Mohon tunggu...
Kanaya
Kanaya Mohon Tunggu... -

just me someone without meaning tukang cuci door to door

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kompasiana Rumah Bersama

25 Oktober 2015   14:54 Diperbarui: 25 Oktober 2015   15:07 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sempat sih saya mendengar bisik-bisik dari teman yang mempunyai akun FB dan berteman dengan para kompasianer bahwa permusuhan di Kompasiana memang sengaja diadakan buat rating. Lah kalau itu saya tidak ingin berkomentar, saya kurang paham soal rating, dan saya tak peduli apakah rating Kompasiana bagus atau tidak karena di Kompasiana saya hanya pembaca yang sekarang tergelitik mengatakan apa yang ada di benak saya setelah menyaksikan pertandingan memabukkan para senior yang penuh dengan kata-kata yang tak selayaknya dibaca.

Seperti kita ketahui, pembaca Kompasiana bukan hanya manusia-manusia berumur (dewasa) saja, bahkan anak-anak seumuran SMA kini sudah mulai membaca Kompasiana, Mengapa saya tahu ini, saya pernah membaca salah satu artikel tentang komunitas Internet Sehat yang mengajak pada anak-anak usia sekolah untuk menulis dan berinternet sehat di Kompasaiana. Juga di Fiksiana yang sering mengadakan even dengan penulis-penulis muda untuk berfiksi. Atau penulis anak-anak dalam even cerita anak yang kemudian dibukukan. Itu artinya pembaca Kompasiana bukan hanya yang sudah berumur. Sudah bisa diperkirakan jika seseorang membuka Kompasiana akan membaca terlebih dahulu artikel yang diiklankan di wall. Entah itu yang HL, Nilai tertinggi atau Tren Di Google. Dan ndilalahnya artikel penuh sumpah serapah, caci maki, sindiran itu kerap nangkring di Nilai Tertinggi, yang sudah pasti membuat penasaran para pembaca, ya contohnya seperti aku, begitu klik keinginan membaca pasti muncul, setelah membaca artikelnya tentu berlanjut membaca komen. Sebenarnya minat hati membaca komen karena ingin mengetahui barangkali ada beberapa info tambahan dari penulis untuk menjawab pertanyaan pembacanya, namun apa lacur, komen-komen itu terkadang malah keluar dari jalur artikel yang tertulis. Untuk yang satu ini hanya satu komenku "bujubuneng"

Kembali lagi ke masalah saya sebagai pembaca yang menginginkan bahwa Kompasiana menjadi benar-benar rumah bersama, penulis baru, penulis senior, penulis cerdas atau penulis dengan tingkat kejeniusan yang rendah sekalipun.  Selama artikel tulisannya bermanfaat kenapa tidak kita apresiasi.

Jadi berhentilah menciptakan kegaduhan yang tak bermanfaat itu, Kompasiana milik bersama, bukan milik penulis cerdas saja, milik penulis senior saja, atau penulis kenthir saja. Dan sebagai penghuni rumah entah itu tamu kaya saya, pengontrak, atau menetap seumur hidup marilah kita jaga bersama Kompasiana dari arena lempar-lemparan bola api yang tentunya nanti akan membakar kita semua.

Ini hanya sebagai uneg-uneg dari pembaca yang mungkin tak ada artinya dibanding dengan para penulis senior yang pintar, namun cobalah renungkan jika kalian punya hati nurani, bahwa perseteruan apapun itu tak ada yang menang, semua kalah, kalah sebagai manusia karena tak bisa menahan nafsu angkara, dan siapa yang menang? tentunya yang sering kita umpat saat marah, setaaaaaaaan.

Sekian dulu, salam persahabatan

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun