Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masjid sebagai Penjaga Akhlak dan Agen Kesejahteraan Rakyat, Sebuah Reposisi Peran

22 April 2021   13:42 Diperbarui: 22 April 2021   21:10 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Bagi umat muslim, masjid adalah menjadi pusat berkumpulnya manusia-manusia tanpa memandang ras, maupun asalnya. Minimal lima kali dalam sehari masjid akan menjadi titik kumpul dari kaum muslim guna menjalankan ibadah sholat berjamaah, subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya. Mengapa masjid menjadi titik kumpul bagi umat muslim? Hal ini dikarenakan adanya ajaran bagi muslim untuk menjalankan solat berjamaah.

"Salat jamaah lebih baik 27 derajat dibanding shalat sendirian." (HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)

"Ada seorang buta menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid. Apakah ada keringanan bagiku untuk salat di rumah? Maka Rasulullah pun bertanya kepadanya, "Apakah engkau mendengar panggilan shalat (azan)?". Laki-laki itu menjawab, "Ya". Beliau bersabda, "Kalau begitu penuhilah panggilan tersebut (hadiri salat berjamaah)" (HR. Muslim no. 653).

Jadi sudah menjadi sangat jelas bahwa semestinya masjid menjadi melting point bagi segenap kaum muslim. Pangkat, jabatan, kedudukan sejenak ditinggalkan ketika seorang muslim memasuki masjid dan bersimpuh sujud memuja sang Pencipta. Semua orang menjadi sama kedudukannya ketika menjalankan ibadah solat berjamaah di dalam masjid.

Masjid menjadi media penyatuan umat, untuk saling mengenal dan bersilaturahmi satu sama lain. Menelisik kesibukan kaum muslim yang sangat beragam, mengumpulkan dan menyatukan mereka dalam suatu waktu bukan pekerjaan mudah. Namun tanpa disadari, masjid telah mengambil peranan penting dalam isu tersebut, melalui penyelenggaraan salat berjamaah lima waktu.

Menyatukan bukan Mencerai-beraikan

Kalau kita tarik garis kesimpulan, maka masjid menjadi media yang efektif untuk mengumpulkan, menyatukan, dan membuat sesama muslim saling mengenal satu sama lain. Pada titik ini mestinya kalau ada tempat tersejuk dan ternyaman di bumi, maka jawabannya adalah masjid.

Mengapa? Karena dalam masjid tidak memandang pangkat dan jabatan. Masjid berbicara persatuan, silaturahmi dan kondisi sosio kemasyarakatan umat. Bingkainya jelas, persaudaraan dan persatuan.

Pun demikian kadang kala terjadi masjid menjadi awal mula permusuhan di antara umat muslim. Sering terjadi perbedaan masalah fikih, tata cara peribadahan, dan materi pengajian yang membuat terjadinya gesekan.

Pernah pula terjadi keributan karena rebutan menjadi imam salat fardu.  Padahal hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan:

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Para imam salat memimpin kalian. Maka jika dia benar, mereka mendapat pahala dan kalian juga mendapatkan bagian pahalanya. Namun bila dia salah kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa"

Kalau orang memahami hadis di atas, tentu mereka akan berpikir ulang untuk berebut menjadi imam masjid.

Terkadang sesama pengurus masjid juga terjadi gesekan dengan berbagai macam soal sebagai penyebabnya. Kadang kala pengurus Yayasan yang menaungi lahan masjid berkonflik juga dengan pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Sudah menjadi kebiasaan umum di perumahan, masjid menempati lahan fasum atau fasos yang secara teori milik Pemda. Oleh karenanya diperlukan Yayasan yang akan berkontrak dengan Pemda untuk mengelola lahan tersebut menjadi masjid. Lebih lanjut Yayasan biasanya akan membentuk kepengurusan DKM untuk operasional masjid tiap harinya.

Bagi mereka (jamaah) yang kemudian "kalah" berkonflik biasanya akan bersifat pasif sebagai jamaah biasa saja, ada pula yang kemudian berpindah masjid untuk ibadahnya, dan yang lebih ekstrem akan membangun masjid sendiri. Namun demikian nuansa yang terjadi adalah permusuhan, perpecahan dan kekecewaan akibat konflik.

Oleh karenanya menjadi tugas pengelola atau manajemen masjid agar bisa menaungi kaum muslim yang secara natural sudah sangat beragam. Mazhab, pendapat, pemikiran muslim satu dan lainnya sudah berbeda, selera atau preferensi tentang ustad atau pengajian juga tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini selama tidak keluar dari koridor Ahlussunnah wal Jamaah dan dihukumi sesat atau terlarang oleh otoritas agama dan negara maka tidak menjadi soal.

Pengelola masjid harus menjadi manajer yang baik untuk menaungi kepentingan berbagai ragam jamaah. Persatuan umat dikedepankan, turunkan ego dan jangan menginisiasi konflik. Masjid harus tetap menjadi media persatuan, bukan perpecahan apalagi permusuhan, menyatukan bukan mencerai-beraikan.

Penjaga Akhlak dan Agen Kesejahteraan Rakyat

Setelah masjid benar-benar bisa memosisikan sebagai media penyatu umat, maka ada tugas besar selanjutnya yang tidak kalah hebatnya. Hal ini berkaitan dengan peran masjid sebagai penjaga akhlak dan moral umat, serta agen kesejahteraan masyarakat.

Pertama sebagai penjaga akhlak dan moral umat. Masjid tidak hanya menyediakan sarana peribadatan saja pada jamaahnya. Namun masjid harus bisa memberikan makanan rohani pada para jamaahnya yang akan mendekatkan perilaku mereka agar tetap pada rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Rohani yang terisi dengan ajaran-ajaran yang baik akan menginspirasi seorang muslim untuk senantiasa berbuat kebaikan dan mendekatkan dirinya dengan ketakwaan pada Tuhannya.

Bisa dibayangkan ketika masjid bisa "menggarap" jamaahnya untuk memilik akhlak dan moral yang baik, maka efek domino yang akan terjadi menjadi sangat besar. Para jamaah akan pulang ke rumah dan keluarga masing-masing dengan membawa perilaku, akhlak yang baik. Suatu hal yang akan banyak diingat orang lain adalah ketika dalam keseharian seseorang menampilkan perilaku yang baik, santun dan menyenangkan selama berinteraksi dengannya.

Akhlak, perilaku, moral dari seorang muslim yang baik tentu akan dilihat, ditiru, atau minimal menjadi inspirasi bagi keluarga, kerabat, teman, rekan kerja, serta banyak orang lainnya. Dengan menjalankan perilaku yang baik dan bisa menjadi teladan, secara tak sadar seorang muslim sudah mendakwahkan ajaran agamanya dengan baik.

Akhlak dan moral yang baik sudah seharusnya menjadi prioritas dan tanggung jawab masjid terhadap jamaahnya. Masjid harus bisa membentuk, menjaga, bahkan mengalibrasi akhlak para jamaahnya sesuai dengan standar nilai-nilai agama. Sehingga kalau kita pikir secara logis, semakin dekat rumah seseorang dengan masjid maka akhlaknya semakin baik. 

Apabila masjid bisa menjalankan peran ini, maka sungguh ada harapan besar bagi bangsa Indonesia untuk memiliki rakyat dengan akhlak dan moral yang baik di mana akan membawa kemajuan Indonesia ke depan.

Kedua sebagai agen kesejahteraan rakyat.  Peran ini tidak kalah pentingnya dengan peran pertama. Peran dalam pengisian rohani jamaah akan menjadi sulit terjadi ketika para jamaah masih berkutat dengan urusan perutnya masing-masing. Maka menjadi penting peran masjid sebagai akselerator ekonomi umat.

"Tidaklah mukmin orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya." (H.R. Bukhari)

Ada pesan yang mendalam dari hadis di atas bahwa sebagai mukmin kita juga harus memperhatikan tetangga. Apabila setiap hari seorang muslim berangkat sholat berjamaah di masjid, seharusnya dia akan mengetahui keadaan tetangganya, apakah kekurangan atau bahkan kelaparan. Ada tanggung jawab dan kewajiban yang harus dilakukannya ketika melihat tetangga kelaparan.

Tentu hal ini juga menjadi sesuatu yang bisa menggugah masjid untuk melakukan sesuatu jika melihat ada kemiskinan, kelaparan di sekitar lingkungannya. Orang-orang di sekitar masjid adalah kategori tetangga bagi para jamaah masjid tersebut. Sehingga sudah menjadi kewajiban bagi masjid untuk bisa menempatkan dirinya sebagai penjaga kehidupan perekonomian orang-orang di sekitarnya entah apapun kepercayaannya.

Untuk itu diperlukan masjid yang secara mandiri bisa memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga lebih lanjut bisa berperan sebagai agen kesejahteraan rakyat. Hal ini bisa diselenggarakan oleh manajemen masjid melalui iuran, infak rutin para jamaah, atau bisa pula melalui usaha-usaha halal yang dijalankan oleh Yayasan, DKM, atau pengurus masjid.

Sangat menarik seandainya sebuah masjid bisa membentuk Badan Usaha Milik Masjid BUMM) seperti halnya negara mempunyai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Masjid bisa saja memanfaatkan aset tanah, atau menarik iuran dari jamaah untuk modal awal dari BUMM tersebut.

BUMM harus dioperasikan secara professional oleh pengurus-pengurusnya. Dengan kehadiran BUMM, maka keuntungan yang diperoleh dapat membiayai operasional masjid sekaligus bisa menularkan kesejahteraan kepada warga sekitar masjid.

Ketika BUMM sudah bisa membuat masjid beroperasi mandiri, maka langkah berikutnya untuk pemberdayaan ekonomi warga sekitar akan lebih mudah dilakukan. Ketika hal ini terjadi maka masjid berhasil memakmurkan dirinya sendiri sekaligus warga sekitarnya.

Oleh karena itu ke depan tidak ada lagi warga dalam cakupan masjid yang mengalami kelaparan, putus sekolah, dan kesulitan ekonomi. Konsep Islam sebagai rahmatan lil 'alamin menjadi terwujud dengan keberadaan masjid yang bisa berperan banyak bagi masyarakat.  Apakah bisa? Tentu saja bisa selama pengurus masjid bersama jamaah memahami peran signifikan sebuah masjid dan ada kemauan merealisasikannya.

Bagi negara, sebenarnya dengan sedikit mau ikut "memakmurkan" masjid maka ada dua keuntungan besar yang diperoleh. Saat masjid sudah bisa mereposisi perannya sebagai penjaga akhlak dan moral umat sekaligus agen kesejahteraan rakyat, negara akan mendapati warganya berakhlak dan bermoral baik, sekaligus hidup sejahtera.

MRR, Jkt-22/04/2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun