Tidak banyak yang mengenal tokoh pejuang sebelum kemerdekaan ini, yaa Achmad Mochtar. Tokoh sentral yang berjasa dibidang kedokteran dan ahli bakteri ini telah membawa perubahan yang tidak sedikit bagi perkembangan penelitian medis di Indonesia, terkhusus Sumatera Barat.
Saking kuat pengaruh dan jasa AM dibidang kedokteran, sehingga, Gubernur Sumbar Azwar Anas memberi nama Rumah Sakit Umum Kelas C Bukittinggi menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang sekarang kita kenal.
Bukan hanya sebagai seorang dokter, jasa dan perjuangan yang dilalui Prof. AM telah memberi inspirasi bagi dunia penelitian untuk terus menggali informasi walaupun dalam tekanan dan intervensi kekuasaan. Jepang saat itu berkuasa membudak para dokter, peneliti untuk mencari berbagai informasi penting terkait penyebab penyakit tetanus Ketika itu.
Terbukti, AM adalah direktur Lembaga Eijkman pertama di Indonesia, sebuah Lembaga nasional dibawah Kemenristekdikti RI. Lembaga yang bergerak dibidang sains untuk mencari akurasi data mengenai yang diteliti.
Sebelumnya, mari replay dulu kisah hidup seorang Achmad Mochtar di kampung tempat dia dibesarkan Bersama ayah dan ibunya. Bahwa, ibu AM berdarah Minang sedangkan ayahnya berasal dari Mandahiling, Sumatera Utara.
Ibu achmad mochtar sendiri merupakan asli Minangkabau, Bonjol, Pasaman. Dari sebuah artikel, diceritakan perjuangan AM yang ingin sekolah kedokteran di Belanda. Namun usahanya tidak berjalan mulus, terkendala keuangan dan akhirnya AM bertemu dengan seorang peneliti belanda bernama Schuffner membantunya untuk dapat kuliah di Belanda.
Tuduhan Jepang
Selama menjadi direktur Lembaga Eijkman pertama, AM telah mendedikasikan hidup sebagai seorang dokter sekaligus peneliti. Dalam disertasinya, AM berhasil menempatkan penyakit kuning sebagai penyakit yang disebabkan bukan oleh leptospira (penyakit yang disebabkan kontaminasi air seni hewan) sehingga semua berita tidak benar tentang penyakit kuning berhasil diluruskan oleh AM.Â
Selama mengabdi di Lembaga Eijkman, AM dituduh oleh Pemerintahan Jepang telah memberi racun ke vaksin, untuk disuntikkan kepada semua romusha (pekerja paksa jepang) dengan tuduhan telah menyalahi prosedur penelitian sehingga berdampak kematian terhadap suntikkan vaksin yang diberikan. Dengan taruhan, AM bersedia dihukum tapi dengan syarat membebaskan semua staf dan pegawai Eijkman pada tanggal 3 Juli 1945.
Berdasarkan catatan yang baru diketahui, AM dieksekusi tanggal 3 Juli 1945 dan dikuburkan massal Bersama dokter lainnya yang telah tewas di dalam penjara. Dalam penelusuran Sangkot Marzuki dan J.K Baird, seorang asisten AM sebenarnya telah menemukan makam AM akhir tahun 1976. Tertulis, dalam sebuah memoar yang menjelaskan lokasi pemakaman AM dalam arsip milik Institut Dokumentasi Perang yang ada di Amsterdam (detik.com 03/07/2010). Tepatnya di makam Everald, tempat pemakaman Belanda di Kawasan Ancol, Jakarta.
Jalan sunyi yang ditempuh AM selama hidup begitu pahit, sebab, selama mengabdi di Eijkman segala gerak-gerik dibatasi tentara Jepang. Bukan itu saja, semua staf AM juga di intervensi agar mau melaksanakan semua apa yang diperintah Jepang. Wajar, Ketika itu Indonesia masih dibayang-bayang kolonialis yang tidak mengenal maaf terhadap rakyat Indonesia. Setelah beberapa tahun, datang sekutu untuk membantu menolong kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebut saja, Amerika Serikat, datang atas perintah negara-negara dunia untuk berpartisipasi ikut membantu perdamaian dunia yang didasarkan atas kebebasan berserikat yang telah mendapat pengakuan dimata Internasional.