Mohon tunggu...
M shadad Alwi
M shadad Alwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam

Hobi saya ialah membaca buku dan berdiskusi selain itu aku juga hobi traveling dan memancing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika dalam Waris Islam

1 Mei 2024   07:00 Diperbarui: 1 Mei 2024   07:18 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Muhamad Shadad Alwi 222121142
Muhammad Abdul Aziz 222121160
Hanif Ula Mas’ud 222121122
Muhammad Fahrizal 222121129
Nur Amin 222121142

PROBLEMATIKA DALAM PEMBAGIAN WARIS

A.Masalah Yang Sering Dihadapi Oleh Ahli Waris Ketika Pewaris Meninggal Dunia
Ahli waris sering menghadapi sejumlah masalah yang kompleks ketika pewaris meninggal diantranya yaitu
1.Masalah Hukum dan Administratif: Proses hukum untuk mengurus warisan dapat menjadi rumit, terutama jika tidak ada wasiat yang jelas atau jika ada perselisihan antara ahli waris. Proses administrasi seperti pengajuan dokumen, pembayaran pajak waris, dan mendapatkan izin hukum juga dapat memakan waktu dan sumber daya.

2.Perselisihan Antara Ahli Waris: Ketika ada lebih dari satu ahli waris, seringkali terjadi konflik tentang bagaimana harta warisan harus dibagi. Perselisihan semacam ini bisa menjadi sangat membebani secara emosional dan dapat membutuhkan penyelesaian hukum.

3.Masalah Keuangan: Warisan bisa melibatkan aset yang kompleks seperti properti, investasi, atau bisnis. Mengelola aset-aset ini dan membayar utang-utang yang mungkin ada dapat menjadi rumit, terutama jika ahli waris tidak memiliki pengetahuan keuangan yang cukup.

4.Utang dan Klaim: Pewaris mungkin meninggalkan utang yang belum terbayar atau ada klaim hukum terhadap harta warisan. Menangani utang-utang ini dan menyelesaikan klaim-klaim dapat menjadi tugas yang menantang bagi ahli waris.

5.Pajak Waris: Ahli waris mungkin bertanggung jawab untuk membayar pajak waris atas harta yang mereka terima. Menghitung jumlah pajak yang tepat dan memastikan pembayarannya tepat waktu bisa menjadi masalah tersendiri.

6.Warisan yang Tidak Jelas atau Tidak Diketahui: Kadang-kadang, pewaris meninggalkan warisan yang tidak jelas, seperti harta yang tidak terdaftar atau dokumen hukum yang tidak lengkap. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan masalah dalam mengidentifikasi dan mendapatkan hak atas harta tersebut.

7.Masalah Emosional: Kehilangan seorang anggota keluarga atau teman dekat dapat menyebabkan stres dan kesedihan yang mendalam bagi ahli waris. Masalah emosional ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk secara efektif mengurus warisan.

B.Penyelesaian Sengketa Waris Bila Terjadi Penguasaan harta Waris Pada Salah Seorang Ahli Waris

1. Musyawarah dengan keluarga, salah satu dari ahli waris yang merasa tidak adil menjadi sebab sengketa dalam pembagian harta warisan, musyawarah dengan keluarga menjadi salah satu jalur alternatif untuk menyelesaikan masalah dalam sengketa harta warisan. Dan jika dalam cara musyawarah secara kekeluargaan ini tidak berhasil maka penyelesaian sengketa harta waris dapat dilakukan melalui jalur hukum.
2. Dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan agama untuk dilakukan pembagian harta warisan jika ahli waris atau salah satunya tidak menyetujui dengan adanya musyawarah secara kekeluargaan.

C. Dalam Islam, waris bukan sekadar peraturan hukum, tetapi juga memiliki makna yang dalam untuk menjaga keadilan dan keharmonisan keluarga. Mari eksplorasi beberapa aspek penting mengenai waris dalam Islam
1. Membantu Mengelola Risiko Finansial
Salah satu aspek penting dari waris dalam Islam adalah untuk membantu mengelola risiko finansial. Kematian seseorang dalam keluarga dapat memberikan dampak finansial yang signifikan. Dengan adanya sistem warisan yang adil, keluarga yang ditinggalkan dapat menjaga kestabilan finansial mereka. Hal ini adalah langkah penting dalam mengelola risiko finansial, terutama dalam situasi yang tidak terduga seperti kematian kepala keluarga sebagai sumber utama nafkah keluarga
2. Menjaga Kestabilan Keluarga
Waris dalam Islam memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan keluarga. Ketika seseorang meninggal dunia, ada risiko konflik di antara anggota keluarga terkait pembagian harta. Dengan adanya sistem warisan yang adil, semua anggota keluarga dapat merasakan keadilan. Hal ini membantu mencegah konflik internal dalam keluarga yang dapat merusak keharmonisan.
3. Menjaga Keadilan dalam Pembagian Harta Warisan
Salah satu manfaat utama dari hukum waris dalam Islam adalah untuk menjaga keadilan dalam pembagian harta warisan. Aturan-aturan yang jelas dan adil memastikan bahwa setiap ahli waris mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan agama. Hal ini dapat mencegah kecemburuan dalam distribusi harta warisan, yang bisa merugikan hubungan kekeluargaan
4. Menjaga Keharmonisan Keluarga
Selain aspek keadilan, waris dalam Islam juga bertujuan untuk menjaga keharmonisan keluarga. Ketika semua anggota keluarga merasa diperlakukan secara adil dan hak mereka terlindungi, maka konflik dan perselisihan dapat dihindari. Hal ini dapat sangat membantu keluarga agar tetap bersatu dan menjaga suasana harmonis di antara anggota keluarga, bahkan di dalam situasi yang sulit.

