Setali dengan itu, peradaban Aceh sejatinya dibangun oleh orang-orang yang literat di masa doeloe. Kejayaan masa dulu ada karena orang-orang di masa dulu memiliki tingkat literasi yang tinggi. Laksamana Malahayati, Ratu Safiatuddin, dan beberapa perempuan pesohor Aceh merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan literasi tinggi. Laksamana Malahayati misalnya, sebagaimana disyarah oleh Kak Cut Asmaul Husna, tidak mungkin membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara besar masa itu, baik dengan Spanyol, Inggris, dan beberapa negara besar lainnya pada masa itu kalau itu tidak memiliki kemampuan dalam berliterasi yang tinggi.
Membangun kesadaran orang dalam berliterasi
Lantas, bagaimanakah membangun kesadaran pada orang-orang agar menyukai kegiatan literasi, seperti yang paling mendasar, membaca dan menulis? Hal ini ada ditanyakan oleh peserta yang ikut aktif dalam kegiatan Syarah Literasi tempo hari.
Menjawab hal itu, Sekolah Sukma Bangsa yang dedikasi dalam kegiatan literasinya bisa dikatakan sudah membaik –menghindari kata tinggi, dengan segudang best practice nya yang dapat dicontohi, diulas dengan baik oleh Ibu Siti Sarayulis. Beliau yang hadir dalam kegiatan Syarah itu, mengungkapkan bahwa beberapa hal yang dilakukan oleh Guru Sukma agar kegiatan literasi di sekolah dapat berjalan dengan baik antara lain itu, membuat lapak baca, membuat reading day, memotivasi para siswa dan guru menulis dengan menggandeng media-media atau surat kabar agar mau menerbitkan tulisan para siswa dan guru, juga kemudian membukukan dan menerbitkan dalam bentuk buku. Agak menyusahkan memang, jika guru yang menghandle nya sendiri, namun dengan semangat dan visi agar generasi mendatang lebih baik dari generasi sekarang dalam hal literasi, ditunjang oleh ikhtiar bersama maka hal itu menjadi mudah dikerjakan.
Kita harus yakin, bahwa Literasi merupakan ‘mesin’ terbaik dalam membangun batu bata peradaban, karena melalui literasi –mengutip istilah Bang Azhari lagi, seseorang dapat mengembangkan pengetahuan, kreativitas, dan pemahaman yang mendalam tentang dunia di sekitarnya. Literasi memberikan kesempatan kepada individu untuk memperoleh pengetahuan yang luas; tentang sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan banyak hal lainnya.
Melalui kegiatan literasi, individu dapat melatih pikiran analitis dan kritis, sehingga dapat memahami isu-isu kompleks yang ada di dunia. Oleh karena demikian, sudah sepantas dan sepatutnya, literasi menjadi visi bagi semua orang dalam berkegiatan. Agar batu bata peradaban –megutip istilang Bang Azhari lagi- dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang tidak lama.  Sebagai guru, sebagai warga masyarakat, kita patut memulai dan memberikan peran yang selayaknya agar batu bata peradaban itu, dapat disumbang oleh banyak orang.
Mari bergelut dengan dunia literasi, agar kita menjadi insan yang literat; insan yang hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H