Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bencilah Perbuatannya, Bukan Orangnya

12 Maret 2019   16:27 Diperbarui: 12 Maret 2019   17:31 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang teman bercerita bahwa dia sangat benci terhadap pegawainya. Entah apa penyebabnya sehingga begitu sebal dia terhadap pegawainya. Yang jelas di mata teman saya, apapun yang dilakukan pegawainya tersebut seringkali salah, kasarannya dia tidak pernah puas.

Apalagi terhadap omongan pegawainya tersebut, entah yang disampaikan benar atau tidak namun dia sudah terlanjur apatis, pesimis terlebih dahulu terhadap apa yang disampaikan. Padahal belum tentu apa yang disampaikan dan dikerjakan pegawainya salah, namun karena rasa benci teman saya tersebut maka kebenaran bisa saja menjadi tertutupi dan membuatnya berlaku tidak adil pada pegawainya.

Seringkali kita membiarkan rasa benci pada seseorang atau golongan bersemayam pada hati kita. Kadang kala malah kita memupuknya dan membuatnya semakin besar dengan menafikan sisi baik dari orang yang kita benci.

Hanya mengingat keburukan, kesalahan dan kejelekan orang lain akan menambah rasa benci dan menghilangkan bahwa orang lain tersebut juga mempunyai sisi kebaikan. Padahal tidak ada manusia yang tidak punya kebaikan. Manusia itu sepertinya memang tempat salah dan lupa, namun hidupnya tidak melulu salah.

Oleh karenanya harus dibedakan sebenarnya apa yang pantas dibenci, orangnya atau perbuatannya. Pilihan akan orang atau perbuatannya akan menentukan objektifitas orang. Pertama ketika yang kita benci adalah orangnya.

Rasa kebencian ini akan melekat pada orangnya tidak peduli orang yang dibenci itu berbuat baik atau benar. Yang ada pokoknya apa yang dilakukan salah semua. Hal ini membuat kita tidak bisa melihat orang tersebut secara objektif.

Ini yang banyak terjadi selama masa PILPRES dewasa ini. Banyak orang di media sosial menunjukkan rasa bencinya pada capres yang tidak disukainya dan menghilangkan sisi kebaikan yang ada pada masing-masing capres.

Apakah anda pernah mengalami kejadian bahwa bos, atasan atau orang lain menerima dan menyetujui pendapat/usul yang teman anda kemukakan padahal sebelumnya pendapat yang sama sudah anda ungkapkan tapi mereka menolaknya? Kalau ini yang terjadi maka jangan-jangan bos, atasan atau orang lain tersebut sedang membenci anda secara personal.

Inilah bahayanya menyimpan rasa benci atas "orang". Hal ini akan menutup kebenaran yang disampaikan pada kita. Padahal nasihat Ali bin Abi Thalib berbunyi "Perhatikanlah apa yang dikatakan, jangan memperhatikan siapa yang berkata."

Kedua, kebencian atas perbuatan orang yang menurut kita (berdasarkan syariat, norma, hukum) perbuatan tersebut kurang terpuji, tidak baik, buruk, atau jahat. Jadi kebencian tersebut kita sandarkan pada perbuatannya, bukan pada diri orang tersebut. Seperti halnya perilaku seorang waria dimana dia sejatinya laki-laki tapi sengaja menyerupai perempuan.

Kita pantas membenci perbuatan tersebut, namun jangan sampai kemudian kita membenci orangnya. Dengan si Waria kita harus tetap baik, dengarkan ucapannya, yang baik diambil dan yang buruk ditinggalkan. Kalau memang kita hanya membenci perilaku buruknya, Insya Allah kita masih punya hati dan pikiran positif terhadapnya atau dengan kata lain bisa bersikap objektif.

Dengan kebencian terhadap perilaku atau perbuatan seseorang, maka ada ruang bagi kita untuk melakukan kebaikan agar orang tersebut tidak melakukan kembali hal yang buruk tersebut. Rasa-rasanya malah aneh ketika ada keburukan dan kedzaliman kita tidak membenci perbuatan tersebut.

Namun yang utama adalah bagaimana kita dapat berperan untuk mencegah hal tersebut berulang, misalnya dengan menasehati, menyadarkan atau tindakan lainnya. Kalau kemudian dalam kasus si Waria kita membenci orangnya, lantas siapa yang akan menasehatinya, menyadarkannya dan membantunya di saat dia kesulitan?

Sungguh merupakan sesuatu yang penting bagi kita untuk tidak membenci seseorang (apapun perbuatannya), cukuplah kita membenci perbuatannya bukan orangnya. Membenci orangnya bukan perbuatannya lebih mendekatkan kita pada ketidakadilan dan menutup kebenaran yang disampaikan. Di dalam Al-Qur'an Allah menyatakan:

"Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Maa'idah: 8)

MRR, Jkt-12/03/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun