Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekali Lagi tentang Narasi Sosialisme Religius?

16 Mei 2023   11:54 Diperbarui: 17 Mei 2023   13:04 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekali Lagi Tentang Narasi Sosialisme Religius?

M. Sadli Umasangaji

 

Mengapa berbicara mengenai sosialisme? Kita bisa bertanya. Bagaimanapun, 'sosialisme' punya pengertian sampingan yang negative sejak kejatuhan di Uni Soviet dan Negara-negara di Eropa Timur lainnya. Kembali, mengapa berbicara mengenai sosialisme? Ada alasan sangat kuat untuknya. Disini saya (Martha Harnecker, 2015), mengutip Wakil Presiden Bolivia Alvaro Garcia Linera, yang menggunakan kata-kata sangat sederhana, pada 8 Februari 2010, Menyebut apa yang dinamakan 'sosialisme komunitas', dia mengatakan:

Baca juga: Keimanan yang Kiri

"Kita berbicara mengenai pokok soal ini hanya karena satu alasan, dan ini karena masyarakat yang saat ini ada di dunia, masyarakat yang hari ini kita miliki di seluruh dunia adalah masyarakat dengan terlalu banyak ketidakadilan, masyarakat dengan terlalu banyak ketimpangan. Hari ini, di dunia kapitalis dalam mana kita hidup ini, sebelas juta anak-anak meninggal dunia setiap tahun karena kekurangan gizi, karena pelayanan kesehatan yang buruk, karena tidak ada dukungan untuk mengobati penyakit-penyakit yang bisa disembuhkan. Sebanyak seluruh penduduk Bolivia mati setiap tahun dan setiap tahun lagi.

Masyarakat kapitalis ini, yang mendominasi dunia, yang memberi kita penerbangan ke angkasa luar, yang memberi kita internet, memungkinkan delapan ratus juta manusia tidur setiap malam dalam keadaan lapar. Sekitar dua milyar orang di bumi ini tidak mendapatkan pelayanan dasar. Kita punya mobil-mobil, kita punya kapal-kapal terbang, sekarang kita berpikir untuk pergi ke planet Mars, betapa indahnya! Tetapi disini di atas bumi ada orang-orang yang tidak mendapatkan pelayanan dasar, ada orang-orang yang tidak mendapatkan pendidikan, dan kalau ini tidak cukup, ini adalah masyarakat yang secara permanen dan berulang-ulang menimbulkan krisis, dan krisis menimbulkan pengangguran, memaksa perusahaan-perusahaan untuk tutup. Ada begitu banyak kekayaan, tetapi terpusat di tangan sedikit orang. Dan ada banyak orang yang tidak punya kekayaan dan tidak bisa menikmati apa yang ada. Sekarang ini ada dua ratus juta orang menganggur di dunia ini.

Itulah masalahnya, ini adalah masyarakat yang menimbulkan begitu banyak kontradiksi, yang menghasilkan pengetahuan, ilmu, dan kekayaan, tetapi yang sekaligus menimbulkan begitu banyak kemiskinan, begitu banyak pengabaian, dan pada puncaknya, tidak puas menghancurkan umat manusia saja dan melanjutkan menghancurkan alam. Ribuan jenis binatang dan tumbuhan telah dihancurkan dalam masa 400-500 tahun terakhir sejak dimulainya kapitalisme. Hutan menjadi semakin sempit dan sempit saja, lapisan ozone sedang dipertipis, kita mengalami perubahan iklim, gunung-gunung bertopi salju abadi sekarang sedang dalam proses kepunahan.

Baca juga: Catatan Usamah

            Ketika kita berbicara tentang sosialisme, kita sedang berbicara mengenai sesuatu yang sangat berbeda dari yang sedang kita alami. Kita bisa memberinya nama yang lain. Kalau orang tidak suka kata sosialisme, mereka bisa menyebutnya komunitarianisme, mereka bisa menamakan 'hidup baik', tidak masalah, kita tidak berjuang untuk nama-nama."

            Dari perkataan itu, kita akan patut berpikir bahwa apapun namanya di masa-masa kini kita menjadi butuh terhadap suatu gerakan yang memenuhi nilai-nilai tentang pembelaan terhadap keharusan kehidupan bersama dengan menanamkan dengan kesejahteraan yang merata dan hidup yang semakin membaik.

Kaum Marxis, sebagaimana dituliskan (Engineer, 2009) perlu mengembangkan sebuah pendekatan religio-kultural dan ekonomi yang menyeluruh yang berakar pada etos masyarakat setempat. Marxisme juga tidak bisa mengesampingkan agama, apalagi mencampakkanya. Marxisme sangat perlu memikirkan masalah ini secara mendalam. Menganggap agama sebagai candu masyarakat dan membuangnya merupakan pendekatan yang sunguh-sungguh dangkal. Harus diingat bahwa agama adalah instrumen yang penting dan dapat digunakan sebagai candu atau ideologi yang revolusioner.

Islam adalah sebuah agama dalam pengertian teknis dan sosial-revolutif yang menjadi tantangan yang mengancam struktur yang menindas pada saat itu di dalam maupun di luar Arab. Agama tidak boleh hanya berhenti sampai pada urusan akhirat, namun juga tidak boleh semata-mata berurusan dengan masalah duniawi, agama harus dapat menjaga relevansinya. Sayang sekarang ini teologi hanya berupa seikat ritual yang tidak memiliki ruh untuk menyentuh kepentingan kaum tertindas dan kaum miskin.

Sebuah Naluri

Sebagaimana dituliskan Eko Prasetyo (2014), revolusi sosial mungkin jawaban yang tidak sempurna, tetapi melalui jalur inilah, agama mengambil bentuk keberpihakan yang jelas. Untuk apa harus menggunakan Islam Kiri? Pertama-tama karena kategori 'kiri' akan mendorong ummat untuk belajar lebih banyak mengenai materialism historis yang bisa dijadikan alat analisis persoalan yang sekarang sedang dialami, yang kedua, kiri adalah kategori yang akan mengembalikan 'iman' dalam perseteruannya dengan para penindas. Atau seperti pendapat gerakan Mujahidin Khalq, kami mengatakan 'tidak' untuk filosofi Marxis terutama ateisme. Akan tetapi, kami mengatakan 'ya' untuk pemikiran sosial Marxis, khususnya analisisnya tentang feodalisme, kapitalisme, dan imperialisme.

Pada titik ini pulalah bahwa Islam harus ditempatkan pada posisi yang berpihak pada kelompok yang tertindas bukan kelompok yang menindas. Sebagaimana tulis Asghar Ali, bahwa Agama harus menjadi sumber motivasi bagi kaum tertindas untuk merubah keadaan mereka, dan menjadi kekuatan spiritual untuk mengkomunikasikan dirinya secara berarti dengan memahami aspek-aspek spiritual yang tinggi dari realitas ini.

Dengan demikian tantangan kemiskinan ini harus dijawab dengan membangun struktur sosial yang bebas dari eksploitasi, penindasan dan konsentrasi kekayaan pada segelintir tangan saja. Dalam struktur sosial yang seperti ini, terdapat nilai kebenaran yang lain yaitu keadilan di bidang sosial, ekonomi, hokum dan politik.

Kemudian dalam bahasan lain, Asghar Ali menuliskan, orang harus adil, walaupun bertentangan dengan kepentingan dirinya, orang tuanya dan kerabatnya, dan keadilan tu merupakan bagian integral dari taqwa. Taqwa bukan berarti hanya melaksanakan sholat, berpuasa, dan menahan nafsu, tetapi juga berlaku seadil-adilnya. Dan jelas bahwa mengatasi kemiskinan tidak dapat dilakukan tanpa berlaku adil dalam pengertian yang sebenar-benarnya.

Sistem kapitalisme modern sangat eksploitatif, sehingga menimbulkan struktur sosio-ekonomi yang tidak adil. Dalam struktur yang seperti ini, tidak ada keadilan sosial, ekonomi, dan politik. Bahkan seandainya peraturan politik yang ada tidak selaras dengan kepentingan kelas yang berkuasa dalam masyarakat Marxian, dan tidak selaras dengan kepentingan masyarakat banyak dalam masyarakat modern-demokratus, kita tetap saja sulit untuk menolak hegemoni kelas kapitalis dan praktek-praktek yang eksploitatif. Bentuk-bentuk eksploitasi sesama manusia sudah menjadi ketidakadilan yang parah dan tidak sesuai dengan doktrin keadilan dalam Islam. Itu juga merupakan alasan mengapa masyarakat kapitalis modern tidak dapat bekerja sama dengan Weltanshauung Islam.

Sebuah Harapan

Sayyid Qutbh menuliskan, "Bahwasanya watak pandangan Islam terhadap kehidupan manusia, telah menjadikan keadialan sosial ini sebagai keadilan kemanusiaan yang tidak berhenti pada persoalan materi dan ekonomi semata. Bahwasanya nilai-nilai dalam kehidupan ini adalah nilai material dan sekaligus nilai-nilai immaterial, tidak mungkin dilakukan pemisahan antara kedua sifatnya yang merupakan satu kesatuan yang lengkapi-melengkapi satu sama lain serta serasi, dan bukan merupakan satu masyarakat yang penuh pertentangan dan perbedaan."

Sedangkan gagasan Hasan Hanafi, apa yang kemudian menjadi agenda Islam Kiri? Yakni; pertama, membebaskan tanah air dari serangan ekstra kolonialisme dan zionisme. Kedua, kebebasan universal melawan penindasan, dominasi, da kediktatoran dari dalam. Ketiga, keadilan sosial menghadapi kesenjangan lebar antar kaum miskin dan kaya. Keempat, pesatuan menghadapi keterpecahbelahan dan diaspora. Kelima, pertumbuhan melawan keterbelakangan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Keenam, identitas diri menghadapi westernisasi dan kepengikutan. Ketujuh, mobilisasi kekuatan massa melawan apatisme.

Nurcholish Madjid (2013), menyatakan tentang prinsip-prinsip dalam agama Islam dengan kaitan semangat sosialisme. (1) seluruh alam raya ini beserta isinya adalah milik Tuhan. Tuhan-lah pemilik mutlak segala yang ada, (2) benda-benda ekonomi adalah milik Tuhan (dengan sendirinya), yang kemudian dititipkan kepada manusia (kekayaan sebagai amanah), (3) penerima amanah harus memperlakukan benda-benda itu sesuai dengan 'kemauan' Sang Pemberi Amanah (Tuhan), yaitu hendaknya diinfakkan menurut jalan Allah. (4) kesempatan manusia memperoleh kehormatan amanah Allah itu (yaitu mengumpulkan kekayaan) harus didapatkan dengan cara bersih dan jujur (halal). (5) setiap tahun, harta yang halal itu dibersihkan dengan zakat. (6) penerima amanah harta tidak berhak menggunakan (untuk diri sendiri) harta itu semaunya, melainkan harus dengan timbang rasa begitu rupa sehingga tidak menyinggung rasa keadilan umum. (7) orang miskin mempunyai hak yang pasti dalam harta orang-orang kaya. (8) dalam keadaan tertentu, kaum miskin berhak merebut hak mereka dari orang-orang kaya, jika kedua ingkar. (9) kejahatan tertingi terhadap kemanusiaan ialah penumpukkan kekayaan pribadi tanpa memberinya fungsi sosial. (10) cara memperoleh kekayaan yang paling jahat adalah riba. (11) manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mensosialisasikan harta yang dicintainya.

Asas lain yang diuraikan Sayyid Qutbh (1994), Islam menolak menjadikan materi sebagai imbalan bagi nilai-nilai itu dan tidak mau mengubah kehidupan ini menjadi sekedar dinilai dengan sepotong roti, kepuasan jasmani, atau sejumlah uang namun dalam waktu yang bersamaan memberi beban kepada setiap orang yang tidak jarang pula melebihi kemampuan mereka, dengan tujuan melenyapkan tekanan kehendak mereka. Islam juga mengharamkan segala bentuk kemewahan yang mendorong manusia tertuju pada kehidupan materi, memperturutkan nafsu syahwatnya dan menciptakan kelas-kelas yang berbeda dalam masyarakat. Dalam masalah kekayaan ini, Islam mengatur pula hak-hak fakir miskin sesuai dengan kebutuhan mereka dan yang membawa kebaikan bagi masyarakat, serta menjamin terwujudnya keadilan, terpenuhinya kebutuhan dan pertumbuhan individu.

Pada akhirnya seperti pada umumnya, bahwa terbagi atas pesona sebuah ideologi dan pesona pelaku penerapan sebuah ideologi. Pesona ideologi akan didukung dengan realisasi pesona pelaku penerapan sebuah ideologi. Ketidakcapaian pesona penerapan ideologi tidak mengurangi pesona sebuah ideologi. Tapi hal demikian terpatri sebagai narasi. Dan akan terjadi dialetika antara negasi dan afirmasi.  Pada asasnya ini adalah narasi. Sebagaimana gagasan Murtadha Muthahhari, "Gerakan sosial haruslah bertumpu pada gerakan pemikiran dan kultural atau ia akan terjerumus dalam perangkap gerakan yang memiliki landasan budaya dan luluh di dalamnya sehingga berubah arah tanpa bisa dicegah".

Harapan pada narasi ini bertumpu pada ide Hamka, "Cobalah gambarkan rupa masyarakat jika ajaran seperti ini berlaku dalam masyarakat. Ekonomi berpadu dengan budi. Dilarang yang kaya berbuat suka hati dengan hartanya untuk pelesir, minum dan bertaruh lomba kuda dan lain-lain. Diperintahkan yang mampu mengeluarkan bagian hartanya untuk membantu yang miskin dan papa, yang dibantingkan oleh ombak masyarakat. Kalau ini terjadi, pastilah hilang pertentangan kelas seperti yang ada sekarang, pelepasan dendam yang tidak berkeputusan. Tidak ada lagi kaya terlalu kaya dan miskin terlalu miskin, tetapi di antara yang kaya dan yang miskin ada tali halus yang menghubungkan, tali bakti kepada Allah dalam masyarakat". Mungkin ini hanya sekedar imajinasi?

Atau mungkin kita membayangkan seperti tulisan Tjokroaminoto dengan menyebutkan, "Islamisme adalah dasar dan sumber sosialisme yang sejati, untuk menimbulkan keselamatan dunia dan keselamatan akhirat bagi segenap kemanusiaan". Kemudian Tjokroaminoto menuliskan, "Dengan sebenar-benarnya persaudaraan di dalam Islam adalah sesempurna-sesempurna persaudaraan, baik di dunia maupun persaudaraan di akhirat".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun