KONTER SAUDI
Saudi setidaknya mengeluarkan dua kartu untuk memukul Iran. Yang pertama adalah dengan membuat Aliansi Militer Islam yang membuat negara non-Sunni itu menjadi semakin terkucil karena berada di luar Aliansi yang terdiri dari lebih dari 30 negara Islam. Yang kedua, Saudi sudah melihat waktu yang tepat untuk mengeluarkan kartu as Al-Nimr –dengan mengakhiri masa penjaranya dengan cara dieksekusi- sebagai korban untuk menyulut emosi negara melankolis itu. Dan kartu as Saudi itu terbukti cukup ampuh hingga membuat Iran menjadi semakin terkucil secara diplomatik karena banyak negara yang mengecamnya dan memutuskan hubungan setelah melakukan serangan terhadap kedutaan besar dan konsulat Saudi di Tehran dan Mashad.
Ketegangan ini merupakan akumulasi dari berbagai peristiwa yg terjadi sebelumnya yaitu, diantaranya kegagalan gencatan di Yaman bersamaan kegagalan perundingan politik Jenewa, dan kelompok Hutsi berupaya menerobos perbatasan di Utara Saudi. Kedua, tersandungnya normalisasi hubungan Saudi-Suriah di Lebanon seiring dengan menguatnya kemungkinan penandatangan kesepakatan nuklir Iran dan terpilihnya presiden baru Lebanon di tahun 2004. Dan ketiga, sikap Tehran menolak konferensi oposisi Suriah di Riyadh karena didorong optimisme bahwa Rusialah yang memiliki pengaruh paling dominan dalam kebijakan Damaskus.
Ketegangan ini nampaknya belum akan segera berakhir, www.alarabiya.net tgl 10/01/2016 memuat berita kunjungan Raja Salman ke Pakistan, yang berpotensi sebagai penyeimbang kekuatan nuklir Iran, untuk melakukan kerjasama bilateral termasuk diantaranya bidang keamanan.
HARAPAN WAJAH BARU IRAN?
Tentu saja Iran tetaplah diperhitungkan sebagai kekuatan regional yang besar karena memiliki arsenal nuklir yang terus dikembangkan. Dan belakangan ini, karena persiapan dalam menyongksong pemilu di bulan Februari 2016 mendatang, terlihat adanya kebutuhan kelompok Konservatif Iran untuk kembali melakukan mobilisasi nasional. Masyarakat memang menunggu solusi politik dan ekonomi sebagai hasil dari kesepakatan nuklir yang telah diambil Hasan Ruhani dan mendapat dukungan dari kelompok reformis di negara itu.
Muncul harapan baru akan wajah baru Iran melalui perubahan pemerintahan yang akan ditentukan dalam pemilu mendatang. Sebuah pemerintahan baru yang dengan kebijakan baru khususnya terkait kebijakan baru Iran di kawasan Timur Tengah, bukan dalam sosok wajah imperial yang bertengger di tengah-tengah negara Arab.
Memang bukan hal yang mudah bagi kelompok Moderat untuk mentalaktiga begitu saja pemerintahan sebelumnya.-jika nanti menang dalam pemilu. Nampaknya Iran perlu waktu yang sangat lama untuk sampai bisa secara ikhlas menerima status-quo tatanan dunia internasional saat ini, karena memang tidak mungkin bagi pemerintahan Iran manapun untuk mendirikan lembaga semacam PBB sendiri di wilayahnya untuk memangkas kekuasaan negara-negara besar. Tapi, penulis merasa, ideologi melankolis Iran tidak akan pernah membuatnya berhenti.
*Mserpong mengamati perkembangan Timur Tengah secara independen, dari Jakarta, membaca media yang terbit dari dan tentang "spot bergejolak" itu secara reguler dari versi Bahasa Arab dan Inggris. Beliau mencurahkan energinya dalam aktifitas mengajar dan penterjemahan dan mendirikan the Jeal pada awal tahun 2016. Mserpong dapat dihubungi via SMS atau Whatsapp: (+62)085-777-489-077. Email: alhusnaprivat@gmail.com, www.mserpong.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H