"Jangan mengkambing hitamkan sesuatu ke orang lain. Yang lo sendiri gak tau apa-apa(dengan apa yang ia lakukan, red)" -Reza Arap-
Mari kita bicarakan ini dengan data mengenai seberapa kotornya pemikiran kalian. Kita ambil jumlah kasus pemerkosaan di Indonesia selama tahun 2018 menurut Komnas HAM Perempuan. Mengapa kita ambil pemerkosaan? Karena pemerkosaan merupakan salah satu perbuatan yang bisa saja menjadi aplikasi dari pemikiran kotor yang menjurus ke arah pornografi.Â
"Tahun 2018 mengalami kenaikan sebanyak 14 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 406.178 (kasus). Pola kekerasan yang terjadi masih sama, lagi-lagi yang paling tinggi di ranah personal atau ranah privat, ranah yang paling dianggap tabu untuk diungkapkan di ruang publik atau di ruang-ruang politik sebanyak 71 persen, yaitu 9.637 kasus, di antaranya adalah KDRT atau relasi personal atau relasi pribadi," kata Komisioner Komnas Perempuan Mariana Aminuddin di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (6/3/2019). (Link)
Angka yang besar diatas menunjukkan seberapa kotor pemikiran orang-orang Indonesia pada saat ini. Bayangkan, ada 400 ribu kasus dalam setahun, angka ini pun belum termasuk kasus yang ada kandungan LGBT didalamnya. Orang yang berpikiran kotor akan menuliskan komentar yang kesannya seksual dan mengganggu di lingkungan ekosistem youtube. Ada satu paragraf di bagian Kimi Hime yang menunjukkan kenapa dia menjadi seperti ini. Jika dalam analisis penulis
Mengapa orang ingin memerkosa? Simpel, ini semua terjadi karena otak mereka yang sudah dikotori dengan pornografi. Kenaikan jumlah pemerkosaan ini bisa menjadi sebuah tolak ukur jika masyarakat di Indonesia.
Lain hal lagi dengan orang tua, salah sebagian netizen yang lainnya. Kalian mungkin risih jika anak kalian menonton kontennya, namun sebenarnya bukan dia yang harus kalian urus. Melainkan kalian seharusnya mendidik anak kalian dengan pendekatan yang berbeda agar anak kalian tidak terjerumus.
Karena kalian tidak bisa mengendalikan konten-konten yang didapat anak kalian tetapi kalian bisa mengendalikan bagaimana anak anda menanggapi hal tersebut. Apakah pekerjaan kalian di kantor begitu berat dan memaksa kalian untuk menyerahkan semuanya kepada jasa babysitter? Kalian apakah juga menyerahkan semua tugas kalian ke sekolahan? Atau kalian menyuruh creator untuk selalu menciptakan konten yang baik bagi anak kalian sekalipun mereka tidak menyasarkan kontennya pada anak-anak? Ijinkan lagi penulis membawakan kalimat dari Reza Arap pada videonya tersebut,
"Kalau semuanya dibebankan kepada Creator, lalu tugas kalian sebagai orang tua apa? Tugas kamu sebagai guru apa? Tugas kamu sebagai pembimbing apa?" -Reza Arap-
Orang tua tidak bisa mendidik anaknya untuk tidak menonton menurut kata Deddy Corbuzier pada video yang sama. Kalian tidak bisa mengendalikan anak untuk apa yang ia tonton, melainkan mengontrol bagaimana dia bereaksi terhadap hal tersebut. Apakah kalian meninggalkan tugas ini untuk PEMBANTU? GURU? KREATOR? Malah justru kalian akan menyerang Kimi Hime dan mengadakan petisi seperti diatas, yakinkah kalian bisa menyelesaikan masalah ini dengan mematikan channel dia.Â
Bukannya lebih gampang kalau kalian didik anak kalian daripada memaksa creator untuk menutup channelnya? Kalian harus mengingat sebuah peribahasa yang berbunyi, "mati satu tumbuh seribu". Seperti pada bagian yang sudah ditulis pada bagian Kemenkominfo, kalian akan menghadapi banyak "Kimi-Kimi" baru jika kalian berperan besar dalam penutupan channel Kimi Hime. Kalian hanya menciptakan siklus yang tidak ada hentinya hanya untuk "moral" dan "agama" kalau kalian terus menerus mempermasalahkan seseorang hanya karena GAYA BERPAKAIAN DAN THUMBNAILNYA. Â
Kenapa penulis juga mengorelasikan kelakuan netizen yang pantas disalahkan di artikel ini kepada orang tua ? Karena hal serupa terjadi kepada Reza Arap hanya saja bentuknya berbeda. Kalau Kimi dibenci netizen "maha benar" karena baju dan clickbaitnya, Arap dibenci karena ucapannya. Selain itu juga, sudah menjadi sebuah tren baru di Indonesia kalau orang tua semuanya pergi berkerja dan meninggalkan anaknya sendirian di rumah dengan seorang babysitter. Tuntutan pekerjaan di Indonesia sekarang sepertinya terlalu memaksa kalian untuk menyerahkan semua pekerjaan kepada babysitter sampai mereka lebih mengenal anak mereka daripada kalian.Â