Saya hanya ingin menunjukkan betapa kebiasaan itu sangat berpengaruh pada aktivitas kita sehari-hari. Untung kebiasaan menyerongkan diri saat menghadap kiblat adalah dalam konteks ibadah sholat, aktivitas yang mulia dan dengan tujuan baik. Coba bayangkan kita punya kebiasaan buruk seperti berkata-kata kotor. Pada saat terjatuh atau mendapatkan kejadian yang tidak diharapkan, secara refleks orang tersebut mungkin akan mengeluarkan seluruh isi kebun binatang.
Bahkan dulu saya pernah diceritakan bahwa ada orang yang semasa hidupnya punya kebiasaan buruk berkata-kata kotor, pada saat dia koma atau tidak sadar di ruang perawatan rumah sakit maka yang terucap dari mulutnya bukanlah asma Allah atau istighfar, namun justru kata-kata kotor yang biasa dia ucapkan.
Baca juga: Musala Kami Bukan Salah Kiblat, tapi...
Namun coba kita punya banyak kebiasaan baik, seperti selalu bersyukur baik dalam suka, duka, senang, maupun susah. Apapun keadaannya hati tetap tenang, dan tidak ada yang membuat kita menjalani hidup dengan segala keterbatasannya dengan rasa iri, dengki, maupun was-was. Kebiasaan baik akan sangat berbeda memengaruhi hidup daripada kebiasaan buruk.
Begitu dalam kebiasaan yang kita jalani akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan. Kebiasaan-kebiasaan ini akan mengendap dan secara refleks akan dijalankan oleh kita dari alam bawah sadar. Tentu jangan sampai kita akan mengakhiri kehidupan di dunia pada saat sedang menjalani kebiasaan buruk.
Maka perbanyaklah kebiasaan-kebiasaan baik dan tinggalkanlah yang buruk-buruk sehingga saat malaikat maut datang, kita menyambutnya dalam keadaan baik.
"Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya" (HR Muslim no 2878)
MRR, Pbg-03/06/2019