Mohon tunggu...
Mochamad Suwanda Hadiansyah
Mochamad Suwanda Hadiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hamba Amatir

Senang menulis apapun, terkhusus pada bidang hukum dan politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mahasiswa dan Spirit Kedaerahan

5 April 2022   12:00 Diperbarui: 10 April 2022   19:08 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa merupakan salah satu kelas masyarakat yang tergolong sebagai elit. Karena seringkali di kultuskan oleh masyarakat sebagai pewaris dari sebuah peradaban.

Dengan beragam rutinitas dan euforia akademik yang didapati dari lingkungan perguruan tinggi, membuat pola pikir mahasiwa lebih mapan dari pada kelas masyarakat yang lain.

Banyak peristiwa sejarah yang terdapat campur tangan beserta skema mahasiswa di dalamnya. Salah satunya adalah pergolakan politik dan reformasi bangsa yang terjadi pada tahun 1998. yang merubah 180 derajat tatanan sosial dan ketata negaraan Indonesia.

Berkat memori-memori perjuangan dari masa ke masa para pendahulunya tersebut mahasiswa generasi selanjutnya terjebak dalam ruang glorifikasi masa lalu. Sehingga perasaan heroisme, superioritas, dan elitis menular dari generasi ke genarasi dan mewujud menjadi penyakit.

Penyakit tersebut secara tidak langsung membuat mahasiswa menciptakan tabir pemisah dengan masyarakat. Aktivitas serta gerakan mahasiswa kini pun masih terlalu sentral dan elitis di kampus-kampus. Sehingga pergerakannya minim dirasakan oleh masyarakat secara langsung, terkhusus masyarakat lokal di daerah(Provinsi dan kabupaten / kota).

Masih abai, mau sampai kapan?

Diamini atau tidak, daerah asal masih menjadi lokus sekunder dari Gerakan serta aktivitas para mahasiswa. Padahal peran serta kontribusi dari kalangan mahasiswa di daerah betul-betul sangat di butuhkan.

Mahasiswa masih terlalu terkonsentrasi pada problematika-problematika yang bersifat nasional, tapi tidak terlalu memahami terhadap permasalahan regional yang daerahnya hadapi.

Padahal Problematika di daerah lah yang paling bergesekan secara langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Ambil saja beberapa problematika daerah yang kurang turut diawasi oleh mahasiswa, seperti mandek nya industri ekonomi kreatif karena kebertasan sumber daya, masih terjadinya fenomena penggelapan dana di desa yang mengakibatkan kurang mantapnya penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran berbasis perdesaan, kesenjangan gender, dan masih banyak lagi problematika yang belum banyak tersentuh oleh kader-kader intelektual bangsa.

Keabaian mahasiswa terhadap problematika-problematika yang terjadi di daerah tersebut bila kita pakai pandangan ali syari’ati merupakan dosa intelektual. kemampuan akademis, problem solving, dan jaringan yang mahasiswa miliki tidak di distribusi kan secara langsung, sehingga kurang memberikan dampak terhadap masyarakat di daerah.

Masih sedikit mahasiswa yang memiliki visi jangka panjang untuk membangun daerahnya, paguyuban ataupun organisasi mahasiswa yang mengatasnamakan daerah pun masih hitungan jari dan belum sebesar organisasi-organisasi mahasiswa yang lain.

Padahal mahasiswa yang memiliki sensibilitas dan sering terlibat dalam proses pembangunan daerah dapat dipastikan memiliki ke otentikan tersendiri dalam menganalisa problematika sosial yang terjadi dimasyarakat. dikarenakan mereka banyak di benturkan dengan kondisi riil dilapangan yang ditemukan dari kegiatan pengabdian(live ini).

Sehingga tidak berangkat dari ruang kosong, yang pada akhirnya memiliki legitimasi moral lebih kuat untuk memperjuangkan masalah masyarakat yang berada di daerah.

Merajut ulang makna Gerakan mahasiswa

Pergerakan mahasiswa yang lumrah di percayai adalah turun ke jalan, memobilisasi masa, lalu menenteng megaphone sambil berorasi di depan kantor-kantor pemerintahan sebagai bentuk penyampaian aspirasi atas kebijakan ataupun tindak laku yang dinilai tidak bersahabat dengan kemaslahatan rakyat.

Pemahaman tersebut telah terkonstruksi begitu kuat disetiap benak mahasiswa, sehingga makna dari gerakan menjadi sangat sempit dan terbatasi, gerakan mahasiswa seolah-olah hanya selesai ketika aksi dan turun ke jalan.

Tentu Arah gerak dan perjuangan tersebut tidaklah keliru, mengingat mahasiswa merupakan salah satu bagian dari kekuatan masyarakat yang turut menyeimbangkanan tatanan sosial politik dalam kehidupan bernegara.

Namun nyatanya masih banyak ruang gerak yang dapat menjadi alternatif lain, bahkan memperkaya dan mendekonstruksi makna gerakan sempit yang mutlak tersebut. salah satunya adalah Gerakan dan pengabdian mahasiswa di daerah-daerah.

Meskipun pengabdian sudah pasti akan dilakukan oleh mahasiswa, mengingat hal tersebut merupakan salah satu tri darma dari perguruan tinggi.

Tapi pengabdian tersebut masih sebatas pemenuhan kewajiban akademis yang cenderung formalistis , bukan pengabdian sebagai bentuk tanggung jawab moral yang berorientasi untuk perbaikan kehidupan masyarakat. 

Mahasiswa pada umumnya harus menunggu momentum Kuliah Kerja Nyata terlebih dahulu agar bisa mengabdi terhadap masyarakat, itu pun berbenturan dengan beragam keterbatasan, layaknya waktu dan rigidnya prosedur pemenuhan nilai.

Mengingat masyarakat di daerah memerlukan aktor intelektual seperti mahasiswa dalam menuntaskan masalahnya, maka pengabdian di daerah harus di substitusikan pada makna gerakan mahasiswa, bagaimanapun caranya. Bisa dengan memperbanyak diskursus kedaerahan di kampus-kampus sebagai upaya penyadaran, kaderisasi sebagai bentuk pewarisan spirit kedaerahan, hingga membuat konferensi darurat untuk membuat konsensus baru dari Gerakan mahasiswa.

Perlu ditegaskan, pemaknaan ulang ini bukan berarti menghilangkan makna lama dari gerakan mahasiswa, bukan juga mengunggulkan makna yang akan disuguhkan. Akan tetapi untuk menunjukan makna lain yang terpinggirkan.

Sinisme yang tidak perlu 

Banyak stereotip miring terhadap gerakan mahasiswa di daerah, khususnya menyasar organisasi-organiasi mahasiswa yang mengatas namakan daerah (Ormada).

Pandangan sinis terhadap ormada sering kali muncul, terus terang saja seperti ormada yang di cap sebagai organisasi taktis untuk kepentingan politik sesaat, atau ormada dijadikan sebagai proyek jangka panjang yang di gunakan untuk menyerap anggaran pemerintah daerah tertentu, namun gosip tersebut bukan lah sesuatu yang baru.

Tentu pandangan tersebut bukan lah ujaran tanpa dasar, tapi berangkat dari fakta yang pernah terjadi. Memang benar bahwa terdapat organisasi-organisasi daerah yang sengaja diformulasikan sebagai pemenuh kepentingan sesaat. Namun banyak juga ormada yang lahir dari kegundahan, idealisasi dan cita-cita dari para mahasiswa terhadap perkembangan daerahnya. Yang dibekali dengan sikap serta ketegasan baik secara tertulis maupun mewujud dalam etika dan moral organisasi.

Bahkan ormada-ormada tersebut telah melahirkan kader-kader yang memiliki integritas dan sensibilitas, juga dibekali dengan spirit kebaikan dalam memperjuangkan kesejahteraan daeranya. Dan itu adalah sebuah fakta.

 Berjuan Bersama

Berjuta teori di bangku perkuliahan yang ditumpuk di otak akan menjadi sampah, Ketika tidak sempat dibagikan kepada rakyat kecil di daerah.

Spirit kedaerahan harus bersemayam dengan kokoh pada setiap benak mahasiwa. Bukan berarti mengalih fokuskan ke daerah secara total, tapi setidaknya mendistribusikan focus. Karena peran mahasiswa di masyarakat sangat sentral.

Terlebih setelah perjalanan akademik yang ditempuh di bangku perkuliahan selesai, pada akhirnya mahasiswa akan pulang dan hidup Kembali dengan masyarakat di daerah. Buat simpul dalam bentuk apapun, baik itu organisasi ataupun paguyuban mahasiswa yang dapat menghimpun dan menggerakan agar bisa secara konsisten mengabdi, memiliki narasi besar terhadap perbaikan daerah dan menumbuh suburkan semangat primordialisme secara positif.

Mari kita perkaya makna dari gerakan mahasiswa dengan saling sadar dan saling menyadarkan. Bila kesadaran mahasiswa sudah sampai kepada titik tersebut, era baru pergerakan mahasiswa akan terlahir, yaitu mahasiswa elit yang ngalit.

Bila Pertumbuhan daerah hebat, bangsa akan kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun