Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan. Setiap keluarga mempunyai pengalaman tersendiri dalam menjalani alur kehidupannya. Pengalaman, kejadian, budaya, hubungan sosial telah membuat keluarga menjadi beberapa bentuk/jenis. Keragaman jenis keluarga ini merupakan hal yang wajar terjadi ditengah-tengah masyarakat sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia yang semakin lama semakin canggih. Salah satunya adalah adanya blended family, blended family merupakan suatu keluarga yang terbentuk ketika dua orang menikah dan setidaknya salah satu dari mereka pernah menikah sebelumnya dan mempunyai anak. Perceraian yang dialami suatu pasangan dapat mengubah pola komunikasi keluarga menjadi lebih kompleks. Komunikasi dalam blended family dapat berpotensi menimbulkan konflik ketika berhubungan dengan tuntutan peran sosial dari orang tua dan anak di dalam sebuah keluarga. Hal ini karena banyak terjadi ketidaksesuaian, perubahan, dan transisi sebelum memasuki bentuk keluarga blended family.
Perubahan secara dinamis pada blended family akan mengalami perkembangan yang terkadang mendapatkan respon positif atau negatif dari individu yang menghadapi suasana tersebut. Pada blended family, pasangan yang menikah kembali membawa masing- masing latar belakang dari pernikahan sebelumnya untuk membentuk sebuah keluarga baru. Tentunya dengan kembali melakukan penyesuaian masing- masing karakter individu yang berbeda. Ketika kedua individu memandang anak yang hadir dalam keluarga mereka secara berbeda maka akan memungkinkan terjadinya perbedaan rasa memiliki dan kepentingan. Hubungan antara orang tua tiri dan anak tiri dapat terbilang lemah karena kurangnya hubungan emosional dan kebersamaan diantara keduanya.
Realitas hubungan orang tua tiri dengan anak dalam tipe blended family dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni :
Keterikatan anak dengan orang tua tiri
Dimana jika anak sudah membangun komunikasi yang baik maka akan memunculkan penyesuaian diri dan penerimaan anak dalam blended family tersebut.
Rumah tangga yang tidak stabil akibat perceraian akan menimbulkan perasaan aman anak menjadi terganggu.
Pengalaman dari pernikahan antara orang tua kandung anak yang tidak harmonis memberikan rasa tidak aman bagi anak yang seharusnya membutuhkan perlindungan dari orang tua mereka yang mempengaruhi perasaan anak terhadap pernikahan selanjutnya.
Pandangan anak terhadap orang tua tiri yang menganggap bahwa orang tua tiri itu kejam dan mempunyai rasa cinta yang palsu terhadap anak tirinya.
Berbeda hubungan antara orang tua kandung dan anak kandung, kedalaman emosi dibangun sejak anak masih di dalam kandungan sehingga terjalin ikatan di antara keduanya dengan sangat erat, sehingga hadirnya orang tua tiri akan mempengaruhi persepsi negatif dari anak.
Anak-anak yang akan mempunyai orangtua tiri menghadapi dua persoalan :
Sulit bagi banyak anak untuk menerima keluarga baru
Anak yang menjalani blended family sering merasa seolah-olah ibu atau ayah yang baru akan menggantikan orangtua kandung sehingga tentu saja mereka menolak perubahan ini. Secara khusus anak-anak usia sekolah dan remaja biasanya sangat tak acuh kepada ”pengganti” orangtua kandung mereka. Bahkan, jika orangtua kandung mereka kooperatif, anak-anak masih takut mereka akan mengkhianati kesetiaan terhadap orangtua kandung yang telah pergi jika mereka menerima orangtua baru. Hal ini juga didukung oleh faktor emosional yang tertuang dalam diri anak atas dasar hubungan darah. Selain itu, perbedaan nilai yang dianut dua keluarga yang menyatu juga menjadi fokus utama persoalan yang ada pada blended family.
Trauma mendalam kehilangan orangtua kandung dengan datangnya pasangan yang baru.
Anak dalam suatu keluarga telah menderita kerugian besar melalui perpisahan perkawinan ataupun meninggalnya salah satu orangtua. Karena itu, mereka akan sangat peka dan reaktif pada kerugian lebih lanjut, baik kerugian yang nyata maupun yang mereka rasakan. Pernikahan kembali membawa orang dewasa lain terlibat ke dalam jalinan ”keluarga” yang telah kuat dan akan terjadi perubahan besar atas kebersamaan yang telah dikembangkan selama satu orangtua kandung dan anak bersatu.
Pada awalnya anak-anak sering merasa tergeser akibat campur tangan orangtua baru dan mencoba untuk menjaga orangtua kandung sebagai milik mereka sendiri. Anak-anak tidak merasa siap jika harus berbagi perhatian dan kasih sayang dari orangtua kandung. Banyak anak yang cemburu, kompetitif, dan menolak pasangan baru orangtua kandungnya. Meskipun anak laki-laki lebih sering memiliki kesulitan menyesuaikan diri dengan perceraian dan hidup serumah dengan ibu tunggal, melalui pernikahan kembali ibu gambarannya menjadi berubah. Anak perempuan biasanya memiliki lebih banyak kesulitan menyesuaikan diri dengan orangtua tiri daripada anak laki-laki. Anak laki-laki bisa mendapatkan sesuatu dari ayah tirinya yang hangat dan mendukung. Jika ayah tiri mereka responsif secara emosional, kebanyakan anak laki-laki secara bertahap dapat menerima minat mereka dan berkembanglah hubungan yang saling memuaskan. Umumnya, setiap anak dalam keluarga membutuhkan perhatian, kasih sayang, serta kontrol pertumbuhan dari kedua orang tuanya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keluarga adalah komunikasi, pengasuhan dan pengontrolan pada anak. Adanya latar belakang yang berbeda serta pengalaman berumah tangga pada masing- masing pasangan memungkinkan individu memiliki cara pandang yang berbeda terhadap pola asuh anak sehingga diperlukan adanya pembagian peran yang pasti serta komunikasi yang baik untuk meminimalisir adanya konflik. Adapun pola komunikasi terdiri atas 3 macam yaitu:
a. Pola Komunikasi satu arah
adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media, tanpa ada umpan balik dari komunikan dalam hal ini komunikan bertindak sebagai pendengar saja.
b. Pola Komunikasi dua arah atau timbal balik (Two way traffic communication)
yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka, komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi.
c. Pola Komunikasi multi arah
yaitu Proses komunikasi terjadi dalam satu kelompok yang lebih banyak di mana Komunikator dan Komunikan akan saling bertukar pikiran secara dialogis.
Kehidupan keluarga merupakan kehidupan yang sarat dengan berbagai dinamika dan pengaruh sehingga setiap keluarga memiliki keunikan atau ciri khas tertentu dibandingkan dengan keluarga lainnya. Untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan ikatan keluarga, orangtua tiri perlu mengambil alih peran pengasuhan dan disiplin secara perlahan. Sebaiknya di awal peran tersebut masih dipegang oleh orangtua kandung. Secara khusus ibu atau ayah kandung harus terus memantau dan mengawasi anak-anak mereka, terutama selama masa remaja, dan tidak membiarkan diri mereka menjadi berkecil hati dan merasa dipisahkan.
Dari permasalahan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam sebuah keluarga. Dalam blended family sering terjadi penolakan dikarenakan belum siapnya anggota lama menerima situasi keluarga yang baru. Hal ini bisa diselesaikan ketika komunikasi dalam keluarga bisa diperbaiki. Pola Komunikasi keluarga memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi dan sekaligus sangat komplek. Keluarga sebagai kelompok primer yang memandang komunikasi sebagai salah satu aspek penting yang digunakan untuk menilai hubungan antara anggota keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H