Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Proletariat Gizi

14 Mei 2023   11:53 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:46 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam (Mudhoffir, 2018), proletariat adalah kategori subjektivitas yang progresif, revolusioner, dan diperlukan dalam perjuangan kelas. Kategori ini tidak selalu melekat pada kelas pekerja, seperti halnya lumpen-proletariat yang tidak melekat sebagai bentuk subjektivitas rakyat miskin. Lumpen-proletariat kemudian diartikan sebagai kategori keagenan yang menjadi anti-tesis dari proletariat.

Sampai bahasan ini, apa korelasi yang dapat kita akan selaraskan antara proletariat dan masalah gizi, mungkin beberapa kata yang dapat melengkapi itu adalah "Gizi Buruk, Gizi Kurang, Gizi Sangat Kurus, dan isu strategis Kemenkes; Stunting, yang semuanya dilekatkan pada fenomena kemiskinan pada kaum proletariat, lapisan sosial terbawah. Kemudian kata itu menempatkan makna pada sebuah frasa; Proletariat Gizi.

Sebuah Korelasi

Mengutip Wakil Presiden Bolivia Alvaro Garcia Linera, yang menggunakan kata-kata sangat sederhana, pada 8 Februari 2010, dia mengatakan: "Kita berbicara mengenai pokok soal ini hanya karena satu alasan, dan ini karena masyarakat yang saat ini ada di dunia, masyarakat yang hari ini kita miliki di seluruh dunia adalah masyarakat dengan terlalu banyak ketidakadilan, masyarakat dengan terlalu banyak ketimpangan. Hari ini, di dunia kapitalis dalam mana kita hidup ini, sebelas juta anak-anak meninggal dunia setiap tahun karena kekurangan gizi, karena pelayanan kesehatan yang buruk, karena tidak ada dukungan untuk mengobati penyakit-penyakit yang bisa disembuhkan. 

Sebanyak seluruh penduduk Bolivia mati setiap tahun dan setiap tahun lagi. Masyarakat kapitalis ini, yang mendominasi dunia, yang memberi kita penerbangan ke angkasa luar, yang memberi kita internet, memungkinkan delapan ratus juta manusia tidur setiap malam dalam keadaan lapar.

Sekitar dua milyar orang di bumi ini tidak mendapatkan pelayanan dasar. Kita punya mobil-mobil, kita punya kapal-kapal terbang, sekarang kita berpikir untuk pergi ke planet Mars, betapa indahnya! 

Tetapi disini di atas bumi ada orang-orang yang tidak mendapatkan pelayanan dasar, ada orang-orang yang tidak mendapatkan pendidikan, dan kalau ini tidak cukup, ini adalah masyarakat yang secara permanen dan berulang-ulang menimbulkan krisis, dan krisis menimbulkan pengangguran, memaksa perusahaan-perusahaan untuk tutup. 

Ada begitu banyak kekayaan, tetapi terpusat di tangan sedikit orang. Dan ada banyak orang yang tidak punya kekayaan dan tidak bisa menikmati apa yang ada. Sekarang ini ada dua ratus juta orang menganggur di dunia ini".

Secara data berdasarkan hasil PSG (2017), gizi sangat kurang sebesar 3.8%, gizi kurang 14.0%, Sangat Pendek sebesar 9.8%, Pendek sebesar 19.8%, Sangat Kurus 2.8%, Kurus 6.7%. Selain itu, BPS mengukur kemiskinan pada bulan Maret dan September. Kondisi September 016 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 27,76 juta orang (10,70%) berkurang 0,24 juta orang dibandingkan kondisi Maret 2016 yang sebesar 28 juta orang (10,86%). Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi Maret-September 2016  yaitu laju inflasi umum cenderung rendah,  perbaikan penghasilan petani,  dan  harga eceran beberapa komoditas bahan pokok mengalami penurunan.

Sedangkan dalam Buku Pendek (Stunting) di Indonesia, tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5 kuintil, dimana kuintil 1 adalah kelompok termiskin sedangkan kuintil 5 adalah kelompok terkaya. Untuk melihat pengaruh faktor tingkat kesejahteraan keluarga pada status gizi pendek, digambarkan perbandingan prevalensi pendek pada kuintil 1 (termiskin) dibandingkan kuintil 5 (terkaya). Disini juga terlihat jelas prevalensi pendek pada kuintil 1 secara konsisten dan signifikan selalu lebih tinggi dibandingkan kuintil 5. Kesenjangan pada usia sekolah (5-12 tahun) dan (13-18 tahun) bahkan sampai hampir 2 kali lipat. Pengaruh kemiskinan terhadap status gizi pendek memang tidak terbantahkan.

Dalam gagasan Mengapa Indonesia Belum Sejahtera? (Hamzah, 2018), kekurangan gizi dan gizi buruk yang terjadi di Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari masalah kemiskinan sekaligus menjadi indikator penting dalam menilai kesejahteraan warga negara. Kemiskinan dalam statistik hanya menangkap nilai moneter dari bahan makan yang distandarisasi dengan satuan kalori. Sehingga prestasi pemerintah menurunkan angka kemiskinan dipaparkan ke publik, tidak berarti persoalan kemiskinan secara tuntas telah teratasi. Dimensi kemiskinan sangat luas dan mendalam. Kecukupan akan gizi dalam rumah tangga miskin, faktanya masih menjadi tantangan tersendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun