Merdeka !  Satu kata ampuh bergema di dinding-dinding seluruh penjuru negeri yang terjajah. Merdeka ! Lantang dan keras diucapkan para pejuang untuk membebaskan rakyat dari dirampasnya tanah-tanah surga milik  bangsa ini.Â
Apalah artinya raga jika jiwamu tak memiliki hak atas tubuh dan pemikirannya sendiri. Sama halnya dengan dunia  pendidikan. Bagaimana Kurikulum mampu diaplikasikan jika penggerak utama (para guru-guru) masih terjajah dengan sistem-sistem yang mengikat yang membenturkan tugas dan tuntutan serta  tanggung jawab dengan moral.
Begitu Kurikulum Merdeka Belajar diluncurkan, maka motor pertama yang menerima dan menyerap kata 'Merdeka' adalah guru. Sehingga makna kata 'Merdeka' menjadi makna dengan multi ganda yang diterjemahkan oleh setiap pikiran yang bersarang dalam lautan ilmu berperahu  pengalaman-pengalaman dari setiap guru.Â
Biarlah pengalaman masa lalu kita menjadi tonggak petunjuk dan bukan tonggak yang membelenggu kita. -Bung Hatta-
Seolah nasehat ini menjadi jawaban bagi aku sebagai pendidik, bahwa Kurikulum Merdeka Belajar adalah bentuk penghargaan perjuangan dari para pejuang kemerdekaan di masa lalu yang dipersembahkan untuk penerus generasi bangsa agar mengingat kata 'merdeka', bukan dari fisik tapi dari jiwa-jiwa yang masih terikat dengan aturan-aturan yang 'mengungkung' sehingga kebebasan berpikir dan menjadi 'diri sendiri' yang sesuai dengan bakat dan minat para siswa terbebaskan.
Bung Hatta yang pernah bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia Merdeka. Sumpah mulia dari sang pecinta tanah air dan bangsa. Menandakan bahwa Merdeka adalah hal terpenting dari keseluruhan kehidupan. Dengan terjajah, kita tidak akan bisa dengan bebas untuk menuntut ilmu dan beribadah. Merdeka seperti udara yang harus dimiliki oleh setiap mahluk untuk hidup.Â
Merdeka belajar, bukan berarti bagi guru bebas tugas dalam mengajar. Tetapi bebas memilih metode dan strategi-strategi  yang mampu memerdekan para siswa dalam keberagaman atas kemampuan yang dimiliki setiap para siswa(berdeferensial).  Dan bagi para siswa bukan berarti merdeka dengan bebas kelas, tapi memiliki kebebasan dalam memilih apa yang menjadi passionnya untuk menentukan masa depan yang akan dijalani oleh mereka sendiri.Â
Teringat kembali dengan sosok bung Hatta, tokoh yang sangat aku idolakan. Beliau memiliki karakter yang kuat sehingga dengan karakternya mampu 'membebaskan' diri, bangsa dan negaranya. Merdeka dari penjajahan yang sesungguhnya dan merdeka dalam berpendidikan yang  berkarakter.
Bung Hatta mengawali sekolah di Bukittinggi, di sekolah Belanda . Ketika sekolah di ELS (Europeesche Lagere School ) di Bukittinggi. Bung Hatta pernah menyelesaikan kelas satu selama empat bulan dan langsung naik ke kelas dua. Hal ini karena Bung Hatta ketika masuk sekolah sudah bisa membaca dengan lancar berkat ketekunannya belajar membaca. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, Bung Hatta melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Lager Onderwijs) setingkat SMP.
Bung Hatta  memiliki karakter yang sangat jujur dan sederhana. Bung Hatta sangat amanah dalam urusan keuangan. Beliau beberapa kali dipercaya menjadi bendahara diberbagai organisasi, seperti  klub sepak bila dan perhimpunan pemuda Jong Sumatranen Bond cabang Padang.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!