Celakanya peralatan-peralatan ini sudah sangat banyak membantu kita dalam kehidupan sehari-hari sehingga sangat susah apabila lepas darinya. Kalau listrik hanya untuk penerangan saja, bisa saja kita menggantinya dengan lampu tempel, petromax, obor dan sejenisnya seperti era lampau. Namun karena penggunaan listrik sudah sedemikian meluas maka menciptakan ketergantungan yang tinggi terhadap energi ini.
Ketergantungan yang tinggi terhadap energi listrik berbanding lurus dengan ketergantungan yang tinggi terhadap PLN. Saat ini PLN bisa dikatakan sebagai pemasok tunggal energi listrik yang dipasok ke seluruh rumah tangga di seantero negeri. Oleh karenanya perlu dikembangkan upaya alternatif penggunaan listrik Non PLN, dalam hal ini swasembada listrik rumah tangga (RT) bisa dikembangkan.
Swasembada listrik rumah tangga yang memungkinkan saat ini adalah yang pertama dengan menggunakan solar cell atau panel surya dan kedua menggunakan genset yang berbahan bakar gas bumi. Apakah genset yang berbahan bakar solar atau premium bisa? supply BBM untuk genset model ini tentu tidak bisa berkesinambungan karena harus dibawa dengan drum atau jerigen dari SPBU terdekat, berbeda dengan panel surya yang mengandalkan sinar matahari dan genset gas yang mengandalkan pasokan gas bumi yang tetap mengalir.
Alternatif pertama menggunakan solar cell adalah solusi yang bisa digunakan oleh semua rumah tangga di Indonesia. Permasalahan solar cell yang menjadi penghambat penggunaannya adalah harga dan life timenya. Namun permasalahan ini dari waktu ke waktu berhasil diatasi sedikit demi sedikit, sehingga semakin ke depan harga solar cell semakin turun dengan life time yang meningkat.Â
Beberapa tahun yang lalu harga solar cell mencapai US$ 1.500/kilowatt peak (kWp), namun sekarang harga panel surya menjadi sekitar US$ 1.000/kilowatt peak. Kalau dikurskan dengan rupiah maka dibutukan biaya untuk instalasi panel surya di rumah sekitar 15 juta rupiah untuk kapasitas 1000 Watt.
Selanjutnya pemilik panel surya tinggal melakukan perawatan yang baik dan mungkin perbaikan selama beroperasinya panel surya tersebut. Pada titik ini sebuah rumah tangga telah berhasil mencapai swasembada listrik. Apalagi kalau kemudian produksi listrik panel surya ini berlebih, maka ini bisa dijual ke PLN, tinggal masalah teknis dan komersialnya disepakati.
Alternatif kedua adalah menggunakan genset berbahan bakar gas bumi. Namun opsi ini hanya memungkinkan jika rumah tangga tersebut terhubung dengan pipa gas bumi yang pasokannya selalu mengalir seperti air PAM. Jumlah rumah tangga yang saat ini teraliri gas bumi adalah sekitar 450.000 RT.
Bandingkan dengan tarif listrik PLN yang sekitar Rp. 1.400 per kWh, tentu menggunakan genset untuk menghasilkan listrik lebih murah separuhnya. Oleh karenanya opsi genset berbahan bakar gas bumi untuk rumah tangga sangat bisa diimplementasikan dimana sebuah RT cukup membayar gas bumi yg digunakan dan penghematan atas biaya listrik bisa digunakan untuk memaintenance genset.
Sebenarnya kemandirian energi listrik RT akan sangat tinggi reliability nya jika suatu RT bisa menggabungkan penggunaan panel Surya dan genset berbahan bakar gas. Pada kondisi ini suatu RT bisa sepenuhnya dikatakan mandiri dan tidak perlu menggantungkan diri pada listrik PLN. Bahkan PLN lah nanti yang akan membutuhkan RT jenis ini sebagai sumber pasokan listriknya ketika produksi listrik RT tersebut berlebih.