Mohon tunggu...
Muhammad Sabili Fikri
Muhammad Sabili Fikri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

"We have certainly created man in the best of stature."-At-tin: 4

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sinetron Suara Hati Istri: Zahra Tuai Cibiran Pedas Netizen Indonesia

21 Juni 2021   21:12 Diperbarui: 21 Juni 2021   21:38 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hingga saat ini, sinetron masih menjadi salah satu hiburan masyarakat di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, saat ini hampir sebagian besar masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki handphone atau gadget dengan spek tertinggi atau terbaik. Dalam setiap waktunya juga, salah satu hal yang menjadi kebutuhan wajib bagi seseorang adalah handphone atau gadget. Handphone atau gadget seakan-akan telah menjadi suatu kebutuhan utama disamping pangan, sandang, dan papan. Pengguna dari handphone atau gadget pun tak memandang gender ataupun umur. Saat ini, sangat banyak ditemukan anak yang masih di bawah umur sudah ahli dalam menggunakan handphone atau gadget.

Walaupun begitu, sinetron masih menjadi salah satu hiburan yang dinanti-nanti bagi masyarakat Indonesia. Sehingga, dapat dikatakan juga sinetron masih berhasil mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan gaya hidup masyarakat saat ini. Keberhasilan sinetron dalam mempertahankan eksistensinya juga dapat terlihat melalui kehadiran sinetron-sinetron baru yang terus bermunculan. Selain itu juga, terdapat keunikan yang mana terdapat beberapa sinetron yang memiliki episode atau bagian hingga ratusan atau bahkan ribuan.

Sebelum melangkah lebih jauh dalam membahas sinetron, ada baiknya untuk mengenal terlebih dahulu penjelasan mengenai apa itu sinetron. Sinetron sendiri merupakan singkatan dari sinema elektronik. Menurut Wikipedia, sinetron merupakan istilah untuk program drama bersambung produksi Indonesia yang kemudian disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi yang ada di Indonesia. Sedangkan, menurut KBBI sinetron merupakan film yang dibuat khusus untuk penayangan di media elektronik, seperti televisi. Sinetron memiliki tujuan dalam penayangannya, yaitu bertujuan untuk memberikan pendidikan dan hiburan kepada masyarakat luas.

Dalam mencapai tujuan sinetron, terdapat lembaga-lembaga yang mengatur dan mengawasi setiap penayangan-penayangan program tv di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF). Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri telah dibentuk pada tahun 2002 berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, sedangkan Lembaga Sensor Film (LSF) didirikan oleh pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tentang Perfilman tahun 1992.

Baik KPI maupun LSF, keduanya memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri memiliki wewenang dan tugas untuk menetapkan standar program siaran, menyusun pedoman, peraturan serta memberikan sanksi. Sedangkan, Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki wewenang dan tugas untuk menyensor film maupun iklan sebelum diedarkan atau ditayangkan kepada masyarakat luas. Atau dalam arti lain LSF memiliki wewenang dan tugas pada pra tayang, sedangkan KPI memiliki wewenang dan tugas pasca tayang. Dengan dibentuknya baik Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) maupun Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki harapan yang besar agar isi-isi siaran di Indonesia dapat bermutu dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Selain itu juga, antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lemabaga Sensor Film (LSF) memiliki aturan atau regulasi yang berbeda-beda juga. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan Undang-Undang Penyiaran sebagai rujukannya. Sedangkan, Lembaga Sensor Film (LSF) menggunakan Undang-Undang Perfilman sebagai rujukannya. Selama tahun 2020, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memberikan kurang lebih 106 teguran tertulis kepada program-program tv yang telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan Undang-Undang Penyiaran. Sedangkan, untuk Lembaga Sensor Film (LSF) selama tahun 2020 juga telah melakukan total 39.863 penyensoran film dan iklan film.

Seperti yang telah kita ketahui, walaupun telah dibentuk lembaga-lembaga yang mengatur dan mengawasi penayangan-penayangan program tv di Indonesia. Nyatanya, masih banyak saja program-program tv di Indonesia yang bandel dengan melawan aturan-aturan yang telah diberlakukan. Salah satu program tv yang akhir-akhir ini cukup ramai diperbincangkan oleh netizen Indonesia karena salah satu pemerannya dan terdapat adegan-adegan yang dinilai kontroversi adalah sinetron Suara Hati Istri: Zahra.

Sinetron Suara Hati Istri: Zahra merupakan sebuah FTV drama yang ditayangkan di salah satu channel nasional, yaitu Indosiar. Sinetron ini diproduksi oleh Mega Kreasi Films dan resmi tayang pada 24 Mei 2021. Sinetron Suara Hati Istri: Zahra sendiri menceritakan tentang kehidupan keluarga yang menganut prinsip poligami, dimana sang suami memiliki 3 pasang istri. Namun, yang mendapat cibiran pedas dari netizen-netizen Indonesia adalah salah satu pemeran dari istri tersebut masih berusia 15 tahun atau masih di bawah umur.

Banyak netizen Indonesia yang menyayangkan pemeran dalam sinetron Suara Hati Istri: Zahra ini karena masih jauh di bawah umur, sehingga belum pantas untuk memerankan menjadi istri ketiga dari salah seorang pemeran suami. Terlebih lagi, terdapat adegan-adegan yang tidak pantas untuk diperani anak seusia 15 tahun tersebut. Misalnya saja pada episode-episode awal sinetron Suara Hati Istri: Zahra, terdapat adegan ranjang yang diperani oleh Zahra sebagai istri ketiga yang usianya masih di bawah umur. Selain itu juga terdapat adegan berupa teriakan dan makian dari pemeran pria, ia juga melakukan pemaksaan agar dapat melakukan hubungan seksual.

Hal ini sontak membuat trending di berbagai social media, baik Instagram maupun twitter. Netizen Indonesia secara beramai-ramai memperbincangkan mengenai sinetron Suara Hati Istri: Zahra ini. Bahkan, tak sedikit netizen yang menilai bahwa sinetron ini mendukung akan perilaku pedofilia atau gangguan seksual berupa nafsu seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Selain itu juga, terdapat netizen yang menginginkan agar sinetron Suara Hati Istri: Zahra ini dihapus atau pemeran yang di bawah umur dapat diganti.

Jika menganut budaya dan peraturan Undang-Undang Indonesia, tentunya peristiwa yang terdapat dalam sinetron Suara Hati Istri: Zahra sangat bertolak belakang dengan budaya ataupun Undang-Undang yang telah diterapkan di Indonesia. Normalnya, proses pernikahan di Indonesia telah diatur berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang menjadi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, bahwa batas usia nikah adalah 19 tahun. Selain itu juga, sinetron Suara Hati Istri: Zahra ini memiliki dampak yang buruk bagi anak-anak di bawah umur karena dapat terpengaruh atau termotivasi agar bisa menikah muda seperti yang terdapat dalam sinetron tersebut.

Melihat akan hal tersebut, hingga saat ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selaku lembaga pengawasan penyiaran telah melakukan tindakan peneguran terhadap penayangan sinetron tersebut. Tindakan peneguran yang telah dilakukan adalah KPI  menghentikan sementara penayangan sinetron tersebut, selain itu juga KPI meminta untuk mengganti pemeran yang di bawah umur dengan pemeran yang lebih dewasa. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan bahwa sinetron Suara Hati Istri: Zahra merupakan program dengan klasifikasi R. Menurut Pedoman Perilaku Penyiran dan Standar Program Siaran (S3SPS) pasal 21 dengan klasifikasi R, ditujukan untuk remaja, yaitu khalayak yang berusia 13-17 tahun. Pada P3SPS pasal 37 ayat 1 berisi "Program siaran klasifikasi R mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja".

Dengan adanya peristiwa sinetron Suara Hati Istri: Zahra ini, seharusnya baik pihak televisi maupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat bersikap lebih selektif dalam memberikan tayangan-tayangan kepada masyarakat Indonesia. Jika melihat tujuan dari penayangan sinetron yang ingin memberikan pengetahuan dan hiburan kepada masyarakat, harusnya hal tersebut dapat menjadi pedoman dalam membuat maupun menayangkan sinetron. Apabila sinetron Suara Hati Istri: Zahra di telaah lebih dalam, masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang terkandung dalam S3SPS. Pelanggaran tersebut mengenai adegan ranjang antara pemeran Zahra yang merupakan istri ketiga dengan pemeran suami. Dalam adegan tersebut, sang suami mencium perut Zahra yang sedang hamil. Adegan tersebut dapat termasuk termasuk pada pelanggaran P3SPS pasal 19 ayat 3, yaitu "Program siaran dilarang memuat pembenaran bagi terjadinya pemerkosaan dan/atau menggambarkan pemerkosaan sebagai bukan kejahatan serius".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun