Mohon tunggu...
M Sholeh
M Sholeh Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Masalah Pertanian dan Lingkungan

Profesional lulusan S3 Ilmu Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Indonesia Darurat (Sampah) Sedotan

3 Mei 2022   21:42 Diperbarui: 3 Mei 2022   22:23 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran usai sudah, yang terbayang sisa-sisa lebaran selain kenangan silaturahmi, reuni dan insya Allah barokah yang melimpah, maka tentunya juga sampah. Sampah atau limbah dari pemudik maupun masyarakat yang ditinggalkan. Memang kegiatan mudik tak bisa dilepaskan darilimbah atau sampah baik diperjalana mudik/balik maupun selama lebaran itu sendiri yang tentunya banyak sisa-sisa makanan, wadah, alat ataupun limbah lainnya.

Selain limbah organik yang bisa diuraikan menjadi bahan yang aman bagi lingkungan tentunya ada juga limbah anorganik yang berpotensi mencemari lingkungan. Kali ini penulis hanya mengulas sedikit limbah sederhana yang kadang luput dari pengamatan, yaitu sedotan plastik. Sebelum Lebaran 2022, saya berkesempatan lunch atau maksi bersama rekan di salah satu restoran Jakarta. Tak seperti biasanya ada yang berbeda hari itu pramusaji tidak memberikan sedotan dalam paket minuman.

Kebijakan restauran tanpa sedotan seingat saya sejak 2018, tapi kenyataannya tak semua mematuhinya dengan alasan praktis atau tak penting. Inilah bentuk kepedulian restoran tersebut terhadap lingkungan. Kalaupun terpaksa membutuhkan para pembeli masih dapat meminta sedotan di counter pemesanan atau pesanan khusus, tetapi prinsipnya pemesanan umum sudah tanpa sedotan.

Tindakan sederhana tapi merupakan langkah bijak mengurangi sampah plastik di lingkungan sekitar. Memang tindakan kecil hanya mengurangi sedotan plastik yang tidak mudah terurai oleh proses alam akan berdampak besar terhadap lingkungan. Dari hasil riset ditemukan bahwa ternyata sedotan plastik merupakan salah satu dari 10 besar pencemar laut di Indonesia.

Sejarah Sedotan

Ternyata sedotan bukan produk modern, tetapi sejarah mencatat bahwa sedotan telah digunakan sejak tahun 3000 SM oleh bangsa Sumeria (bangsa Mesopotamia, sekarang disebut sebagai Irak. Pada saat itu sedotan terbuat berlapis emas dan batu lazuli biru dan digunakan untuk meminum bir melalui sedotam. 

Dalam perkembangannya sedotan berkembang dibuat dari jerami, logam, kertas dan akhirnya plastik pada tahun 1888. Jadi peradaban kuno khususnya para bangsawan yang menggunakan sedotan untuk acara-acara kebangsawanan.

Di abad modern ini sedotan hampir semua terbuat dari plastik yang memang relatif murah, ringan dan praktis, namun hal negatif dari plastik tersebut adalah tidak
ramah lingkungan. Sedotan memang sangat praktis dan mampu merubah cara orang minum dari gelas, cangkir, cup, mug, botol atau wadah air lainnya. Sektor kuliner nyaris tak ada yang lepas dari kebutuhan sedotan plastik meskipun sebenarnya belum pasti diperlukan.

Dulu sebelum marak sedotan, gaya minum seseorang biasa saja “menyeruput” secangkir kopi, atau minuman dari gelas atau botol. Tradisi di Tiongkok kuno bukan
hanya minum dari gelas saja bahkan minum langsung dari mangkok kala itu tak dianggap tak etis. Kini di jaman modern seiring perubahan gaya hidup dan cara makan dan minum, menenggak minuman dari botol menjadi kurang etis dibandingkan dengan minum dengan bantuan sedotan. Camkan ini kemajuan atau kemunduran? Dan lebih prihatin lagi, sedotan plastik ini hanya dipakai sekali terus buang menjadi sampah non degredable.

Darurat Sedotan Plastik

Dari berbagai riset diperoleh dari data bahwa Indonesia saat ini tengah menghadapi masalah darurat sampah sedotan plastik! benarkah?Ditengarai dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta, Indonesia menghasilkan 93 juta bantang sampah setiap hari atau sepanjang 16.784 kilometer atau setara jarak dari Jakarta ke Mexico City di benua Amerika, jika dihitung jarak lokal, jumlah limbah sedotan ini mencapai 28 kali panjang jarak Antara Jakarta-Solo.

Kalau dihitung seminggu maka limbah sedotan sedotan plastik adalah 651 juta batang atau 117.449 kilometer, jika sebatang sedotan panjangnya 18 cm maka limbah sedotan ini akan mencapai 3 kali keliling bumi yang kita cintai ini (catatan keliling bumi 40.074 km). Luar biasa!

Jika dihitung penggunaan sedotan plastik dunia mencapai 500 juta bantang per hari maka per bulan akan diperoleh limbah plastik 503.522 kilometer atau 5 kali panjang garis pantai Indonesia yang hanya 99.000 km. Selama musim mudik 2022 dengan jumlah pemudik 25 juta orang saja selama hampir 15 hari libur termasuk cuti, maka jika seorang menghasilkan limbah sedotan plastik sebanyak satu batang sedotan per hari saja, maka selama mudik akan dihasilkan 25 juta sedotan plastik per hari atau sepanjang 450 km per hari atau setara jarak kota Jakarta-Semarang.

Kalau liburan panjang lebaran adalah 15 hari maka jumlah sampah sedotan plastik sebanyak 375 juta sedotan atau setara 6.750 km atau hampir 5.7 kali panjang jarak Anyer-Banyuwangi yang akan menjadi jarak tol terpanjang di pulau Jawa nanti. Pertanyaannya apakah sebenarnya kita perlu banget sedotan? Apakah kita tidak bisa minum langsung dari gelas, cangkir, mug, atau botol sekalipun?

Tentunya seorang manusia dewasa yang normal tak akan kesulitan memegang gelas, cangkir atau botol yang beratnya tak sampai 1 kilogram. Apalagi sejak kecil kita diajarkan dari minum ASI, minum susu botol dan beranjak dewasa minum dari gelas adalah hal yang biasa. Inilah perubahan peradaban yang harus disikapi secara bijak dan kritis. Apakah terlalu naif jika sebuah jamuan tanpa sedotan? Apakah seorang manusia dewasa sudah sangat tergantung dengan alat sedotan untuk minum segelas air?

Solusi & Tantangan Sebagai insan yang peduli akan lingkungan khususnya kesehatan, kenyamanan dan keselamatan bumi alam semesta inisebaiknya mulai mengurangi sedotan plastik. Kalaupun perlu banget menggunakan sedotan misalnya sedang sakit atau tuntutan kesehatan bolehlah. Tapi sebagai manusia dewasa tentunya tak akan keberatan meminum langsung seteguk air dari gelas tanpa bantuan sedotan. Bijak bukan? Tantangan bagi pecinta lingkungan, khususnya ahli lingkungan adalah dengan menciptakan sedotan ramah lingkungan atau terbuat dari bahan degradable (mudah diurai) dan tentunya aman bagi kesehatan dan lingkungan.

Maka marilah kita kampanyekan untuk mengurangi sedotan plastik demi mengurangi pencemaran lingkungan akibat plastik dari sedotan. Cintailah bumi dan alam semesta ini dengan bijak mengurangi alat dan bahan yang menyebabkan pencemaran baik di darat, laut maupun di udara. Langkah sederhana mari kampanyekan tagar #nostrawmovement atau gerakan tanpa sedotan di media sosial menjadi tindakan nyata. Hidup tanpa sedotan, lingkungan nyaman, hidup sehat dan menyenangkan. (msholeh10@gmail.com).
Semoga !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun