Kebencian yang terus dipupuk tanpa disadari bisa membuat kita berlaku tidak adil pada orang tersebut dan mengotori hati kita. Taruhlah anda yang seorang Lurah menaruh benci terhadap salah seorang warganya. Sikap anda dari awalnya malas untuk melihat wajahnya, menghindar kalau bertemu, maka lambat laun bisa terjadi anda tidak mau memberikan surat keterangan yang diminta si warga tersebut karena sudah terlanjur benci. Padahal tidak ada hubungannya antara rasa benci tersebut dengan tugas pelayanan sebagai Lurah dan hak si warga sebagai rakyat.
Begitu juga orang yang sudah terbiasa melakukan pencurian, perampokan dan korupsi. Awal mulanya mungkin korupsi waktu, baik semenit dua menit, lama-lama bisa hitungan hari. Dari sekedar korupsi waktu meningkat menjadi korupsi uang. Mula-mulanya mungkin baru recehan, namun lambat laun terus meningkat keberaniannya untuk melakukan korupsi dari jutaan rupiah hingga milyaran.
Begitulah yang sering terjadi dalam kehidupan, berlatih, berbuat, dan memelihara hal-hal yang positif atau negatif adalah suatu pilihan. Hasil akhir yang kita dapatkan adalah merupakan akumulasi dari apa yang kita lakukan saat ini sampai nanti. Contoh yang saya sampaikan di atas sudah sangat jelas menunjukkan akan hasil akhir yang ditentukan oleh proses yang terus-menerus kita jalani.
Seringkali kita terlupa untuk menyadari akan hasilnya yang bisa mengarah pada kebaikan atau keburukan. Oleh karenanya mari kita biasakan lakukan hal-hal yang baik-baik dan bermanfaat saja serta hindari hal-hal yang buruk. Semua bermula dari kebiasaan dan pembiasaan, maka hal-hal baik pun harus dibiasakan untuk dilakukan hingga akhirnya akan menjadi kebiasaan yang bermanfaat.
MRR, Cbn-26/06/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H