Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Baru Sadar Pas Baru Terpeleset

19 Desember 2021   20:37 Diperbarui: 19 Desember 2021   21:45 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sore itu, di lampu merah perempatan jalan yang ramai kami berhenti. Lampu lalu lintas masih menyala merah, pertanda kami masih harus menunggu untuk dapat melintas beserta pengguna kendaraan lainnya. Tak berapa lama lampu lalu lintas berwarna hijau, segera bergegas sepeda motor kami gas untuk sekedar melintasi perempatan yang selalu ramai dan padat tersebut.

Sembari melaju pelan, mata ini menangkap sebuah pesan iklan pada sebuah videotron yang terletak persis di kanan jalan pojok perempatan. "Baru sadar pas baru terpeleset" kira-kira begitu iklan yang terpampang. Terlihat dalam iklan seorang lelaki muda yang tak sadar akan menginjak sebuah kulit pisang di jalan yang akan dilaluinya.

Cukup lama saya merenung akan pesan yang tidak biasa dari sebuah iklan. Betapa banyak kejadian orang terpeleset karena menginjak kulit pisang ketika sedang berjalan atau berlari. Namun sebenarnya pesan tersembunyi dari iklan tersebut jauh lebih dalam daripada hanya sekedar terpeleset kulit pisang.

Dalam hidup mendapatkan suatu kesadaran, kewarasan berpikir adalah sesuatu yang penting dan patut disyukuri. Mengapa? Karena tidak semua orang bisa bersikap objektif dengan pikirannya sendiri. Terlebih apabila pikiran seseorang sudah sangat kuat dipengaruhi oleh keinginannya untuk menghadapi atau melakukan suatu aktivitas, rencana, kegiatan, bisnis dan lain sebagainya.

Coba tengok kembali pengalaman dengan bos-bos yang pernah kita layani sebagai anak buahnya, atau bahkan diri kita sendiri. Berapa banyak proposal bisnis atau feasibility study yang harus dipaksakan menjadi "layak" baik dari aspek teknikal maupun komersial agar semata-mata rencana bisnis tersebut bisa dieksekusi. Padahal dengan nalar dan logika normal menggunakan kalkulator dagang rencana bisnis tersebut jauh dari kata layak.

Pada akhirnya ketika diputuskan rencana bisnis tersebut dieksekusi, ternyata masalah yang dikhawatirkan mulai bermunculan. Padahal masalah ini sudah berulangkali dikemukakan pada saat penyusunan studi kelayakan. Pada saat masalah mulai muncul, banyak pengambil keputusan baru tersadar bahwa bisnis tersebut memang tidak layak dijalankan. Namun demikian, nasi sudah menjadi bubur, tindakan strategis harus dijalankan oleh top manajemen agar tidak semakin terpuruk akibat bisnis tidak layak yang terlanjur dieksekusi.

Contoh lainnya adalah dengan kegemaran seseorang untuk berjudi. Mungkin pada awalnya dia menang terus-menerus, sehingga berpikir bahwa judi bisa membuat dirinya kaya raya. Hal ini membuat dirinya terperosok semakin dalam dan judi telah menjadi candu dalam hidupnya. Nasehat keluarga, sahabat, dan orang lain akan keburukan judi hanya sebatas angin lalu, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Hingga pada suatu saat dirinya mengalami kekalahan dalam berjudi, ludes harta benda plus ditambah hutang yang menggunung. Saat itulah dia akan menyadari kesalahannya, dan mengamini bahaya dan buruknya perjudian, nasehat yang sebenarnya telah lama dia dengarkan. Kesadarannya baru muncul ketika dia mengalami sendiri atas apa yang orang-orang peringatkan.

Sifat Sombong

Banyak orang mendapatkan kesadaran ketika mereka terjatuh dan mengalami kesengsaraan, penderitaan maupun kegagalan akibat perbuatan yang dilakukannya. Pada dasarnya sifat terlalu percaya diri yang berubah menjadi sombong akan sangat berbahaya. Seseorang akan sulit mendengar masukan, saran, pendapat dari orang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun