Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menilik Deteksi Dini Zat Besi Pada Remaja Putri

13 Mei 2023   16:33 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:39 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Remaja putri lebih rentan terkena anemia disebabkan oleh beberapa hal, seperti remaja pada masa pertumbuhan membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi, adanya siklus menstruasi yang menyebabkan remaja putri banyak kehilangan darah, banyaknya remaja putri yang melakukan diet ketat, lebih banyak mengonsumsi makanan nabati yang kandungannya zat besi sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan zat besi tidak terpenuhi dan asupan gizinya tidak seimbang. Remaja putri mengalami haid tiap bulan, dimana kehilangan zat besi 1,25 mg perhari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria. Penyebab paling umum dari anemia secara global adalah anemia defisiensi besi. (Nuraeni, dkk, 2019).

Remaja putri mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena anemia dari pada remaja putra. Alasan pertama karena setiap bulan pada remaja putri mengalami haid. Seorang wanita yang mengalami haid yang banyak selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan kehilangan besi, sehingga membutuhkan besi pengganti lebih banyak dari wanita yang  haidnya hanya tiga hari atau sedikit. Alasan kedua adalah karena remaja putri seringkali menjaga penampilan, keinginan untuk tetap langsing atau kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang penting seperti besi (Arisman, 2010 dalam Andaruni, 2018).

Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah anemia pada remaja adalah melalui pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) berupa zat besi (60 mg FeSO4) dan asam folat (0,25 mg). WHO telah merekomendasikan konsumsi tablet besi untuk Wanita Usia Subur (WUS) menstruasi adalah secara  intermittent  (1 kali/minggu), dengan dosis TTD 60 mg elemental besi dan 2,8 mg asam folat selama 12 minggu/3 bulan dengan jeda tiga bulan. Jadi suplementasi diberikan dua kali setahun selama tiga bulan, sehingga jumlah total tablet yang diberikan selama suplementasi adalah 24 tablet/tahun (WHO 2011 dalam Susanti, dkk, 2016).

Kelompok remaja putri merupakan sasaran strategis dari program perbaikan gizi untuk memutus siklus masalah agar tidak meluas ke generasi selanjutnya. Program pemerintah Indonesia yang fokus terhadap penanggulangan anemia remaja putri yakni Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) dengan sasaran anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui pemberian suplementasi kapsul zat besi. (Permatasari, dkk, 2018). Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak mencukupi kebutuhan terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat besi. Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh. 

Tahapan lama dalam pemberian tablet tambah darah oleh kebijakan Kemenkes telah menetapkan dosis suplementasi besi pada WUS (termasuk remaja) adalah 1 tablet/minggu dan ketika menstruasi diberikan setiap hari selama 10 hari dengan lama pemberian empat bulan. Dengan demikian, jumlah total tablet yang diberikan selama suplementasi adalah 52 tablet/tahun dengan TTD yang tersedia sama dengan ibu hamil (Depkes 2003). Terjadi perubahan dalam pola pemberian, dimana sekarang pola pemberian dilakukan setiap minggu 1 tablet dan setiap bulan bisa mendapat 4-5 tablet. Pemberian dalam setahun sebanyak 52 tablet. TTD adalah tablet yang sekurangnya mengandung zat besi setara dengan 60 mg besi elemental dan 0,4 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintah maupun diperoleh secara mandiri. (Kemenkes, 2018).

Upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah anemia gizi tidak selalu berjalan dengan baik dan efektif. Penelitian Kheirouri menyebutkan bahwa selain ketersediaan tablet besi dan efek samping yang ditimbulkan oleh tablet, terdapat faktor lainnya yang dapat memengaruhi keefektifan program suplementasi besi yaitu dipengaruhi kualitas TTD, cara sosialisasi kepada remaja putri, peran orangtua, kerjasama stakeholder, serta pelatihan edukator. Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) tahun 2016 di Kota Bogor baru berjalan di tahun kedua. Program di tahun pertama (2015) masih belum berjalan secara efektif dan hanya melihat cakupan pemberian saja. (Permatasari, dkk, 2018).

Realitas pemberian tablet tambah darah memang mengalami fluktuatif. Selain itu memang target capaian pemberian memang dilakukan bertahap. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2015-2019 menargetkan cakupan pemberian TTD pada rematri secara bertahap dari 10% (2015) hingga 30% (2019). Diharapkan sektor terkait di tingkat pusat dan daerah mengadakan TTD secara mandiri sehingga intervensi efektif dengan cakupan dapat dicapai hingga 90%. (Kemenkes, 2018). Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017 menunjukkan data Persentase Remaja Putri mendapat Tablet Tambah Darah 12.4% meningkat dari Tahun 2016 10.3%. Akan tetapi polemiknya bukan hanya terbatas pada pemberian tapi juga seberapa jauh tablet zat besi-nya dikonsumsi. Selain itu, faktor semisal merasa mual, anggapan seperti ibu hamil dan beragam hal lainnya juga mempengaruhi proses dalam mengonsumsi tablet zat besi.

Rendahnya pengawasan dan motivasi dari pengkonsumsi TTD di rumah membuat tingkat kepatuhan rendah. Program pemberian TTD di India pada penelitian Risonar menunjukkan hasil kepatuhan yang cukup tinggi yakni didapatkan nilai kepatuhan 100% pengonsumsian TTD. Kepatuhan ditunjukkan dengan pengonsumsian secara langsung dengan edukasi dan pengawasan dari guru saat di sekolah dan dilakukan minum TTD bersama di hari yang telah ditetapkan. (Permatasari, dkk, 2018).

Anemia dapat menimbulkan risiko pada remaja putri baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek anemia dapat menimbulkan keterlambatan pertumbuhan fisik, dan maturitas seksual tertunda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Sedayu, tentang hubungan kejadian anemia dengan prestasi pada remaja putri didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara kejadian anemia terhadap prestasi belajar. Hal ini menunjukkan dampak remaja yang mengalami anemia adalah kurangnya konsentrasi sehingga akan memengaruhi prestasi belajar remaja tersebut di kelasnya. Dampak jangka panjang remaja putri yang mengalami anemia adalah sebagai calon ibu yang nantinya hamil, maka remaja putri tidak akan mampu memenuhi zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya yang dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan dan persalinan, risiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian perinatal. (Nuraeni, dkk, 2019).

 

Realitas Pemberian Tablet Tambah Darah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun