Ada satu balita yang ku temui orang tuanya masih muda, mungkin menikah karena kasus. Setelah menikah suaminya pergi, entah kemana, tak bertanggung jawab. Istrinya yang masih muda, memilih melanjutkan kuliah. Si bayi hanya dijaga neneknya. Kadang-kadang mereka tak membeli susu untuk si bayi. Sebenarnya si bayi masih butuh ASI sampai enam bulan, ASI Eksklusif. Tapi begitulah adanya. Sehari ternyata karena tak membeli susu, si bayi diberi teh, kalau tidak ya air gula. Tapi yang miris kadang pernah diberi air belimbing. Ah, malangnya rakyat kita. Aku hanya bisa iba pada mereka. Dan dalam hati ku tanya dimana peran pemerintah? Pada pemerintahnya dari partai berlambang Banteng, yang katanya nasionalis, serta bergerak pada wong cilik, masyarakat kecil.
Sehari setelah itu, aku balik ke tempatku. Kembali ke Ternate. Ada beberapa hal ku ceritakan pada Dawam dan Said, yang ku temui di sekretariat tentang beberapa kejadian yang ku temui.
"Kadang-kadang ku pikir gerakan Islam harus melampaui gerakan moral, gerakan Islam juga harusnya mampu mengentaskan kemiskinan", kata Dawam
Ku tatap pada Said, "Aku rasa semua harus dimulai dari perbaikan moral. Dimulai dari pemuda karena kita memang estafet segala kepemimpinan ke depan. Perbaikan moral-lah yang akan menyelesaikan masalah, membuat penganggaran sesuai prosedural hingga tersentuh pada masyarakat", kata Said sambil menatap pada aku dan Dawam.
Kadang-kadang aku sendiri berpikir, "Bahwa moral, keinginan, kepedulian, harus kita lampaui, kita juga butuh kemampuan, dan turut pula kemauan untuk memulai mengentaskan kemiskinan, minimal meminimalisirnya dengan segala program yang kita bisa. Dan janganlah kita bicara keadilan, bila masyarakat sendiri masih terkukung tanpa komunikasi dan sulitnya transportasi. Dan jangan kita bicara kesejahteraan kalau kita masih menyaksikan bayi yang meminum air belimbing. Walaupun gubernurnya seorang kiai sekalipun. Atau anggota dewannya dari partai yang mengatasnamakan dakwah sekalipun. Atau pemerintahnya dari partai berlambang Banteng, yang katanya nasionalis, serta bergerak pada wong cilik, masyarakat kecil", aku hanya termenung.
Masih termenung aku berkata, "Partai nasionalis, partai islam, partai kiri, rasa-rasanya sama saja bung, sama-sama kepentingan pribadi, urusan yang penting uang".
"Atau di birokrasi masalahnya?" aku bertanya lagi. "Ah, bukannya yang menjadi pemimpin pemerintah itu dari partai? Yang mengatur segala ketentuan dan penganggaran kan dari pemerintah yang ujungnya dari partai!"
Dan Dawam dengan semangat berkata, "Aku dari dulu mencoba selalu menempatkan pada pola pandang, Islam, Islam yang bergerak. Islam Bergerak".
Setelah obrolan itu, aku kembali ke rumah. Aku kembali menikmati buku bacaanku. Kembali melihat novel-novelku. Aku mencoba membaca Pramoedya-Korupsi. Aku kembali membuat catatan-catatanku. Aku kembali mengetik catatanku. Selanjutnya adalah cerita tentang catatanku. Catatan-catatan Usamah. Aku adalah Usamah.