Cucu pr dari anak pr = 1/6
1/6 x 6 = 1
¼ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp. 1.500.000.000,-
Dalam tabel di atas apabila pembagian waris berdasarkan asal masalah pertama maka tirkah ada kelebihan sebesar 2.000.000.000, akan tetapi Dirga hanya sebesar 6.000.000.000, namun setelah di Radd kan, jumlah tirkah yang diterima ahli waris sesuai hukum kewarisan yaitu anak perempuan menerima Wedan 4.500.000.000, dan 4 cucu perempuannya memiliki hak Rp. 1.500.000.000
Ulama parodi yun mengatakan Rod adalah pengembalian pembagian sisa dari zawil furudh nasabiyah sesuai dengan takarannya masing-masing apabila tidak ada orang lain yang mempunyai hak untuk menerimanya.
E.Sistem Penyelesaian Dalam Pengganti Waris
Ahli waris pengganti pada hakekatnya adalah ahli waris pengganti, yaitu orang yang menjadi ahli waris karena orang tuanya yang berhak mewaris meninggal dunia sebelum ahli warisnya sehingga ia menggantikan kedudukannya. Bila dicermati suara Pasal 185(1) dan (2) mengandung makna yang luas, sebelumnya para ahli hukum berbeda pendapat mengenai status, jenis kelamin, hak yang diperoleh dan batasan bagian keuntungan ahli waris. Dalam artikel ini, semua perbedaan pendapat tersebut di atas dirangkum dalam satu artikel yang mencakup pengertian ibu pengganti dalam arti yang lebih luas. Sistem pewarisan bilateral Hazairin dengan mawalnya pada dasarnya sama dengan ibu pengganti KHI, tanpa menolak sistem pewarisan patrilineal Syafe yang tidak mengakui keberadaan ibu pengganti sebagai rujukan utama dan landasan Al-Qur’an.
 Jadi keberadaan dan penerapan kumpulan hukum Islam sebagai tolok ukur penyelesaian permasalahan suksesi di Indonesia, khususnya mengenai keberadaan/kemunculan ahli waris pengganti sebagai sesama ahli waris dengan ahli waris lainnya.Misalnya, seorang cucu laki-laki akan mewarisi delapan anak perempuan. Bila cucu adalah ahli waris dan mendapat kedudukan yang sama dengan anak laki-laki, maka bagian yang diterima adalah 2/10 (semula persoalannya 2+8=10), sedangkan jika bagian yang diberikan tidak boleh melebihi bagian dari ahli waris tersebut. tante , bagian yang diterima lebih kecil, yaitu. hingga 1/ 9 (sedangkan soalnya 1+8=9).Bagian cucu lebih tinggi jika cucu tersebut memenuhi status ashabahnya, yaitu. Mereka menerima 1/3 bagiannya, sedangkan 2/3nya diberikan kepada delapan putri seperti zawil furud. Jika cucu diberi kebebasan memilih, maka dengan sendirinya cucu akan memilih status pendampingnya.
Pemilihan anak perempuan dengan cara seperti ini tentu dinilai tidak adil, karena jika kakaknya (putra putra mahkota) tidak meninggal terlebih dahulu. , maka secara bersama-sama mereka berada pada kedudukan ashabah bil Ghair sedemikian rupa sehingga jumlah laki-laki hanya 2/10 dan jumlah perempuan 1/10.Menempatkan cucu dalam mendengarkan ashabaa. Mendapat 1/3 bagian pasti terasa tidak adil karena bagian yang diterimanya jauh lebih besar dibandingkan bagian ayahnya sekiranya masih hidup, yaitu 2/10. Oleh karena itu, hak pilih yang dikemukakan oleh Ahmad Zahar, dimana seorang ibu pengganti dapat memilih untuk mencalonkan dirinya atau tidak, dapat menimbulkan ketidakadilan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.Adanya alternatif dalam sistem hukum menghilangkan universalitas aturan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.Â
Dalam menyusun suatu peraturan harus selalu berusaha untuk mengikutinya secara konsisten dalam segala kondisi dan keadaan untuk menciptakan kepastian hukum.Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah status ahli waris adalah dengan mengganti ahli waris secara wajib, yaitu dengan mengganti ahli waris. ahli waris yang meninggal sebelum ahli waris tersebut wajib digantikan oleh anak-anaknya. Mereka tidak diberi kesempatan untuk memilih jabatan mana yang diuntungkan karena jika diberi kesempatan, mau tidak mau akan ada ahli waris lain yang dirugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H