D. Penyelesaian Aul Dan Radd Dilakukan
1.Kasus Aul
Perkara harta berlebih dalam warist (radd) danperkara kekurangan harta warist (aul) kerap kali terjadi. Dalam hal ini hukum kewarisan islam mencoba memberi solusi dan demikian bukti bahwa hukum kewarisan islam bersifat dinamis yang sesuai dengan perkembangan sosial di masyarakat
Sebagai contoh bu lina meninggalkan Tirkah yaitu berupa tanah tabungan dan harta sebesar 900 juta yang merupakan harta warisan dari ayahnya, Bu Lina mempunyai seorang suami dan dua saudara kandung yang ditinggalkan bernama Rani dan Luna dan seorang ibu lalu Bagaimana pembagian waris sesuai hukum waris Islam yang mempunyai keadilan dalam prosedural dan substansial
Kedudukan dan posisi ahli waris
Ashabul furudh
Dzawil furudh nasabiyah:
Dua sdri kandung (bagian 2/3 tanpa anak)
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 176.[2]
Artinya apabila ia tidak memiliki keturunan tetapi apabila memiliki saudara perempuan dua orang maka pintu kedua nya 2/3 dari Tirkah
Dalam dalil aqli dijelaskan jika orang yang meninggal tidak memiliki keturunan dan tidak memiliki saudara laki-laki tergantung bagian dua orang saudara perempuannya ialah 2/3 dan dibagi masing-masing 1/3 dikarenakan Saudara sekandung merupakan ahli waris pengganti
Ibu (bagian 1/3 karena pewaris tidak punya anak)[3]
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11.[4]
Artinya: jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga;
Dalil aqli menunjukkan bahwa warisan yang ibu terima lebih besar dikarenakan tidak memiliki keturunan dalam hal ini anak merupakan ahli waris utama yang digantikan oleh ibu
Dzawil furudh sababiyah:
Suami (bagian ½ pewaris tidak mempunyai anak)[5]
Dalil naqli QS. An-Nisa’ ayat 12.[6]
Artinya: dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Menurut dalil aqli suami mempunyai hak waris sebesar 1/2 sebab tidak memiliki
2.Kasus Radd
Sebagai contoh, Pak Romi yang bekerja sebagai pemborong sawah memiliki istri dan seorang anak perempuan. Istrinya meninggal satu bulan yang lalu
 Pak Romi yang merupakan seorang yang menggandrungi rokok meninggal sebab penyakit yang dideritanya, ia meninggalkan, satu anak perempuan, dan empat orang cucu perempuan dari anak perempuannya.
Pak Romi termasuk petani sukses yang ketika dikalkulasikan hartanya sejumlah 6.000.000.000. Lalu seperti apa pembagian waris dalam perspektif hukum pewarisan Islam.

1.Seorang anak perempuan (bagian ½ harta waris)
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11
Artinya: jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
Menurut dalil aqli apabila suami istri hanya mempunyai satu anak perempuan maka harta tersebut jatuh di tangan anak perempuan tetapi hukum Islam memberi hak bagi anak tunggal perempuan sebanyak 1/2 bagian

2.Empat orang cucu perempuan (bagian 1/6 harta waris)[9]
Menurut dalil aqli dijelaskan bahwa cucu perempuan mendapat hak 1/6 bagian dikarenakan bagian dari furudh nasabiyah.
Ket:                                                                                      

   1.Istri (mati)                                       : Menantu laki-laki

   2. Suami (mati)                                   : Cucu Perempuan (4 orang: 1/6 bagian

    3. Anak Perempun                             : (1/2 bagian)
Penyelesaian kasus Melalui Radd

Asal Masalah: 6, sahamnya

Penerimaannya (di-Radd-kan)

Penyebut jadi 4 (3+1)

Anak Pr = ½
½ x 6 = 3
¾ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp.4.500.000.000,-

Cucu pr dari anak pr = 1/6
1/6 x 6 = 1
¼ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp. 1.500.000.000,-

Dalam tabel di atas apabila pembagian waris berdasarkan asal masalah pertama maka tirkah ada kelebihan sebesar 2.000.000.000, akan tetapi Dirga hanya sebesar 6.000.000.000, namun setelah di Radd kan, jumlah tirkah yang diterima ahli waris sesuai hukum kewarisan yaitu anak perempuan menerima Wedan 4.500.000.000, dan 4 cucu perempuannya memiliki hak Rp. 1.500.000.000
Ulama parodi yun mengatakan Rod adalah pengembalian pembagian sisa dari zawil furudh nasabiyah sesuai dengan takarannya masing-masing apabila tidak ada orang lain yang mempunyai hak untuk menerimanya.

E.Sistem Penyelesaian Dalam Pengganti Waris
Ahli waris pengganti pada hakekatnya adalah ahli waris pengganti, yaitu orang yang menjadi ahli waris karena orang tuanya yang berhak mewaris meninggal dunia sebelum ahli warisnya sehingga ia menggantikan kedudukannya. Bila dicermati suara Pasal 185(1) dan (2) mengandung makna yang luas, sebelumnya para ahli hukum berbeda pendapat mengenai status, jenis kelamin, hak yang diperoleh dan batasan bagian keuntungan ahli waris. Dalam artikel ini, semua perbedaan pendapat tersebut di atas dirangkum dalam satu artikel yang mencakup pengertian ibu pengganti dalam arti yang lebih luas. Sistem pewarisan bilateral Hazairin dengan mawalnya pada dasarnya sama dengan ibu pengganti KHI, tanpa menolak sistem pewarisan patrilineal Syafe yang tidak mengakui keberadaan ibu pengganti sebagai rujukan utama dan landasan Al-Qur’an.

 Jadi keberadaan dan penerapan kumpulan hukum Islam sebagai tolok ukur penyelesaian permasalahan suksesi di Indonesia, khususnya mengenai keberadaan/kemunculan ahli waris pengganti sebagai sesama ahli waris dengan ahli waris lainnya.Misalnya, seorang cucu laki-laki akan mewarisi delapan anak perempuan. Bila cucu adalah ahli waris dan mendapat kedudukan yang sama dengan anak laki-laki, maka bagian yang diterima adalah 2/10 (semula persoalannya 2+8=10), sedangkan jika bagian yang diberikan tidak boleh melebihi bagian dari ahli waris tersebut. tante , bagian yang diterima lebih kecil, yaitu. hingga 1/ 9 (sedangkan soalnya 1+8=9).Bagian cucu lebih tinggi jika cucu tersebut memenuhi status ashabahnya, yaitu. Mereka menerima 1/3 bagiannya, sedangkan 2/3nya diberikan kepada delapan putri seperti zawil furud. Jika cucu diberi kebebasan memilih, maka dengan sendirinya cucu akan memilih status pendampingnya.

Pemilihan anak perempuan dengan cara seperti ini tentu dinilai tidak adil, karena jika kakaknya (putra putra mahkota) tidak meninggal terlebih dahulu. , maka secara bersama-sama mereka berada pada kedudukan ashabah bil Ghair sedemikian rupa sehingga jumlah laki-laki hanya 2/10 dan jumlah perempuan 1/10.Menempatkan cucu dalam mendengarkan ashabaa. Mendapat 1/3 bagian pasti terasa tidak adil karena bagian yang diterimanya jauh lebih besar dibandingkan bagian ayahnya sekiranya masih hidup, yaitu 2/10. Oleh karena itu, hak pilih yang dikemukakan oleh Ahmad Zahar, dimana seorang ibu pengganti dapat memilih untuk mencalonkan dirinya atau tidak, dapat menimbulkan ketidakadilan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.Adanya alternatif dalam sistem hukum menghilangkan universalitas aturan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Dalam menyusun suatu peraturan harus selalu berusaha untuk mengikutinya secara konsisten dalam segala kondisi dan keadaan untuk menciptakan kepastian hukum.Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah status ahli waris adalah dengan mengganti ahli waris secara wajib, yaitu dengan mengganti ahli waris. ahli waris yang meninggal sebelum ahli waris tersebut wajib digantikan oleh anak-anaknya. Mereka tidak diberi kesempatan untuk memilih jabatan mana yang diuntungkan karena jika diberi kesempatan, mau tidak mau akan ada ahli waris lain yang dirugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun