Mohon tunggu...
mserpong
mserpong Mohon Tunggu... Pengajar Privat Baca Quran dan Arabic Language for Specific Purpose -

Mserpong mengamati perkembangan Timur Tengah secara independen, dari Jakarta, membaca media yang terbit dari dan tentang "spot bergejolak" itu secara reguler dari versi Bahasa Arab dan Inggris. Beliau mencurahkan energinya dalam aktifitas mengajar dan penterjemahan dan mendirikan the Jeal pada awal tahun 2016. Mserpong dapat dihubungi via SMS atau Whatsapp: (+62)085-777-489-077. Email: alhusnaprivat@gmail.com, www.mserpong.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Iran dan Ketegangannya Bersama Saudi

11 Januari 2016   16:49 Diperbarui: 16 Januari 2016   13:37 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IDEOLOGI KESEDIHAN IRAN

Jika anda adalah seorang yang berkarakter melankolis dan mengalami trauma dalam kesedihan dan kesendirian yang panjang, tentu anda dapat memahami bagaimana kondisi yang dialami oleh Iran saat ini. Ideologi melankolis Syiah-Iran ini, menurut hemat penulis, mengakar dari sejarah tragedi terbunuhnya Hussein di Karbala yang terus mereka ratapi hingga hari ini. Dan ini masih ditambah dengan penanaman dari lubuk hati mereka iman kebencian kepada pihak-pihak yang berseberangan dengan Hussein atau yang mereka usung dengan sebutan Ahlul Bait.

Ideologi melankolis Syiah ini, memperoleh rumahnya, ketika Revolusi berhasil mengambil kendali pemerintahan di Iran. Amerika sebagai “syaithan buzurg” atau Setan Besar yang menjadi sasaran kebencian Iran atas dosa panjang campur tangannya dalam urusan dalam negeri Iran. Ideologi inilah yang membuat Iran berbeda dalam cara berfikir dan cara pandang dan bersikap terhadap negara-negara lain yang mewakili kepentingan Amerika, dan cara pandangnya terhadap rangkaian peristiwa khususnya belakangan ini adalah Musim Semi Arab.

Iran adalah negara penyendiri dengan ideologi unik revolusi syiahnya yang berada berada di tengah-tengah mayoritas negara-negara Muslim Sunni. Iran secara psikologis, selalu dalam posisi terancam dan agar bisa menancapkan ambisinya dan mempenetrasi Timur Tengah adalah melalui kekuatan militernya yang terus tumbuh dengan dukungan teknologi nuklir, dan inilah yang membentuk negara melankolis ini terus menjadi ancaman regional.

KOMPLEKSITAS PETA TIMUR TENGAH

Belakangan ini kita telah telah menyaksikan tiga peperangan yang berkobar di Timur Tengah yaitu di Yaman, Irak, dan Suriah, yang mengerucut pada timbulnya ketegangan Iran-Saudi. Ini tentu bukanlah yang pertama, bahwa kompleksitas peta di Timteng, telah memberikan sumbangsih dalam keguncangan persatuan nasional dan regional. Ini dikarenakan batas-batas yang telah dibuat Barat terhadap negara-negara di Timur Tengah tanpa memperhatikan batas-batas penyebaran entitas yang didasarkan atas agama atau mazhab atau suku. Tapi lebih kepada pertimbangan kepentingan negara-negara Barat yang membagi-bagikan kue warisan Daulah Ustmaniyah yang sering disebut The Sick Man.

Pasca revolusi Musim Semi Arab, Iran dengan cepat bergegas mengambil kesempatan dari kekacauan yang melanda negara Arab. Sebagaimana pesan Khamanaei yang menyatakan bagi Iran untuk mengambil peran sebagai penananggungjawab kestabilan Timur Tengah yang tidak boleh orang lain mengambilnya. Ini tentu saja dilandaskan kepada kepentingan dan keamanan Iran sendiri dan ambisinya di kawasan. Langkah-langkah yang diambil Iran selanjutnya –seperti kita lihat tanpa mengindahkan kepentingan negara-negara lain- dengan membentuk milisi atau pasukan khusus dan melakukan campur tangan di negara-negara lain, memfasilitasi kelompok bersenjata, partai partai, dan agennya agar bisa menjadi alat untuk mewakili ketidakhadirannya di hadapan sanksi ekonomio internasional.

“DOSA-DOSA” IRAN

Bagi pihak Barat, tindakan-tindakan yang dilakukan Iran dalam kebijakan luar negerinya berada di luar kesepakatan dan norma-norma, kebiasaan-kebiasan hukum yang berlaku. Sikapnya yang yang membacking isu palestina dan memposisikan dirinya sebagai pihak yang secara langsung berperang melawan Israel baik dengan cara menyokong Hamas dan al-Jihad al-Islami ataupun melalui gerakan perlawan terhadap Israel dari Libanon, mengirimkan milisi dan dukungan kepada kelompok-kelompok Syiah di Irak, dan sokongan kepada pemerintah berkuasa syiah di Suriah, dan kelompok suku Hutsi (Syiah Zaidiyah) di Yaman, dan lebih jauh Iran men-setankan Amerika dan memandang pihak-pihak yang berseberangan dengannya seperti Saudi sebagai bagian dari si Setan Besar.

Bagi negara-negara Teluk Arab khususnya Saudi, dalam menghadapi tantangan penetrasi atau yang mereka sebut “campur tangan Iran” ini merasa perlu untuk memikul di pundaknya tanggung jawab untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan regional di Timteng, yg mencakup keamanan dan stabilitas nasional dan negara-negara Teluk Arab secara umum.

Tiidaklah mungkin bagi Saudi atau negara arab lainnya menerima Iran mencampuri urusan dalam negerinya, seperti pada kasus eksekusi warga Saudi yang merupakan ulama Syiah Syekh Al-Nimr, dengan alasan membela anak-anaknya atau para pengikut setia Iran dari kalangan mazhab Syiah. Iran sebenarnya dari dulu telah sadar bahwa tidaklah mungkin untuk menjadi kekuatan regional dan melanjutkan rencananya untuk mengelilingi semenanjung Arab, dibawah bayang-bayang perlawanan Saudi yang memiliki bobot sebagai penyeimbang di tingkat dunia Islam Arab, politik, dan ekonomi.

KONTER SAUDI

Saudi setidaknya mengeluarkan dua kartu untuk memukul Iran. Yang pertama adalah dengan membuat Aliansi Militer Islam yang membuat negara non-Sunni itu menjadi semakin terkucil karena berada di luar Aliansi yang terdiri dari lebih dari 30 negara Islam. Yang kedua, Saudi sudah melihat waktu yang tepat untuk mengeluarkan kartu as Al-Nimr –dengan mengakhiri masa penjaranya dengan cara dieksekusi- sebagai korban untuk menyulut emosi negara melankolis itu. Dan kartu as Saudi itu terbukti cukup ampuh hingga membuat Iran menjadi semakin terkucil secara diplomatik karena banyak negara yang mengecamnya dan memutuskan hubungan setelah melakukan serangan terhadap kedutaan besar dan konsulat Saudi di Tehran dan Mashad.

Ketegangan ini merupakan akumulasi dari berbagai peristiwa yg terjadi sebelumnya yaitu, diantaranya kegagalan gencatan di Yaman bersamaan kegagalan perundingan politik Jenewa, dan kelompok Hutsi berupaya menerobos perbatasan di Utara Saudi. Kedua, tersandungnya normalisasi hubungan Saudi-Suriah di Lebanon seiring dengan menguatnya kemungkinan penandatangan kesepakatan nuklir Iran dan terpilihnya presiden baru Lebanon di tahun 2004. Dan ketiga, sikap Tehran menolak konferensi oposisi Suriah di Riyadh karena didorong optimisme bahwa Rusialah yang memiliki pengaruh paling dominan dalam kebijakan Damaskus.

Ketegangan ini nampaknya belum akan segera berakhir, www.alarabiya.net tgl 10/01/2016 memuat berita kunjungan Raja Salman ke Pakistan, yang berpotensi sebagai penyeimbang kekuatan nuklir Iran, untuk melakukan kerjasama bilateral termasuk diantaranya bidang keamanan.

HARAPAN WAJAH BARU IRAN?

Tentu saja Iran tetaplah diperhitungkan sebagai kekuatan regional yang besar karena memiliki arsenal nuklir yang terus dikembangkan. Dan belakangan ini, karena persiapan dalam menyongksong pemilu di bulan Februari 2016 mendatang, terlihat adanya kebutuhan kelompok Konservatif Iran untuk kembali melakukan mobilisasi nasional. Masyarakat memang menunggu solusi politik dan ekonomi sebagai hasil dari kesepakatan nuklir yang telah diambil Hasan Ruhani dan mendapat dukungan dari kelompok reformis di negara itu.

Muncul harapan baru akan wajah baru Iran melalui perubahan pemerintahan yang akan ditentukan dalam pemilu mendatang. Sebuah pemerintahan baru yang dengan kebijakan baru khususnya terkait kebijakan baru Iran di kawasan Timur Tengah, bukan dalam sosok wajah imperial yang bertengger di tengah-tengah negara Arab.

Memang bukan hal yang mudah bagi kelompok Moderat untuk mentalaktiga begitu saja pemerintahan sebelumnya.-jika nanti menang dalam pemilu. Nampaknya Iran perlu waktu yang sangat lama untuk sampai bisa secara ikhlas menerima status-quo tatanan dunia internasional saat ini, karena memang tidak mungkin bagi pemerintahan Iran manapun untuk mendirikan lembaga semacam PBB sendiri di wilayahnya untuk memangkas kekuasaan negara-negara besar. Tapi, penulis merasa, ideologi melankolis Iran tidak akan pernah membuatnya berhenti.

*Mserpong mengamati perkembangan Timur Tengah secara independen, dari Jakarta, membaca media yang terbit dari dan tentang "spot bergejolak" itu secara reguler dari versi Bahasa Arab dan Inggris. Beliau mencurahkan energinya dalam aktifitas mengajar dan penterjemahan dan mendirikan the Jeal pada awal tahun 2016. Mserpong dapat dihubungi via SMS atau Whatsapp: (+62)085-777-489-077. Email: alhusnaprivat@gmail.com, www.mserpong.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun