis buku fenomenal Kura-kura Berjanggut. Dalam syarahnya beliau memaparkan, bahwa semua entitas masyarakat di Aceh mesti melihat dan mempertimbangkan utnuk membangun peradaban Aceh melalui literasi. Sayangnya, masyarakat kita belum memahami akan pentingnya membangun peradaban melalui dunia literasi. Masing-masing kita harus mampu mengirim satu batu bata –mengutip istilah Bang Azhari– agar peradaban kita menjadi baik dan jaya di masa akan datang. Alhamdulillah, sekolah Sukma di HGN tempo hari lalu, sudah menyumbang 44 batu bata untuk pembangunan peradaban Aceh.