Hakikat penindasan ialah suatu perbuatan bersifat menindas hanya jika dia menghalangi seseorang untuk hidup lebih manusiawi.
Pada buku pendidikan kaum tertindas karya Paulo Freire, deskripsi dari bab 1 adalah
membahas tentang kebutuhan pendidikan yang tepat untuk kaum tertindas. Paulo memiliki
harapan supaya kaum tertindas tidak boleh kembali menjadi penindas untuk menindas
mereka yang dahulu melakukan hal yang sama. Ada banyak penindas berkedok dermawan,
murah hati yang palsu padahal tujuan utamanya adalah mempengaruhi pola pikir sebuah
masyarakat tertinggal kemudian merampas kemanusiaan dan sumber daya yang dimiliki oleh
masyarakat tertinggal atau tertindas dengan kekuasaan yang ada pada penindas.
Masyarakat yang sudah ditindas, dicuci pola pikirnya bahkan dirampas hak-hak mereka oleh
penindas yang berpura-pura dermawan melalui sebuah program atau pendekatan, sangatlah
membutuhkan kehadiran individu maupun komunitas yang murah hati, tulus dan memahami
penderitaan kaum tertindas supaya bebas dari mental meminta-minta, mental budak dan
mental gratis tetapi mau kritis terhadap perubahan, terbuka dengan keinginan kemajuan dan
mau bekerja memberdayakan diri dan SDM mereka untuk mengubah kehidupan mereka.
Selain orang asing sebagai penindas, masyarakat tertindas juga seringkali ditindas oleh diri
mereka sendiri yang tidak mau belajar, tidak mau bekerja, tidak menerima pendatang yang
datang ke daerah mereka untuk melakukan perubahan yang baik dan merasa cukup dengan
kehidupan mereka yang begitu-begitu saja dari generasi ke generasi dan semua itu sangat
mengerikan jika dibiarkan. Mereka membutuhkan orang lain yang bisa merasakan
penderitaan akibat penindasan tersebut dan mau memperjuangkan kepentingan masyarakat
yang tertindas dengan menawarkan cinta yang besar, kasih yang tulus, kepeduliaan yang
nyata dengan tindakan dan hidup bersama-sama dengan mereka.
Antara penindas dan yang ditindas dalam hal ini menurut Paulo, keduanya memiliki
keterikatan doktrin yang melekat untuk melahirkan penindas kecil dari masyarakat yang
ditindas. Mereka yang tertindas bukan berusaha mencari cara atau berjuang untuk
membebaskan diri mereka dari penindasan dan tekanan melainkan menjadi penindas lagi. Ini
menjadi pola berulang.
Interpretasi saya terhadap apa yg dituliskan oleh Paulo dalam bab 1 bukunya ini adalah kaum
tertindas lebih memilih berdiam diri dikebiri dibandingkan berkreasi. Penindasan itu ada
pintu keluarnya dan bisa diubah. Bebas dari penindasan akan terjadi apabila masyarakat
tertindas memahami dan menyadari diri mereka sudah ditindas kemudian mereka yang
merasa senasib, bersama-sama memiliki kemauan yang tinggi untuk mengubah nasib mereka.
Selama membaca bab 1 buku pendidikan kaum tertindas, saya menemukan beberapa kata
yang sulit dipahami apabila hanya dibaca sekali saja sehingga saya berulang-ulang membaca
bab 1 tersebut dan memahami bahwa konsep pendidikan yang tepat untuk ditawarkan bagi
masyarakat tertindas adalah pemberdayaan masyarakat dengan ilmu pengetahuan atau yang
biasa disebut humanisasi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H