Nasi dan orang Indonesia merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Walaupun kampanye diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal telah digalakkan sejak lama, sebagian besar perut Indonesia tetap berteriak “Belum 'makan', jika belum makan nasi".
Kemungkinan besar Anda yang membaca artikel ini pun dengan malu-malu akan setuju adanya.
Sayangnya, nasi dari beras putih dikategorikan sebagai sumber karbohidrat sederhana. Penyebabnya ialah lapisan sekam sebagai sumber serat pada gabah telah disosoh sedemikian rupa, menyebabkan komponen karbohidrat dalam nasi putih menjadi mudah dicerna dan diserap tubuh.Â
Akibatnya, kadar gula darah pemakannya mudah naik lalu turun dengan cepat. Tentu hal ini menjadi problem tersendiri bagi pelaku diet ataupun penderita diabetes.Â
Untuk menanganinya, sebenarnya terdapat beberapa varietas beras putih yang memiliki IG rendah (<55) sehingga lebih aman dikonsumsi oleh penderita diabetes ataupun pelaku diet.Â
Contohnya varietas Aek Sibundong, IR 74, Ciherang dan Ciujung (Setiyaningsih 2008). Namun, jika Anda kesulitan untuk memperoleh beras putih dengan varietas tersebut, ada sebuah  cara sederhana untuk tetap mengonsumsi nasi dalam jumlah normal sambil tetap menjalankan hidup sehat. Yaitu, mengubah sebagian pati dalam nasi putih Anda menjadi pati resisten.
Apa itu pati resisten? Secara ilmiah dan sederhana
Ada beberapa hal yang menyebabkan pati ini berubah menjadi tak bisa diserap. Salah satunya ialah ikatan hidrogen silang yang begitu banyak antar struktur pati, menyebabkan struktur ruang polimernya menjadi begitu rapat (seperti pada tahapan ke-IV di gambar di atas).Â
Akibatnya, enzim pencernaan mengalami kesulitan dalam memecah pati tersebut. Â Fenomena perubahan struktur kimia pati ini disebut juga dengan retrogradasi pati, yang termasuk ke dalam pati resisten tipe 3 dari 4 tipe yang ada.
Keuntungan lain dari pati resisten