Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Masalah Gizi dalam Konstruksi Sosial

9 Mei 2023   15:00 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:32 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara teori konsep dasar timbulnya penyakit, pertama, konsep jaring-jaring sebab akibat, ada faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah gizi (Supariasa, dkk, 2002) skema kerangka pikirnya menunjukkan terdiri atas beberapa penyebab; penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah, dan akar masalah.Penyebab langsung terdiri atas asupan makanan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung terdiri dari ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh serta sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan. 

Pokok masalah yang mempengaruhi terdiri dari daya beli, akses pangan, akses informasi, akses pelayanan, kemiskinan, ketahanan pangan, pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan.Akar masalah yang mempengaruhi terdiri dari ekonomi, politik, sosial dan budaya.Kedua, konsep Roda yang memandang bahwa memerlukan identifikasi berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak menekankan pentingnya agen.Disini dpentingkan hubungan antara manusia dan lingkungan hidupnya.

Dari dua konsep diatas, harusnya ada konstruksi sosial sebuah masalah gizi yang dipengaruhi oleh realitas kelas sosial. Kelas (Ridha, 2016), sebagaimana kita ketahui, ada sebagai posisi kolektif yang ditempati individu dalam konteks sosio-ekonomi tertentu. Karena konteks ini, kelas sosial memiliki stratifikasi dimana terdapat golongan yang memiliki banyak atau berlimpah sumber daya ekonomi serta golongan yang memiliki tidak banyak atau sedikit sumber daya ekonomi. Hal lain yang perlu diperhatikan dari stratifikasi ini adalah posisi kelas-kelas sosial tidak berdiri terpisah antara satu dengan yang lain. 

Dengan kata lain, suatu posisi kelas hanya dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan posisi kelas yang lain. Kelas bawah hanya dapat dikatakan bawah karena ada kelas atas, dan begitu juga sebaliknya. Disinilah kelas muncul sebagai suatu kategori yang relasional. Dalam konteks sosio-ekonomi kapitalistik, tendensi umum dalam relasi yang menciptakan stratifikasi kelas sosial tentu saja adalah relasi produksi yang tidak terdamaikan antara kapital dengan kerja.

Dengan ini, maka kelas sosial dalam masalah gizi, utamanya masalah gizi buruk dalam kasus dapat terbagi beberapa kelas, pertama, penderita gizi buruk yang tidak memiliki relasi kelas (penderita gizi buruk dengan kondisi ekonomi kelas terbawah), proletariat gizi, kedua, penderita gizi buruk dengan kondisional internal atau terjadi karena penyebab langsung secara murni, dimana asupan makanan kurang terkait dengan nafsu makan dan kondisi anak terhadap makanan, ketiga, penderita gizi buruk dengan kondisi ekonomi mapan tetapi pola asuh yang kurang baik, keempat, penderita gizi buruk karena eksplanasi dari bagian metabolism tubuh anak atau bisa terjadi karena hipermetabolisme.

Menempatkan Relasi Kelas Sosial

Dalam tataran sosial, kesehatan dan penyakit bukan hanya karena secara intrinsik menarik, dan merupakan isu sentral dari keberadaan manusia, yakni, sakit, penderitaan dan meninggal, melainkan juga karena kajian tersebut membantu kita memahami bagaimana masyarakat bekerja. Pengalaman sakit dan penyakit adalah akibat dari pengorganisasian masyarakat. Sebagai gambaran White (2012) menyebutkan kondisi kehidupan dan pekerjaan yang buruk menyebabkan orang sakit dan orang miskin akan mati lebih cepat, daripada orang-orang yang berada di puncak sistem sosial. Bahkan kendati ada perbaikan kondisi kehidupan dan praktik medis, tetapi ketidaksetaraan berbasis kelas, gender, dan etnisitas tidak ditanggulangi, jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin tetap lestari. Penyakit dan ketidaksetaraan terjalin berkelindan.Akibat ketidaksetaraan distribusi sumber daya politik, ekonomi, dan sosial yang dibutuhkan untuk hidup sehat adalah unsur sosial dari kesehatan.

Kevin White (2012) menempatkan bahwa pilihan gaya hidup individu dibentuk secara sosial, dan bahwa fokus pada pilihan-pilihan gaya hidup ini sebagai eksplanasi tentang penyebab penyakit akan meniadakan faktor-faktor sosial yang terlibat dalam produksi tindakan-tindakan individual. Melainkan, bahwa ada suatu rentang yang luas yang menjembatani faktor-faktor sosial yang menjadi perantara yang mengintervensi biologi penyakit, gaya hidup individu, dan pengalaman sosial yang membentuk dan memproduksi penyakit. White kemudian melanjutkan ringkasnya pada masa kini dampak ketidaksetaraan tingkat penghasilan tampaknya sentral bagi melestarikan eksistensi ketidaksetaraan dalam kesehatan.

Menempatkan Identitas Kelas

Dalam teori sosial (White, 2012), bahwa pemahaman kita tentang produksi sosial penyakit dibagi dalam beberapa eksplanasi, pertama, ekplanasi genetik. Eksplanasi genetik menempatkan bahwa kejadian alamiah sakit terjadi karena faktor biologi dan genetik.Ekplanasi genetik ini telah secara sistematik mengabaikan atau setidaknya menyudahi eksplanasi sosial dan fungsi-fungsi untuk mengalihkan kerangka kritis kita dari cara-cara dimana kehidupan sosial membentuk pengalaman kita tentang penyakit. 

Kedua, dengan asumsi bahwa pengalaman sakit menyebabkan mobilitas sosial mengalami kemunduran, dan sebaliknya pengalaman sehat meningkatkan mobilitas sosial. Ini adalah perluasan dari apa yang disebut argument Darwin mengenai survival of the fittest. Dengan asumsi (kasar) bahwa yang paling menderita sakit tentu saja adalah yang termiskin dalam masyarakat, mereka sakit karena miskin, bukan sebaliknya mereka miskin karena sakit. Ketika kondisi sakit dan merosotnya mobilitas sosial saling berpotongan, inilah kondisi dimana praktik-praktik politik, kultural dan sosial sudah mendiskriminasi individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun