Mohon tunggu...
vSukamtiningtyas
vSukamtiningtyas Mohon Tunggu... Freelancer - Pemikir strategis, marketer profesional dan konsultan kreatif untuk UMKM

Penyusun strategi konten, social media dan brand yang percaya bahwa strategi BUKAN rencana atau Planning. Menulis tentang influencer marketing, social media, dan krisis komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Alasan Penurunan Partisipasi Pemilih di Pemilu: Politik "Vibes" Gerus Keadilan Sosial

9 Desember 2024   09:59 Diperbarui: 12 Januari 2025   11:00 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Element5 Digital on Unsplash

"Rekayasa komunikasi politik" dengan sengaja membangun penghalang yang menyingkirkan jalur partisipasi politik tradisional. Keahlian dalam kebijakan, pengalaman di pemerintahan, dan keterlibatan dengan masyarakat akar rumput kini kalah dengan kemampuan membangun narasi emosional yang viral dan popularitas di media sosial. Contohnya, generasi yang lebih tua, yang mungkin tidak begitu aktif di dunia maya, cenderung terpinggirkan secara sistematis karena mereka tidak punya akun di media sosial atau ponsel pintar. Mereka yang tidak memiliki platform media sosial yang besar juga tidak terlihat dalam lanskap politik, bahkan aspirasi dan kebutuhan mereka pun diabaikan karena dianggap miskin mata uang sosial. Kesempatan akses politik yang seharusnya setara bagi seluruh rakyat Indonesia (Keadilan Sosial) semakin tergerus. Akses politik kini lebih ditentukan oleh modal jaringan sosial, visibilitas media, manipulasi emosional, dan popularitas algoritma, bukan oleh hasil kerja, kemampuan dan integritas. Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip Keadilan Sosial dalam Pancasila.

Bukan Apatisme, Tapi Perlawanan

Rendahnya partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024 bukan sekadar kegagalan sistem, tetapi bukti nyata kegagalan sistem dalam mewakili aspirasi rakyat. Bukan karena pemilih apatis atau malas, melainkan karena pemilih, sebagai subjek yang kritis, mulai menyadari kehampaan politik performatif yang didominasi oleh "rekayasa komunikasi politik". Pemilih menarik diri sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem yang lebih mengutamakan penampilan daripada substansi. Kepercayaan publik terhadap proses demokrasi mulai terkikis, dan prinsip Keadilan Sosial dilanggar secara sistematis. Sistem yang seharusnya menjadi wadah untuk menyuarakan kepentingan kolektif, justru berubah menjadi alat untuk memperkuat struktur kekuasaan yang ada dan melanggengkan ketidaksetaraan. Alat yang memperkuat struktur kekuasaan tersebut adalah sistem politik yang terdistorsi oleh rekayasa komunikasi. Sistem yang seharusnya menjadi wadah untuk menyuarakan kepentingan kolektif, justru berubah menjadi alat untuk memperkuat struktur kekuasaan yang ada melalui kandidat popularitas dan melanggengkan kuasa dari pihak tertentu. Popularitas ini didapat melalui rekayasa komunikasi politik, bukan melalui rekam jejak yang mumpuni.

Kesimpulan: Saatnya Kembali ke Substansi

"Rekayasa komunikasi politik" di Indonesia bukan hanya mendistorsi representasi demokrasi, tetapi juga secara sistematis menghancurkan prinsip Keadilan Sosial yang diamanatkan Pancasila. Rendahnya partisipasi pemilih menjadi bukti nyata kegagalan sistem dalam mewujudkan representasi yang adil dan partisipatif bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita membutuhkan perubahan fundamental dalam pendekatan komunikasi politik, dengan kembali mengedepankan substansi, dialog, dan partisipasi yang bermakna sebagai inti dari proses demokrasi. Hanya dengan demikian, prinsip Keadilan Sosial dapat diwujudkan secara nyata, dan demokrasi Indonesia dapat berjalan secara sehat dan bermartabat. Kita perlu lebih kritis terhadap politik "vibes" dan menuntut lebih banyak substansi dari para pemimpin kita. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menjaga agar demokrasi kita tetap bermakna dan relevan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun