Mohon tunggu...
Muhammad Syakhil Afkar R.
Muhammad Syakhil Afkar R. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penikmat petualangan

Hanya seorang hamba Allah yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam 45 Bekasi-Jawa Barat, agar kelak dapat merealisasikan sebagai 'Abdullah sekaligus mengupayakan sebagai khalifatullah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah

5 Februari 2022   20:22 Diperbarui: 5 Februari 2022   20:23 13766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada kesempatan ini, penulis akan memaparkan sedikit dari Sejarah Kebudayaan Islam di masa Daulah Abbasiyah. Seperti yang sudah diketahui bersama, kekhalifahan Daulah Abbasiyah merupakan bagian ketiga dalam periodesasi peradaban Islam setelah masa kekhalifahan Daulah Umayyah. Di masa itu, perkembangan peradaban Islam sudah mencapai puncaknya serta menjadi  catatan para pakar sejarah sebagai zaman kejayaan umat Islam. Hal ini didukung dengan hadirnya peradaban Islam yang baru, sehingga menjadi teladan bagi peradaban-peradaban di kota-kota lain diseluruh penjuru dunia.

Daulah Abbasiyah menjadikan Kota Baghdad sebagai kawasan untuk mendalami ilmu pengetahuan. Kota Baghdad pada waktu itu menjadi sentra aktivitas politik, sosial, serta  kebudayaan, juga dijadikan sebagai kota Internasional yang terbuka untuk berbagai negara, seperti Arab, Romawi, Persia, Turki, Hindi, Qibthi, Barbari, Kurdi, dan lain-lain. Sebelum memasuki pembahasan, penulis akan menyampaikan sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah.

Sejarah Berdirinya Daulah Abbasiyah

Daulah Abbasiyah didirikan setelah Daulah Umayyah ditaklukkan. Keturunan Al-Abbas menjadi pendiri Daulah Abbasiyah, yaitu Abdullah Al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas. Sejak Abbasiyah datang dari Daulah Hasyim, keturunan yang dekat dengan Nabi Muhammad merasa lebih berharga untuk memegang pilar kekuasaan daripada Daulah Umayyah. Sejak saat itu Daulah Abbasiyah merencanakan untuk menaklukan kekuasaan Daulah Umayyah yang pada periode terakhir pemerintahannya mengalami kemunduran oleh beberapa faktor, salah satunya dari khalifah terakhir Dinasti Umayyah itu sendiri. Mengetahui kekacauan tersebut, akhirnya Daulah Abbasiyah menyerang pusat kepemimpinannya sehingga Dinasti Umayyah dapat ditaklukan.

Daulah Abbasiyah berkembang pesat pada saat itu, menjadikan Islam sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia. Pemerintahannya dimulai setelah menjatuhkan Daulah Umayyah dan menaklukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Keturunan Daulah Umayyah yang selamat semuanya melarikan diri dari Damaskus, menyeberangi Laut Tengah dan mendirikan Dinasti di wilayah-wilayah Andalusia, mereka memerintah wilayah Andalusia dalam waktu yang cukup lama.

Kekhalifahan Daulah Abbasiyah menjadi kekhalifahan terpanjang dalam sejarah berdirinya Islam, yang memimpin antara tahun 750-1258 M, dan pusat kota pemerintahannya adalah Baghdad yang sebelumnya terletak di Damaskus, yang dipindahkan pada tahun 762 M. Daulah Abbasiyah menguasai seluruh dataran Asia Barat dan Afrika Utara. Daulah Abbasiyah berfokus pada dataran Irak dan Iran daripada daerah pesisir seperti Israel, Suriah, Lebanon dan Mesir. Selama 5 abad, Bani Abbasiyah mempertahankan kekuasaan kekhalifahan dan memimpin para pemimpin Islam untuk mempromosikan pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya di Timur Tengah.

Tokoh-Tokoh Pendiri Daulah Abbasiyah;

1. Al-Saffah (132-136 H atau 749-754 M).

2. Al-Mansur (136-158 H atau 754-775 M).

3. Al-Mahdi (158-169 H atau 775-785 M).

4. Al-Hadi (169-170 H atau 785-786 M).

5. Harun Al-Rashid (170-193 H atau 786-809 M).

6. Al-Amin (193-198 H atau 809-813 M).

7. Al-Ma'mun (198-218 H atau 813-833 M).

8. Al-Mu'tasim (218-227 H atau 833-842 M).

9. Al-Wathiq (227-232 H atau 842-847 M).

10. Al-Mutawakkil (232-247 H atau 847-861 M).

11. Al-Muntasir (247-248 H atau 861-862 M).

12. Al-Musta'in (248-252 H atau 862-866 M).

13. Al-Mu'tazz (252-255 H atau 866-869 M).

14. Al-Muhtadi (255-256 H atau 869-870 M).

15. Al-Mu'tamid (256-279 H atau 870-892 M).

16. Al-Mu'tadid (279-289 H atau 892-902 M).

17. Al-Muktafi (289-295 H atau 902-908 M).

18. Al-Muqtadir (295-320 H atau 908-932 M).

19. Al-Qahir (320-322 H atau 932-934 M).

20. Al-Radi (322-329 H atau 934-940 M).

21. Al-Muttaqi (329-333 H atau 940-944 M).

22. Al-Mustakfi (333-334 H atau 944-946 M).

23. Al-Muti' (334-363 H atau 946-974 M).

24. Al-Ta'i' (363-381 H atau 974-991 M).

25. Al-Qadir (381-422 H atau 991-1031 M).

26. Al-Qa'im (422-467 H atau 1031-1075 M).

27. Al-Muqtadi (467-487 H atau 1075-1094 M).

28. Al-Mustazhir (487-512 H atau 1094-1118 M).

29. Al-Mustarshid (512-529 H atau 1118-1135 M).

30. Al-Rashid (529-530 H atau 1135-1136 M).

31. Al-Muqtafi (530-555 H atau 1136-1160 M).

32. Al-Mustanjid (555-566 H atau 1160-1170 M).

33. Al-Mustadi' (566-575 H atau 1170-1180 M).

34. Al-Nasir (575-622 H atau 1180-1225 M).

35. Al-Zahir (622-623 H atau 1225-1226 M).

36. Al-Mustansir (623-640 H atau 1226-1242 M).

37. Al-Musta'sim (640-656 H atau 1242-1258 M).

Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya karena diterapkannya berbagai bentuk pemerintahan sebagai respon terhadap perubahan politik, sosial, dan budaya. Saat itu pusat pemerintahan berada di Kufah. Kemudian dipimpin oleh Abu Ja'far al-Mansur, saudara  Abu Abbas (754-775 M). Beliau membangun sebuah kota baru, yaitu Baghdad yang diberi gelar Darus Salam (Kota Damai). Pada awal tahun 750-847 M, perluasan wilayah masih menjadi hal yang utama oleh Dinasti Abbasiyah dan memperkuat sistem pemerintahan untuk membimbing pemimpin berikutnya. Pada masa kekhalifahan ini juga hasil pemikiran manusia dan para pakar ilmu yang berasal dari berbagai bangsa di dunia yang ketika itu berkembang saling melengkapi serta menambah kemajuan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.

Yang menarik asal-usul perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah adalah bahwa sebagian besar orang-orang yang berkiprah pada bidang ini tidak hanya berasal dari bangsa Arab muslim atau dikenal dengan kaum Mawali. Kaum Mawali merupakan kaum muslim yang berasal dari bangsa non-Arab terutama orang-orang yang berasal dari Persia. Para ilmuwan muslim pada masa Daulah Abbasiyah menjelajah 3 benua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Ketiga benua yang dipilih adalah benua Asia, Eropa, serta Afrika. Dari ketiga benua ini semuanya diklaim mengalami kemajuan yang sangat pesat dari seluruh ilmu pengetahuan. Setelah pulang dari daerah pengembaraannya, para ilmuwan muslim membaca dan  menerjemahkan kitab-kitab tersebut. Dalam waktu yang usang mereka berusaha menggali berbagai pengetahuan serta kemudian menulis banyak sekali buku terutama buku-buku dalam bentuk Dairatul Ma'arif atau saat ini lebih dikenal menggunakan sebutan Ensiklopedia.

Setelah khalifah Abu Ja'far, Baghdad dipimpin oleh khalifah Harun ar-Rasyid, yang mendirikan perpustakaan terbesar saat itu, yang bernama Baitul Himah atau Rumah Kebijaksanaan, antara 786-809 M, dan orang-orang terdidik dari kalangan Barat dan orang-orang Muslim datang ke Baghdad untuk mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan. Daulah Abbasiyah kemudian dipimpin oleh putra khalifah Harun ar-Rasyid, yaitu al-Amin dan al-Makmun ar-Rasyid. Khalifah Al-Makmun memimpin Daulah Abbasiyah pada tahun 813-833 M, kebijakannya adalah memperluas Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan sehingga menjadi akademi sains pertama di dunia. Beliau pun mendirikan Majaris Al-Munazharah, yang melakukan belajar-mengajar di rumah khilafah, masjid dan istana, dan merupakan tanda kebangkitan kekuatan penuh dari Timur, yang memiliki pusat budaya dan puncak kemajuan Islam yang terletak di Baghdad.

Pada saat itu, buku-buku karya Yunani dan Syiria kuno juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pemahaman Muktazilah diinternalisasikan oleh khalifah al-Makmun sebagai mazhab umum yang menggunakan akal sebagai dasar untuk memahami dan menyelesaikan solusi teologis yang telah memajukan perdebatan teologis secara rinci dan filosofis. Dan lahirlah ilmu filsafat Islam. Selain itu, berbeda dari khalifah sebelumnya karena dikhususkan untuk menggunakan pemikiran Sunni dalam sejarah Daulah Abbasiyah yang dipimpin di bawah bimbingan khalifah al-Mutawakkil dari tahun 847-861 M. Dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, beliau hidup se-zaman dengan pemikir besar Islam, seperti Abdul Malik bin Habib (Imam mazhab Maliki), Abdul Malik bin Yahya Al-Ghul (murid Imam Syafi'i), Abu Utsman bin Manzini (ahli bidang ilmu nahwu), Ibnu Kullab (ahli dalam bidang ilmu kalam), dan lain-lain.

Perkembangan Islam Di Masa Daulah Abbasiyah

Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Pada bidang pendidikan sudah dibangun kurang lebih 30.000 masjid di Baghdad yang berfungsi sebagai forum pendidikan serta pengajaran pada taraf dasar. Perkembangan pendidikan di masa Daulah Abbasiyah dibagi jadi dua masa, yaitu pada abad ke 7-10 M (pendidikan spesial Arabia) dan abad 11 M. Dalam perkembangannya secara alamiah, sistem aktivitas pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah serta di masa ini telah dipengaruhi unsur dari non-Arab. Terdapat beberapa forum pendidikan di masa Daulah Abbasiyah, antara lain yaitu:

  1. Mendirikan Kuttab;
  2. Al-Hawanit al-Warraqien (Toko Kitab);
  3. Manazil al-Ulama (Rumah-Rumah Ulama);
  4. Al-Sholahun al-Adabiyah (Sanggar Sastra);
  5. Madrasah Pendidikan;
  6. Pendidikan Rendah di Istana; dan
  7. Al-Ribath.

Perkembangan pada Bidang Militer

Khalifah Al-Mu'tashim memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk pada pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tak seperti di masa Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang telah terhenti. Tentara dibina secara spesifik agar menjadi prajurit-prajurit  profesional. Kekuatan militer Daulah Abbasiyah menjadi sangat kuat.

Perkembangan dalam Bidang Ekonomi

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai semakin tinggi dengan peningkatan pada sektor pertanian, malalui irigasi dan peningkatan hasil penambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Penghasilan gandum, beras, kurma dan zaitun. Perkembangan dagang transit antara Timur dan Barat juga membawa kejayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang krusial pada masa pemerintahan al-Mahdi. Kekayaan Abbasiyah dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, forum pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya. Pada masanya ada kurang lebih 800 orang dokter, dibangunnya pemandian-pemandian umum. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuam,dan budaya serta kekuasaan menjadi penekanan pemerintah. Sumber utama pendapatan Abbasiyah diambil dari pemungutan pajak, dan zakat yang wajib bagi setiap umat Islam. Zakat hanya dibebani pada pemilik tanah produktif, hewan-hewan ternak, logam mulia seperti emas dan perak, barang-barang dagangan dan harta benda lainnya yang bisa berkembang dan menghasilkan. seluruh harta yang terkumpul dari umat Islam akan dibagikan oleh kantor perbendaharaan pemerintah untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam itu sendiri yaitu digunakan untuk orang miskin, anak yatim, musafir, orang yang ikut dalam perang suci, para budak, dan untuk tawanan yang harus ditebus dari musuh.

Perkembangan dalam Bidang Politik

Pada masa pemerintahan Abbasiyah kebijakan-kebijakan politik yang dikembangkan antara lain:

1. Ibu kota Negara dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad.

2. Menumpas semua keturunan Bani Umayyah yang membahayakan.

3. Dalam rangka politik, Dinasti Abbasiyah memperkuat diri dengan merangkul orang-orang Persia, Abbasiyah juga memberi peluang dan kesempatan kepada kaum Mawali.

4. Menumpas pemberontakan-pemberontakan dalam kekuasaan pemerintahan.

5. Menghapus politik kasta yang membahayakan pemerintahan.

Terdapat langkah-langkah lainnya yang digunakan dalam politik yaitu:

1. Para khalifah tetap berasal dari bangsa Arab, sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali.

2. Kota Baghdad ditetapkan sebagai Ibukota Negara dan juga menjadi sentra aktivitas politik, ekonomi, dan kebudayaan.

3. Kebebasan berfikir dan berpendapat untuk mendapat bagian yang tinggi.

Kemunduran Daulah Abbasiyah

Kekhalifahan berlanjut sebelum khalifah al-Mutawakkil meninggal, dan dia ingin menyampaikan misinya kepada anak-anaknya, yaitu al-Muntashir, al-Mu'taz, dan al-Muhtadi. Namun setelah itu, sistem penerusnya diubah menjadi al-Mu'taz terlebih dahulu, sedangkan al-Muntashir tidak menerimanya. Kemudian posisi al-Muntashir dengan cepat dicopot jabatannya secara paksa. Di sisi lain hal itu berbarengan dengan ketidaksukaan orang-orang Turki karena membenci khalifah al-Mutawakkil karena beberapa alasan. Kemudian, al-Muntashir dan orang-orang Turki merencanakan pembunuhan untuk membunuh al-Mutawakkil. Setelah pembunuhannya, al-Muntashir menjadi pemimpin kekhalifahan Daulah Abbasiyah, tetapi hanya selama enam bulan saja sebab dia kemudian membelakangi dan menjelekkan orang-orang Turki dan akhirnya dibunuh oleh mereka. Sejak itu, sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah telah menurun. Banyak faktor lain yang mempengaruhinya karena kurangnya perhatian terhadap isu-isu politik, seperti mundurnya dari Afrika Utara untuk membentuk pemerintahan Daulah Fatimiyah yang merdeka. Gubernur dari berbagai negara bagian, seperti Daulah Samanid, mulai bertindak lebih bebas, dan para jenderal Turki dari Daulah Abbasiyah juga menjadi semakin sulit bagi para khalifah untuk diperintah. Komunikasi antara pemerintah pusat sulit pada waktu itu, karena jangkauan kekuasaan begitu luas bahkan kepercayaan antara penguasa dan pejabat pemerintah sangat rendah. Faktor-faktor kemundurannya antara lain:

  1. Adanya tekanan dari orang-orang Turki
  2. Adanya tekanan dari Daulah Buwaihi
  3. Tekanan dari Turki Saljuk
  4. Ketidakmampuan para khalifah
  5. Rasa tidak puas rakyat terhadap pemerintah
  6. Luasnya wilayah kekuasaan dan lemahnya perekonomian
  7. Persaingan Sunni dan Syi'ah
  8. Serangan dari bangsa Mongol

Kesimpulan

Zaman pemerintahan Daulah Abbasiyah yang pertama merupakan puncak masa Dinasti ini. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat serta merupakan pusat kekuasaan politik dan kepercayaan sekaligus. Pada sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai taraf tertinggi. Selain itu Daulah Abbasiyah juga merupakan Daulah yang menghasilkan konsep-konsep Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Zaman-zaman Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan di berbagai sektor sudah membawa kemakmuran tersendiri terhadap rakyat pada saat itu. Kemajuan di segala bidang yang diperoleh Daulah Abbasiyah menempatkan bahwa Daulah Abbasiyah lebih baik dari Daulah Umayyah. Di samping itu pada masa Dinasti ini banyak melahirkan tokoh-tokoh muslim intelektual yang relatif penting hingga hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun