Lahan basah mencakup berbagai jenis ekosistem, seperti rawa, paya, dan lahan gambut. Ekosistem ini berfungsi sebagai penyaring air, habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna, serta penyangga terhadap perubahan iklim. Selain itu, lahan basah juga memiliki potensi ekonomi yang besar, baik untuk pertanian maupun perikanan. Namun, dengan meningkatnya tekanan dari pembangunan dan konversi lahan, keberadaan lahan basah semakin terancam.Di Kecamatan Sungai Tabuk, lahan basah tidak hanya menjadi sumber penghidupan bagi petani dan nelayan, tetapi juga memiliki nilai sosial dan budaya yang tinggi. Masyarakat setempat telah lama bergantung pada lahan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Namun, tantangan seperti perubahan iklim dan praktik pengelolaan yang tidak berkelanjutan dapat mengancam keberlangsungan ekosistem ini.
Saya Masayu Afifah dengan NIM 2410416220030, Program Studi Geografi Angkatan 2024, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lambung Mangkurat, telah melaksanakan observasi lapangan serta melakukan analisis terhadap pendapat responden mengenai pemanfaatan lahan basah di Kecamatan Sungai Tabuk.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Bakung, Desa Gudang Hirang, Desa Lok Baintan, Desa Tandipah, dan Desa Sungai Pinang Lama yang terletak di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang pandangan masyarakat di Kecamatan Sungai Tabuk terhadap lahan basah. Dengan melakukan wawancara kepada para masyarakat setempat, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai praktik pengelolaan lahan basah yang mereka lakukan, tantangan yang dihadapi, serta harapan mereka untuk masa depan pengelolaan lahan ini.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, saya melakukan wawancara dan diskusi dengan beberapa warga di Kecamatan Sungai Tabuk yang secara langsung menggunakan lahan basah sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Berikut adalah beberapa opini yang saya himpun dari percakapan tersebut.
1. Desa Sungai BakungÂ
Di Desa Sungai Bakung, saya bertemu dengan Ibu Ida, seorang ibu rumah tangga yang memutuskan untuk membuka usaha toko kelontong di depan rumahnya. Selain menjalankan toko kelontong, Ibu Ida juga memanfaatkan lahan di samping tokonya sebagai pemanfaatan lahan basah untuk menanam pohon pepaya. Ketika buah pepaya sudah matang, ia akan menjualnya ke pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Kemudian saya juga bertemu dengan Ibu Yuni, yang memanfaatkan lahan basah untuk menanam pisang. Ibu Yuni menjual pisang tersebut dalam jumlah besar ke pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun, jika cuaca tidak mendukung, hasil panen menjadi buruk dan hal ini berdampak negatif pada keuntungan yang diperoleh.